Perjuangan Prof Dr dr Yudi Her Oktaviono Jadi Gubes Unair

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Perjuangan Prof Dr dr Yudi Her Oktaviono Jadi Gubes Unair


Penyakit jantung koroner (PJK) adalah salah satu jenis penyakit jantung yang memiliki tingkat mortalitas tinggi. Karena itu, Prof Dr dr Yudi Her Oktaviono SpJP (K) berinovasi membuat terapi dengan sel punca untuk penyakit jantung koroner. Inovasi itu berhasil mengantarkannya sebagai gubes Unair.

SEPTINDA AYU PRAMITASARI, Surabaya

SEJAK duduk di bangku SD, Prof Dr dr Yudi Her Oktaviono SpJP (K) bercita-cita menjadi guru besar (gubes). Butuh perjuangan cukup panjang untuk bisa mewujudkan mimpi tersebut. Hingga akhirnya, laki-laki 56 tahun itu berhasil meraih gelar gubes dan dikukuhkan Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Mohammad Nasih pada Rabu (27/10).

’’Sejak kecil, profesi guru dan dokter di mata saya sangat mulia,” katanya.

Ditambah, ayah dan ibunya adalah seorang guru. Lingkungan tersebut mendorong Yudi untuk menekuni profesi yang sama. Yakni, sebagai pendidik (dosen) sekaligus menjadi dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.

’’Saya pun tergerak menekuni profesi ini,” imbuhnya.

Tidak mudah meraih jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi itu. Yudi sempat merasa kehilangan harapan untuk menjadi gubes.

Sebab, sebelumnya kesempatan menjadi gubes berpeluang besar diraih tenaga pendidik di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sementara itu, laki-laki 56 tahun tersebut merupakan tenaga pendidik di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

’’Sekarang tenaga pendidik di bawah Kemenkes memiliki kesempatan yang sama. Jadi, saya bersyukur dimudahkan,” ucapnya.

Berkat kerja keras, kesabaran, dan ketekunannya selama ini, Yudi berhasil membuktikan kelayakannya menjadi seorang gubes. Sejak menjadi pengajar hingga sekarang, Yudi berhasil menghasilkan 56 jurnal berstandar internasional dan terindeks Scopus.9 prosiding dan 14 buku.

’’Angka kredit tertentu yang harus dicapai sebagai gubes 850. Itu meliputi akumulasi penilaian dari jumlah publikasi, penelitian, dan lain-lain,” jelasnya.

Selama menjadi pengajar di Fakultas Kedokteran (FK) Unair, Yudi juga berhasil merintis program studi (prodi) subspesialis intervensi jantung satu-satunya di Indonesia. Untuk mendalami bidang tersebut, Yudi mendapatkan belasan beasiswa dan training dari berbagai universitas ternama di luar negeri.

Setelah 2,5 tahun mendalami bidang subspesialis dari berbagai negara, Yudi membagikan ilmunya melalui fellowship di dalam negeri. Saat ini total ada 60 dokter yang memiliki keahlian intervensi jantung melalui didikannya.

Dari situlah, Yudi terdorong untuk mendirikan prodi subspesialis kardiologi intervensi di FK Unair dan menjadi subspesialis satu-satunya di Indonesia.

’’Kami sudah mempersiapkannya selama dua tahun. Rencananya, 2022 prodi subspesialis kardiologi intervensi di FK Unair dibuka,” kata dia.

Selain itu, Yudi mengembangkan inovasi terapi sel punca untuk pasien jantung koroner. Dia menemukan fakta bahwa dari 30 ribu tindakan kateterisasi pada pasien jantung koroner, tidak semua pasien bisa mendapatkan terapi intervensi koroner perkutan (pemasangan ring jantung) maupun pembedahan jantung terbuka (open heart surgery).

’’Hal itu disebabkan dua metode tersebut menimbulkan kontraindikasi bagi pasien-pasien dengan komplikasi tertentu,” ujarnya.

Yudi menjelaskan, dari penelitian lanjutan yang dilakukan, ternyata pasien jantung koroner memiliki sel punca pembuluh darah atau endothelial progenitor cell (EPC) rendah. Padahal, EPC berperan penting dalam menghasilkan pembuluh darah baru. Dari situlah, eksperimen terapi regeneratif bagi pasien jantung koroner menggunakan sel punca (stem cell) dilakukan.

’’EPC memiliki dua fungsi utama. Yakni, proses pembentukan pembuluh darah baru dan perbaikan fungsi endotel,” jelasnya.

Fungsi pembentukan pembuluh darah baru dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan keterbatasan dari metode revaskularisasi yang ada. Sementara itu, kemampuan EPC berguna untuk perbaikan fungsi endotel yang diharapkan dapat membantu mencegah komplikasi in stent restenosis (penyumbatan kembali) maupun stent thrombosis (penyumbatan mendadak pascaprosedur).

’’Dengan kemampuan tersebut, EPC sangat berpotensi menjadi suatu modalitas terapi baru bagi penyakit jantung koroner,” katanya.

Peningkatan EPC tersebut dapat dilakukan dengan pemberian growth factor melalui kaskade sinyal atau yang disebut mitogen-activated protein kinase (MAPK). Kaskade sinyal adalah suatu kaskade sinyal klasik dan terlibat dalam beberapa peran biologis seperti pertumbuhan dan perkembangan normal sel serta dapat merespons stres terhadap beberapa stimulus dari luar sel.


Perjuangan Prof Dr dr Yudi Her Oktaviono Jadi Gubes Unair