June 14, 2020 at 10:00AM - Enam Lawan Terberat yang Pernah Dihadapi Mohammad Ahsan -

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Enam Lawan Terberat yang Pernah Dihadapi Mohammad Ahsan

JawaPos.com-Bersama Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan menjalani kebangkitan luar biasa sepanjang 2019.

Dimulai dari juara All England, Hendra/Ahsan kemudian menyapu dua gelar terbesar tahun lalu. Yakni juara dunia dan menjadi kampiun turnamen puncak akhir tahun, BWF World Tour Finals 2019.

Gelar 2019 di Basel adalah trofi kejuaraan dunia ketiga dalam karir Ahsan. Sebelumnya, dia menjadi juara dunia 2013 Guangzhou dan 2015 di rumah sendiri, Istora Senayan Jakarta.

Keduanya bersama Hendra.

Catatan fenomenal pada 2019 tidak hanya membawa Hendra/Ahsan kukuh di ranking dua dunia. Lebih dari itu, The Daddies memastikan satu tempat ke Olimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung tahun depan.

Bermain di Tokyo bisa menjadi ajang ‘penebusan dendam’ bagi Ahsan. Pemain kelahiran Palembang ini memang gagal bersinar dalam multievent olahraga terbesar di dunia itu.

Bersama Bona Septano, Ahsan hanya mampu mencapai perempat final Olimpiade London 2012. Sedangkan di Olimpiade Rio 2016, pencapaian Ahsan dan Hendra lebih buruk lagi. Berstatus unggulan kedua, mereka bahkan tidak mampu untuk sekadar lolos dari fase grup.

Dalam beberapa kesempatan, Hendra mengatakan bertekad ‘membantu’ Ahsan untuk meraih medali Olimpiade. Dengan usia yang semakin menua (Hendra berusia 37 pada Agustus 2021 dan Ahsan berumur 34 tahun pada September 2021), misi itu tentu saja akan sangat berat.

Namun, keduanya membulatkan hati untuk menjaga kondisi fisik dan berambisi tampil pada puncak permainan di Tokyo.

Kepada wartawan JawaPos.com Gugun Gumilar, Ahsan mengungkapkan enam lawan terberat dalam perjalanan karirnya. Artikel ini melengkapi enam musuh terseram yang pernah dihadapi Hendra yang dimuat pada edisi 9 Mei 2020.

1. Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong (Korea Selatan)

Kali pertama kami bertemu mereka pada 2013 sudah 13 kali bertemu dan saling mengalahkan (Lee/Yoo menang tujuh kali dan Hendra/Ahsan menang enam kali, Red).

Bisa dibilang, mereka musuh bebuyutan kami. Mereka tidak mudah dimatikan dan jarang membuat kesalahan sendiri.

Selain itu, power dan defense mereka bagus. Terutama Lee. Meski sempat beberapa kali berganti pasangan, prestasi dia tetap stabil.

Yoo Yeon-seong (kiri) dan Lee Yong-dae saat beraksi pada Olimpiade Rio 2016 (Ed Jones/AFP)

2. Zhang Nan/Fu Haifeng (Tiongkok)

Menghadapi mereka tak boleh membuat kesalahan sedikitpun. Terutama Zhang Nan. Dia punya kualitas di atas rata-rata dan fisik yang bagus. Kecepatan dan teknik Zhang Nan sangat cukup untuk menutupi kelemahan Fu Haifeng.

Di setiap pertandingan, mereka stabil bermainnya. Pertahanannya juga rapat, power besar, pukulannya juga mematikan. Setiap kami nyerang, selalu dibalikin lagi. Defensenya kuat banget.

Zhang Nan (kanan) dan Fu Haifeng saat meraih emas ganda putra Olimpiade Rio 2016, 19 Agustus 2016. (Goh Chai Hin/AFP)

3. Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo (Indonesia)

Mereka masih muda, lagi berada di usia emas, lagi masanya mereka. Dalam permainan, Marcus/Kevin juga tampil lebih cepat dan punya kualitas lebih bagus. Sulit untuk mengalahkan mereka. Mereka selalu bisa membaca permainan kami.

Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo ketika beraksi pada All England 2020. (Nafielah Mahmudah/PP PBSI).

4. Li Junhui/ Liu Yuchen (Tiongkok)

Punya postur tinggi-tinggi cukup menguntungkan bagi mereka. Permainan nonlob dan bola belakang ke depan mereka juga bagus. Tapi dari beberapa pertemuan, kami selalu bisa unggul.

Hendra dan Ahsan bersalaman dengan Li Junhui/Liu Yuchen setelah partai semifinal Malaysia Masters 2020. (PP PBSI).

5. Ko Sung-hyun/Shin Baek-cheol (Korea Selatan)

Ko/Shin punya pola dan drive yang bagus. Pergerakan mereka cukup merepotkan kami. Mereka mempunyai power kencang, tekanan pukulannya kuat, gerakannya juga cepat. Permainan bola-bola panjangnya juga bagus.

Ko Sung-hyun (kiri) dan Shin Baek-cheol saat menjadi juara Indonesia Open 2015. (Adek Berry/AFP)

6. Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe (Jepang)

Endo/Watanabe punya pertahanan yang superketat dan kukuh. Mereka sering memaksa lawannya memainkan reli panjang yang akhirnya jadi keuntungan buat mereka.

Salah satu cara mengalahkan Endo/Watanabe adalah kami jangan terpancing mengikuti gaya main mereka. Sebaliknya, kami yang harus mengatur pola serangan.

Endo/Watanabe ini lebih banyak menerapkan taktik bola-bola pendek. Kami harus menyerang di bagian depan mereka, karena pertahanan mereka memang sangat bagus. Mereka masih muda dan sangat sulit dikalahkan.

Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan bersalaman Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe di podium BWF World Tour Finals 2019. (Bimo Tegar/Djarum Badminton)

Enam Lawan Terberat yang Pernah Dihadapi Mohammad Ahsan