Tolak Pasal Penghinaan Presiden dan DPR, PSI: Cederai Nilai Demokrasi

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Tolak Pasal Penghinaan Presiden dan DPR, PSI: Cederai Nilai Demokrasi


JawaPos.com – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan dan menolak masuknya delik penghinaan presiden dan DPR dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP).

“Pasal penghinaan Presiden dan DPR dalam RUU-KUHP mencederai esensi demokrasi, yaitu kebebasan berpendapat. Pasal tersebut punya potensi menjadi pasal karet yang menghambat diskursus publik yang sehat,” ujar Ketua DPP PSI, Tsamara Amany kepada wartawan, Rabu (9/6).

Menurut Tsamara, PSI tak melihat relevansi pasal-pasal semacam itu diterapkan di era demokrasi saat ini. Indonesia akan mundur puluhan tahun jika menerapkannya.

“Kalau dalam konteks pasal penghinaan Presiden, Pak Jokowi dari dulu biasa difitnah, tapi beliau selalu menjawab dengan kerja. Kritik seharusnya dibalas dengan kerja, bukan ancaman penjara. Itu pula yang seharusnya dilakukan DPR. Kalau ada yang mengkritik DPR, tunjukkan dengan perbaikan kinerja,” katanya.

Lebih jauh, kata Tsamara, sebaiknya DPR mengkaji ulang dan menghapus pasal-pasal ini dari RUU KUHP. Sehingga tidak menuai polemik di masyarakat luas.

Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden, Wamenkumham: Itu Delik Aduan

Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam draft RUU KUHP terbaru. Penghinaan terhadap presiden dan wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara. Bila penghinaan dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya menjadi 4,5 tahun penjara.

Sementara itu, bagi yang menghina lembaga negara, seperti DPR, bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara.


Tolak Pasal Penghinaan Presiden dan DPR, PSI: Cederai Nilai Demokrasi