Bantu Orang yang Dicatat Meninggal, tapi Hidup Serba Kekurangan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Bantu Orang yang Dicatat Meninggal, tapi Hidup Serba Kekurangan


Tidak ada bantuan yang tidak berarti. Kira-kira begitulah moto dari anak-anak muda yang tergabung dalam Tim Gerilya ini. Dikomando Shindi, tim yang dibentuk 10 orang itu rajin blusukan ke kampung-kampung. Satu per satu warga kurang mampu dan membutuhkan dibantu.

ARIF ADI WIJAYA, Surabaya

SENYUM Barno dan Indahwati merekah. Air mata pasangan suami istri itu pun ikut meleleh ketika menerima bantuan dari Tim Gerilya. Warga Surabaya yang indekos di Simo Gunung Kramat Timur Gang VIII itu tidak menyangka didatangi anak-anak muda yang membawa sembako.

Bagi Barno, bantuan tersebut sangat berarti. Sebab, selama pandemi, penghasilannya sebagai penjual koran eceran itu berkurang drastis. Bahkan, untuk membayar sewa kos bulanan yang sekitar Rp 300 ribu saja, rasanya begitu berat.

Barno sudah bertahun-tahun tinggal di kos-kosan yang hanya berukuran 3 x 3 meter. Meski tergolong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pria 66 tahun itu tidak terdata sebagai penerima bantuan dari pemerintah. Baik bantuan sosial tunai (BST) maupun bantuan lain bagi warga yang terdampak pandemi.

Tim Gerilya mendapat informasi adanya dua orang lanjut usia (lansia) yang membutuhkan bantuan. Setelah dicek, kondisi mereka memang memprihatinkan. ”Kami sempat cari tahu kenapa kok bapak ini tidak dapat bantuan. Ternyata mereka terdata sudah meninggal. Padahal, masih ada orangnya,” jelas Koordinator Tim Gerilya Shindi Anggun.

Kondisi Barno dan istrinya dicatat, lalu dilaporkan ke Komisi D DPRD Kota Surabaya. Mereka akhirnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Datanya tercatat sebagai MBR. Keduanya akhirnya menerima bantuan dari pemerintah.

”Karena mereka ini memang membutuhkan,” ujar alumnus Universitas Brawijaya, Malang, tersebut.

Barno merupakan satu di antara sekian banyak warga kurang mampu yang belum mendapat perhatian pemerintah. Pada akhir 2019, tim yang beranggota pemuda berusia 20–30 tahun itu juga menerima informasi penderita kanker yang tidak tertangani. Kondisinya begitu memprihatinkan. Penyakit dalamnya sudah merambat ke tangan kiri. Tangannya bengkak.

Shindi bersama timnya langsung turun melihat kondisi perempuan bernama Darmini tersebut. Warga Kelurahan Putat Jaya itu menderita penyakit kanker payudara. ”Waktu itu tidak bisa berobat karena BPJS-nya bermasalah. Ibunya itu tidak tahu bagaimana mengurusnya,” ujar Shindi.

Perempuan 27 tahun itu kembali mengadukan masalah tersebut kepada Komisi D DPRD Kota Surabaya. Dewan pun berkoordinasi dengan dinas kesehatan (dinkes). ”Akhirnya, ada petugas puskesmas yang ditugaskan datang ke lokasi untuk memeriksa kondisinya. Sambil jalan, BPJS-nya diurus dan akhirnya bisa,” terangnya.

Shindi menceritakan, Tim Gerilya dibentuk pada November 2019. Banyaknya informasi tentang warga kurang mampu yang belum tersentuh bantuan dari pemerintah menjadi motivasi mereka. Berbekal jaringan yang dimiliki, 10 orang yang berlatar belakang anggota karang taruna, pengurus RT/RW, sampai staf DPRD Kota Surabaya membentuk tim.

Nama Gerilya diambil bukan tanpa alasan. Dalam strategi perang, gerilya berarti sembunyi-sembunyi. Itulah cara kerja tim yang sekarang memiliki jaringan se-Kota Surabaya tersebut. ”Tidak banyak bicara, tapi lebih banyak bekerja. Dan, sebetulnya kami tidak suka koar-koar (ramai di media, Red),” jelas Shindi.

Mereka meyakini bantuan sekecil apa pun yang diberikan akan sangat berarti bagi orang yang membutuhkan. Apalagi bisa menghadirkan pemerintah ke warga yang benar-benar membutuhkan. Bagi mereka, itulah kepuasan tersendiri. ”Karena menyejahterakan rakyat sudah menjadi tugas pemerintah,” tandasnya. 


Bantu Orang yang Dicatat Meninggal, tapi Hidup Serba Kekurangan