Cerita Para MUA yang Berusaha Bertahan di Masa Pandemi Covid-19

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Cerita Para MUA yang Berusaha Bertahan di Masa Pandemi Covid-19


Segala sektor kehidupan babak belur kena hantaman pandemi Covid-19. Tak terkecuali industri kreatif seperti make-up artist (MUA). Selain klien yang berkurang, mereka harus mengeluarkan upaya ekstra. Salah satunya menyediakan alat pelindung diri (APD).

DIMAS NUR APRIYANTO, Surabaya

SESEKALI, kedua mata Ummi Cholifah melirik wajah Wana di cermin. Dia ingin memastikan hasil make-up untuk kliennya yang asal Makassar itu perfecto. Ummi mengambil gincu berwarna nude. Lalu, mengarsirkannya secara perlahan ke bibir Wana. Hampir tiap menit, sanitizer tak pernah absen disemprotkan ke tangannya. Botol sanitizer diletakkan tidak jauh dari Ummi. ”Di masa pandemi, perlindungan diri untuk saya benar-benar banyak. Sanitizer, masker, sarung tangan, dan face shield,” kata alumnus Universitas Airlangga itu saat ditemui Jawa Pos pada 19 Juni lalu di Hotel Varna.

Tiap dua minggu, anak bungsu di antara empat bersaudara itu rutin uji usap (swab). Apalagi ketika job make-up ramai, intensitas tes swab-nya lebih meningkat lagi. Ummi tentu ingin melakukan aktivitas make-up-nya dengan bebas. Tidak banyak batasan ini dan itu. Tapi, dia harus memperhatikan kesehatan klien dan dirinya. Itu prioritasnya.

Perempuan yang berulang tahun setiap 11 November tersebut mulai akrab dengan dunia MUA pada awal 2018. Sejak awal pandemi hingga kini, job yang diterima bisa dihitung jari.

Dara kelahiran Bojonegoro pada 1994 itu menghitung sekitar 16 kali job. Jumlahnya jauh berbeda saat sebelum pandemi.

Harga yang ditawarkan Ummi juga mengalami penyesuaian. Apalagi jika yang menggunakan jasanya adalah teman dekat. Harga yang dipatok tidak saklek seperti sebelum pandemi. Dia menyadari banyak orang yang terdampak pandemi. Dia mengaku bersyukur masih tetap mendapatkan cuan saat pandemi.

’’MUA ini hanya pekerjaan sampingan. Sebelumnya, saya kerja di dinas pemerintahan kota, kemudian sekarang ini di bank BUMN,” tambahnya. Pada saat sepi job, perempuan yang gemar memasak itu memanfaatkan waktunya untuk menerima jasa menjahit, memasang payet baju pesanan klien, hingga menjual pasmina. Tidak jarang, Ummi juga membagikan tutorial make-up di media sosialnya.

Jika Ummi agak nyantai untuk urusan job make-up, lain halnya dengan Bima Chang. MUA kelahiran Kediri itu justru sampai menolak beberapa klien. ’’Saya mementingkan keamanan diri dan klien juga. Kondisi pandemi takut juga,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Tak sedikit klien yang dijadwalkan make-up pada tahun lalu dimundurkan tahun ini. Ada beberapa ketentuan yang diterapkan Bima selama memberikan jasanya di masa pandemi. Salah satunya, wajib uji swab yang bukan hanya untuk dirinya dan tim. Namun, kliennya juga harus diuji usap.

Dia mengakui, keputusan tersebut tidaklah mudah. Namun, Bima tak mau ambil pusing dengan klien yang tidak ingin memenuhi ketentuannya. Dia menganggap, kesehatan dirinya, timnya, dan orang sekitar lebih penting daripada uang. Saat ada klien yang menolak, dia berusaha untuk membangun komunikasi secara halus dan memberikan pengertian.

Baca Juga: RT, RW, Lurah, dan Camat, Wajib Data Warga Surabaya yang Toron

Lain kepala, lain cerita. Fase kehidupan tiap orang pun berbeda-beda. Termasuk Septia Gita Ishmatningtyas. Dara cantik yang mulai mengenal dunia MUA sejak SMK kelas 2 itu menyetop seluruh promo saat awal pandemi sekitar Maret tahun lalu. ’’Kalau dihitung selama pandemi ini sekitar lima customer make-up,” ujarnya. 


Cerita Para MUA yang Berusaha Bertahan di Masa Pandemi Covid-19