Pemerintah Harus Memfasilitasi Pembangunan Infrastruktur Pasif

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pemerintah Harus Memfasilitasi Pembangunan Infrastruktur Pasif


JawaPos.com – Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi sebuah hal yang tidak bisa dinafikan. Perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat terhadap telekomunikasi menuntut pemerintah memfasilitasi pembangunan infrastruktur pasif.

Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan Leonardi pemerintahan Presiden Jokowi telah membuat kebijakan kongkret untuk mendukung akselerasi penggelaran jaringan telekomunikasi di Indonesia. Kebijakan itu juga dituangkan dalam RPJMN 2020-2024 Presiden Joko Widodo. Di sana dinyatakan bahwa 95 persen desa di seluruh Indonesia dapat menikmati internet berkecepatan tinggi karena kebutuhan akan jaringan telekomunikasi sangat vital.

“Presiden menegaskan kembali arahannya agar transformasi digital dapat segera terwujud dengan segera melakukan percepatan perluasan akses, siapkan roadmap transportasi digital di sektor-sektor strategis,” ungkap Leonardi.

Menurut Leonardi mau tidak mau, suka atau tidak suka, Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (Pemda) harus siap untuk memfasilitasi pembangunan infrastruktur pasif sebagai salah satu infrastruktur vital bagi tersedianya jaringan telekomunikasi. Salah satu infrastruktur pasif yang sangat vital dibutuhkan untuk menata kabel udara adalah ducting atau gorong-gorong.

Pada UU Cipta Kerja dan turunannya juga sudah menerangkan mengenai perizinan berusaha di daerah. Hal itu tertuang dalam PP nomor 6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. Kemudian terdapat pulang Permendagri nomor 25 tahun 2021 tentang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; dan PP nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran beserta PM Kominfo no 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

“Aturan mengenai retribusi, sewa lahan, sewa jaringan utilitas terpadu (SJUT) beserta pengawasannya sudah ada di UU Cipta Kerja dan turunannya. Tinggal kita kawal pelaksanaannya di lapangan. Sebab ada perbedaan antara pelaksanaan di masing-masing wilayah. Seperti di Jakarta berbeda dengan di Jogja,” terang Leonardi.

Leonardi menerangkan, di Jakarta dalam penataan kabel telekomunikasi mengedepankan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Implikasinya pajak dan retribusi SJUT di Jakarta tinggi. Sedangkan di Jogja penataan SJUT mengedepankan smart city.

Hingga saat ini Pemkot Jogja tidak memungut biaya kepada operator telekomunikasi. Ke depannya mungkin Pemkot Jogja akan mengenakan sewa yang tidak memberatkan penyelenggara telekomunikasi dan masyarakat.

“Oleh karena itu, dengan semangat UU Cipta Kerja kita selaraskan semua regulasi yang ada di daerah. Sehingga pajak dan retribusi memiliki ambang batas agar terjangkau serta tidak membebani masyarakat. Ini perlu peran Kemendagri dan Kominfo untuk melakukan harmonisasi serta sinkronisasi aturan pelaksananya,” kata Leonardi.

Purnawirawan TNI AL itu berharap, dengan Kemendagri dan Kemenkominfo mengeluarkan kebijakan untuk mendorong sinkronisasi dan harmonisasi regulasi ini, ke depannya Pemda memiliki peran aktif dan partisipatif dalam membuat tata ruang dan penggelaran SJUT sehingga pelaksanaannya konsisten.

Sinkroniasi itu diharapkan partisipasi dan peran nyata Pemda dalam mendukung penggelaran infrastruktur digital dapat segera terwujud.

“Sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat serta meningkatkan keandalan layanan digital di seluruh wilayah Indonesia,” tandasnya.


Pemerintah Harus Memfasilitasi Pembangunan Infrastruktur Pasif