Baru Sebatas Uji In Vitro, Pakar UGM Sebut Ivermectin Obat Cacing

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Baru Sebatas Uji In Vitro, Pakar UGM Sebut Ivermectin Obat Cacing


JawaPos.com–Di tengah kasus Covid-19 yang makin menanjak, publik dihebohkan dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa Ivermectin digunakan sebagai terapi pasien Covid-19. Padahal ivermectin adalah obat cacing dan belum pernah menjalani uji klinis untuk pasien Covid-19.

Guru besar farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati mengatakan, Ivermectin adalah obat generik. Ivermectin ramai disebut sebagai obat Covid-19 setelah keluar publikasi dari tim peneliti di Australia awal 2021.

’’Ini obat lama. Pada 1975 ditemukan oleh orang Jepang. Digunakan sebagai obat antiparasit mulai 1981,’’ kata Zullies Ikawati.

Perempuan yang menjabat sebagai Ketua Program S3 Ilmu Farmasi UGM itu menjelaskan, penelitian yang dilakukan di Australia itu baru sebatas pengujian in vitro. Pengujian in vitro adalah pengujian obat yang dilakukan di luar tubuh manusia. Jadi publikasi tersebut bukan berbasis kegiatan penelitian berbasis uji klinis pada manusia.

Ketika dalam pengujian in vitro obat Ivermectin tersebut bisa membunuh virus Covid-19, tidak serta merta bisa diterapkan untuk manusia. Sebab, ketika diujikan ke manusia, harus dikaji aspek efek sampingnya. Kemudian juga ketentuan dosis yang efektif untuk membunuh virus Covid-19 di tubuh manusia.

Di Indonesia, sampai saat ini belum ada kegiatan uji klinis kepada manusia atau pasien Covid-19 untuk obat ivermectin tersebut. Dia mengaku sempat kaget beredar berita bahwa Ivermectin adalah obat terapi pasien Covid-19. Sebab, sepengetahuannya negara yang sudah menjalankan uji klinis obat Ivermectin untuk pasien Covid-19 adalah India.

’’Saat ini uji klinis (Ivermectin untuk pasien Covid-19 di Indonesia, Red) baru akan diusulkan Balitbangkes Kemenkes. Dan ini nanti memerlukan sponsor,’’ tutur Zullies Ikawati.

Zullies menambahkan, surat izin yang dikeluarkan BPOM kepada PT Indofarma Tbk itu adalah Ivermectin sebagai obat cacing. Semua paten obat ini dipegang Merck. Setelah sekian tahun, paten tersebut lepas. Sehingga perusahaan farmasi lain boleh memproduksi obat Ivermectin tersebut.

”Kita harus bangga karena perusahaan farmasi lokal mendapatkan izin dari BPOM. Sehingga tidak perlu impor,’’ kata Zullies Ikawati.

Namun sekali lagi Zullies menegaskan, izin yang dikeluarkan BPOM tersebut adalah Ivermectin sebagai obat cacing. Bukan untuk obat pasien Covid-19.

Meskipun begitu, dia mengatakan, seorang dokter boleh saja menggunakan obat Ivermectin kepada pasien yang terserang Covid-19. ’’Asalkan dokternya tanggung jawab. Namanya off label atau di luar indikasi resmi,’’ jelasnya.

Dia juga mengingatkan Ivermectin masuk kategori obat keras sehingga harus dari resep dokter. Dia menjelaskan, masyarakat sebaiknya menunggu saja analisis dan manfaat obat Ivermectin dari BPOM. Zullies menjelaskan pihak manapun jangan ada yang mendahului BPOM. BPOM harus bekerja dengan independen dan tanpa tekanan.

Dia mendengar di Jawa Tengah ada dokter yang mendapatkan kiriman obat Ivermectin dari Jakarta. Tetapi tidak bersedia menggunakannya untuk pasien Covid-19 yang mereka rawat.


Baru Sebatas Uji In Vitro, Pakar UGM Sebut Ivermectin Obat Cacing