Barto & Friends Bantu Usaha Kecil Makanan Naik Kelas

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Barto & Friends Bantu Usaha Kecil Makanan Naik Kelas


Grup kecil ini terdiri atas sekumpulan orang yang doyan kulineran. Namun, bukan sekadar icip-icip, Barto and Friends juga turun tangan mengoreksi seluk-beluk usaha food and beverages. Terutama UMKM. Mereka membantu usaha kecil itu naik kelas.

GALIH ADI PRASETYO, Surabaya

SEMUANYA berawal dari obrolan di teras kedai kopi di kawasan Jalan Krukah Selatan. Pembicaraan yang tidak jauh soal makanan itu kemudian berbuah ide. Lima orang memutuskan untuk membentuk grup review kuliner. Barto and Friends namanya.

Tidak sekadar merasakan dan berkomentar. Latar belakang yang berbeda-beda menggiring pikiran mereka untuk menciptakan obrolan yang out of the box.

Penilaian tidak melulu tentang cita rasa, tetapi citra rasa.

Barto and Friends digawangi lima orang. Mereka adalah Barto Dahana yang ahli soal masak-memasak. Profesinya chef dan konsultan kuliner.

Kemudian, ada Ryant Dlembo yang punya segudang pengalaman soal bisnis. Ahli dalam strategi usaha dan berkaitan dengan manajerial. Ada pula Dirganto, seorang pakar wirausaha plus ahli teknologi pangan.

Berikutnya adalah Fredy Yunarto yang sudah melanglang buana di dunia icip-icip. Sudah terlatih menilai dan membedakan makanan yang memiliki citra rasa istimewa. Terakhir, Dhahana Adi yang selalu berkutat dengan media dan komunikasi.

Keahlian mereka masing-masing bagaikan one dish meal. Sajian lengkap dalam sebuah piring. Grup yang berdiri sejak 2019 itu tidak pernah absen kulineran sambil melatih kepekaan lidah. Mereka juga getok tular soal ilmu. Terutama ke UMKM.

’’Kami memang memiliki cita-cita agar UMKM itu bisa mendominasi dunia usaha di Indonesia. Jika diperhatikan, persentasenya memang sangat kecil. Padahal, semakin banyak UMKM, ekonomi bakal semakin kuat,’’ ujar Barto.

Prinsip itu terus bertahan hingga sekarang. Apalagi berbagai kesempatan mempertemukan mereka dengan para pelaku usaha kecil. Banyak kesulitan yang dihadapi. Mulai yang paling dasar soal rasa hingga pemasaran dan manajerialnya.

Saat datang, mereka memberikan masukan kepada pemilik usaha. Apa saja yang bisa dilakukan agar pemasaran produknya kian luas. Syukur, bisa mencapai level atas layaknya fine dining ala resto.

’’Seperti yang pernah kami lakukan ke seorang penjual bongko menthuk. Produknya enak. Cuma karena sudah sepuh, dia gagap teknologi. Begitu kami bantu untuk membuat video dan lainnya, kaget dia. Banyak orang jauh yang datang ke tempatnya,’’ terang Fredy.

Kelas belajar juga dibuka. Judulnya bukan pelatihan, melainkan review. Ya dalam review itu, UMKM diminta membawa produk yang dimiliki. Bersama-sama tim akan mengoreksi makanan itu, mulai A sampai Z.

Bukan sekadar koreksi sekali. Terus berulang sampai menemukan komposisi yang pas. Review pertama bisa jadi ada rasa yang kurang. Barto and Friends akan terus mendampingi hingga ketemu finishing touch yang pas. Bahkan bisa menjadi sebuah signature dish.

’’Rata-rata 3–4 kali koreksi rasa. Namun, ada juga yang sampai delapan kali. Karena eksperimen terus untuk menemukan kombinasi yang menurut kami klop,’’ terang alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu.

Selain rasa, teknik memasak, plating, packaging, higienitas, hingga gizi produk adalah penilaian yang juga dipertimbangkan. Ada Ganto, sapaan Dirganto, yang expert di bidang itu. Misalnya, apakah produk tersebut terlalu banyak karbohidrat atau gula.

Tidak jarang, ada makanan yang menggunakan komposisi bahan yang berlebihan. Akibatnya, lidah jengah dan tidak nyaman. ’’Padahal, konsumen juga berhak mendapat yang terbaik dari apa yang mereka beli,’’ ujarnya.

Jika sudah menemukan racikan yang seimbang, dilanjutkan evaluasi manajerial. Misalnya, biaya produksi dan persentase keuntungan. Banyak UMKM yang terkejut lantaran setelah diakumulasi, beban yang dianggap sepele ternyata menjadi cost yang tidak terduga.

’’Ada UMKM yang terkejut. Setelah dihitung, ternyata selama ini dia hanya untung bersih Rp 500. Kami bimbing mereka secara detail, penggunaan garam hingga gas sekalipun harus detail. Berapa biayanya untuk sekali produksi,’’ ujar Ryant.

Menurut dia, pengetahuan itu harus dipegang UMKM sejak awal. Jangan sampai saat produk menjadi besar, mereka kemudian kaget. Misalnya, produksi di rumah sehingga listrik tidak dihitung karena ikut pengeluaran rumah tangga. Tetapi saat pindah ke tempat khusus usaha, ternyata tagihannya besar.

Terakhir, tinggal menggenjot promosi. Lewat berbagai platform media sosial yang kekinian. ’’Kami juga menghimpun data UMKM itu. Sebagai database. Bisa untuk penelitian atau untuk kepentingan lain. Misalnya, ada pihak yang mencari UMKM untuk pameran. Kami sudah siap dengan data itu,’’ ujar Ipung, sapaan Dhahana Adi.

Hingga sekarang sudah ada 50 UMKM yang selesai didampingi. Mereka sudah mandiri. Namun, bukan berarti mereka dilepas begitu saja. Barto and Friends tetap mengawasi jalannya usaha tersebut.

Baca Juga: Jika Ingin Sewa Pesawat, Tim Indonesia Harus Alokasikan Hampir Rp 1 M

’’Kadang kami lakukan kunjungan dadakan. Seperti sidak pejabat. Apakah makanan yang mereka hasilkan ini masih konsisten atau ada penurunan,’’ papar Fredy.

UMKM itu diminta tidak pelit ilmu. Berbagi dengan yang lain. Ternyata, banyak yang mengikuti jejak Barto and Friends. ’’Ada juga yang mengadakan pelatihan sendiri untuk warga di sekitar tempat usaha mereka,’’ ujarnya.

Saksikan video menarik berikut ini:


Barto & Friends Bantu Usaha Kecil Makanan Naik Kelas