Saksi Ahli Juliari Nilai Status JC Tak Bisa Diberikan Kepada Matheus

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Saksi Ahli Juliari Nilai Status JC Tak Bisa Diberikan Kepada Matheus


JawaPos.com – Ahli hukum pidana Universitas Airlangga, Nur Basuki Minarno menyatakan, permohonan justice collaboratore (JC) mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Hal ini lantaran Matheus Joko merupakan terdakwa dan juga saksi mahkota dalam kasus dugaan suap pengadaan bansos Covid-19.

“Kalau saksi mahkota itu, karena melihat adanya konflik kepentingan antara yang bersangkutan memerankan sebagai saksi, itu bertentangan dengan kepentingan dia saat mememarankan sebagai terdakwa. Ini harus dicermati betul, dalam KUHAP sepertinya dilarang,” kata Basuki saat menjadi saksi ahli untuk terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/6).

“Sebetulnya dalam KUHAP, kalau ada orang melakukan perbuatan pidana, mestinya harus digabung, bukan dipecah. Kalau dipecah efeknya akan jadi saksi mahkota, kita bicara umumnya aja kalau seorang terdakwa, kalau jadi skasi, nalurinya akan mengamankan dirinya sendiri,” tambahnya.

Dia meminta, Majelis Hakim bisa secara teliti memperhatikan kesaksian dalam setiap proses persidangan. Tidak bisa sembarang memberikan JC, terlebih kepada terdakwa.

“Harus benar-benar memperhatikan, keterangan yang benar-benar dalam poisisinya dia sebagai saksi dan terdakwa,” ujar Basuki.

Sementara itu, pengacara Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail menyatakan, justice collaborator hanya bisa diberikan kepada oarng yang bukan merupakan pelaku utama. Dia menyebut, kedudukan sebagai justice collaborator yang diminta oleh Matheus Joko Santoso dengan dalih ingin membongkar pelaku lain dalam tindak pidana, imbalan yang dia peroleh adalah janji keringanan hukuman.

“Pemberian status ini akan merusak sistem tawar-menawar yang disyaratkan oleh kedudukan justice collaborator. Tidak akan ada kasus ini, kalau tidak ada tangkap tangan terhadap MJS,” ucap Maqdir.

Maqdir mengutarakan, justice collaborator yang dijual dengan harga kesaksian, seharusnya dianggap sebagai jual beli kesaksian. Sehingga nilai dari kesaksian sudah tidak objektif lagi, karena Matheus Joko Santoso memberikan kesaksian hanya dengan iming-iming bayaran berupa status justice collaborator.

Maqdir memandang, status justice collaborator hanya bisa diberikan kepada orang yang bukan merupakan pelaku utama. Terlebih KPK memberikan status justice collaborator bukan untuk tujuan mengungkapkan kebenaran materiil, tetapi untuk mendapatkan bayaran dari Matheus Joko Santoso berupa kesaksian.

“Dengan demikian, maka ketika status sebagi justice collaborator disematkan kepada Matheus Joko Santoso, maka tindakan ini melanggar hukum,” tandas Maqdir.

Dalam persidangan ini, mantan Mensos Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap senilai Rp 32,48 miliar terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020. Juliari dinilai memotong Rp 10 ribu dari setiap paket pengadaan bansos.

Adapun rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari konsultan Hukum Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar. Kemudian dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp 1,95 miliar, serta sebesar Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Baca juga: Bertemu Juliari Batubara, Ihsan Yunus Klaim Tak Bicara Kuota Bansos

Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.


Saksi Ahli Juliari Nilai Status JC Tak Bisa Diberikan Kepada Matheus