Sepak Bola Indonesia Tak Pernah Berhenti Melahirkan Wonderkid

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Sepak Bola Indonesia Tak Pernah Berhenti Melahirkan Wonderkid


Ricky Pratama sempat emoh masuk timnas saking tak maunya posisi top scorer-nya tersalip. Dan, ada peran besar sang kakak dalam melambungnya karier Marselino Ferdinan sejauh ini.

JawaPos.com – Kesal benar Endang Kusmiati. Dari ujung telepon sana, sang anak, Ricky Pratama, mengaku ogah-ogahan berangkat ke Turki untuk menjalani pemusatan latihan tim nasional (timnas) U-19.

Alasannya, Ricky takut koleksi golnya bersama PSM Makassar U-18 di ajang Elite Pro Academy (EPA) bakal tersalip pesaing terdekatnya, Yuda Editya. Khawatir statusnya sebagai top scorer akan diambil alih pemain Borneo FC U-18 yang sudah mengoleksi 13 gol tersebut.

”Ya, kalau gitu nggak usah berangkat saja ke Turki,” jawab Endang ketika itu dengan nada ketus.

Jawaban sang ibu dengan nada tinggi itu langsung menyadarkan Ricky. Bahwa kesempatan membela timnas tidak datang dua kali. ”Dia (Ricky) itu anaknya memang gitu. Kompetitif, nggak mau kalah,” jelas Endang kepada Jawa Pos yang menemuinya di kediamannya di Krian, Sidoarjo.

Tapi, jiwa kompetitifnya itu jadi bagian penting meroketnya performa Ricky. Dia luar biasa subur. Dari 15 penampilan di EPA U-18 sejauh ini, dia sudah mencetak 27 gol. Itu yang membuatnya dipanggil Shin Tae-yong ke timnas U-19. Itu pula yang membuatnya mulai ramai disebut sebagai ”wonderkid” alias sang bocah ajaib di persepakbolaan Indonesia.

Sepak bola Indonesia, dengan segala kekurangannya, sebenarnya rutin melahirkan wonderkid alias pemain-pemain berbakat hebat. Oktober lalu harian terkemuka Inggris The Guardian memasukkan gelandang Persebaya Surabaya Marselino Ferdinan dalam daftar 60 wonderkid dari seluruh dunia. Empat tahun sebelumnya, Egy Maulana Vikri juga ada di daftar bergengsi serupa.

Ricky sendiri bukan kali ini saja membuktikan ketajamannya. Saat memperkuat timnas pelajar di kejuaraan Asia tiga tahun lalu, pemain kelahiran 6 Mei 2003 tersebut juga menjadi top scorer dengan 14 gol dari 9 laga.

Kalau kemudian Ricky kini bermuara di PSM, jauh dari Jawa Timur yang selama ini justru dikenal sebagai barometer sepak bola nasional, itu bermula dari turnamen pelajar tahun 2015. Di zona regional dia membela SSB Klakah Surabaya. Dari situ dia masuk tim Jawa Timur untuk turnamen pelajar zona nasional. Pada zona nasional itulah Ricky jadi top skor dengan 16 gol. Keberhasilan itulah yang kemudian membawanya ke timnas pelajar.

Seusai turnamen di Tiongkok tersebut, Ricky sempat mengikuti seleksi Bali United U-16. Tapi, dia gagal masuk. Setelah itu, secara mengejutkan, dia dihubungi Luther Amping, ayah penggawa PSM Edgard Amping, kolega Ricky di timnas pelajar 2018. ”Saya ditawari untuk masuk PSM U-16. Tanpa pikir panjang, saya terima tawaran itu,” kata Ricky kepada Jawa Pos.

Ricky saat itu baru saja lulus dari SMP Negeri 3 Krian. Begitu masuk PSM, dia ikut pemusatan tim di Mamuju, Sulawesi Barat. ”Semua fasilitas ditanggung klub. Saya juga sekolah SMA di Mamuju,” kata Ricky yang baru Juni lalu lulus dari SMA 2 Mamuju.

Pemain yang memulai karier di SSB Putra Sikatan, Wonoayu, Sidoarjo, tersebut sejatinya ingin bermain di Jawa Timur. ”Tapi, saat pulang dari timnas pelajar, memang tidak ada tawaran sama sekali,” ungkap alumnus SDN Sidomojo, Krian, itu.

Padahal, dari kecil Ricky punya tim impian. ”Saya sejak dulu suka sama Persebaya. Paling senang kalau nonton Andi Oddang,” ungkap pemain yang pernah juara Danone Nations Cup 2015 bersama SSB Banteng Muda tersebut.

Untuk saat ini Ricky mengikuti arus saja. ”Kalau misalnya ada tawaran masuk tim senior PSM, saya pasti akan mengambilnya,” kata sulung dari tiga bersaudara itu.

Sementara itu, di balik bersinarnya Marselino Ferdinan, ada peran besar sang kakak, Oktafianus ”Ovan” Fernando, yang se-klub dengannya di Persebaya. Jauh sebelum dikenal seperti saat ini, Ovan-lah yang hampir tiap hari mengantar sang adik yang dilahirkan pada 9 September 2004 itu latihan di SSB Real Madrid Sidoarjo.

Saat itu umur Marsel (sapaan Marselino Ferdinan) sekitar 6–7 tahun. Ovan juga yang kemudian mengusulkan kepada kedua orang tuanya agar adik bungsunya tersebut dimasukkan ke klub internal Persebaya Indonesia Muda. Sama sepertinya dulu.

Berkat gemblengan kompetisi internal Persebaya, di usianya yang baru 13 tahun, Marsel sudah masuk skuad EPA Persebaya U-16. Lebih muda tiga tahun dari rata-rata rekannya setim.

Dari EPA U-16 itu juga bakat Marsel pun tercium oleh pelatih timnas U-16 Indonesia Bima Sakti. Dia langsung jadi andalan. Tak tergantikan di lini tengah. ”Tapi, saat pandemi Marsel sempat bingung harus ke mana. Internal berhenti, EPA juga,” kenang Ovan.

Lagi-lagi, Ovan mengambil peran. Dia pun mengusulkan kepada manajemen agar pesepak bola berusia 17 tahun itu diperbolehkan ikut latihan tim senior Persebaya. Permintaan Ovan tersebut ditanggapi positif pelatih Persebaya Aji Santoso.

Dari yang awalnya hanya latihan, dia lantas disodori kontrak jangka panjang. Dan kini bahkan tercatat sebagai pencetak gol termuda di Liga 1 sejak 2017 berkat golnya ke gawang Arema FC pekan lalu.


Sepak Bola Indonesia Tak Pernah Berhenti Melahirkan Wonderkid