Eugene Tandean Berani Ubah Usaha Travel Orang Tua Sesuai Kondisi Zaman

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Eugene Tandean Berani Ubah Usaha Travel Orang Tua Sesuai Kondisi Zaman


Usaha travel agent belakangan meredup seiring dengan munculnya aplikasi online travel agent. Ditambah lagi, adanya pandemi yang menggempur dunia pariwisata. Eugene Tandean tak mau takluk. Dia berusaha membangkitkan usaha orang tuanya meski jalannya tak selalu langsung disetujui.

RETNO DYAH AGUSTINA, Surabaya

EUGENE membuka salah satu aplikasi di ponselnya bernama Travelite. Dominasi warna putih dengan huruf berwarna cerah langsung mengisi layar. ”Ada enam kode yang harus diisi untuk masuk ke aplikasi,” tuturnya.

Kode tersebut diberikan Eugene kepada klien sesuai dengan itinerary yang diinginkan. Begitu masuk, seluruh informasi dan arahan yang dibutuhkan klien langsung tercantum. Aplikasi tersebut menjadi semacam pemandu tur secara digital.

Mulai tiket kendaraan, tiket masuk wahana, susunan jadwal wisata, hingga arahan transportasi publik di lokasi yang dikunjungi.

”Kadang kalau lewat grup messenger, kan ketumpuk, menyulitkan saat butuh,” ucap Eugene. Dengan penggunaan aplikasi, pelancong lebih mudah mencari informasi yang dibutuhkan.

Ide tersebut tercetus saat Eugene magang di perusahaan orang tuanya sendiri. Perusahaan tur dan travel lebih banyak melayani klien dari jenis berkelompok, seperti perusahaan dan komunitas. Eugene mulai melirik gaya hidup anak muda yang suka jalan-jalan dengan kelompok yang lebih kecil dan intim. ”Aku bilang ke orang tua, ini ada pasarnya, percaya deh,” imbuhnya.

Anak muda cenderung tidak mau dipandu tour leader. Mereka lebih nyaman jalan-jalan sendiri dengan kawan yang sudah klop banget. Ketambahan orang baru malah bikin liburan jadi kurang asyik.

Eugene juga melihat makin banyak perjalanan ke luar negeri untuk pre wedding. Menurut dia, memasuki jenis pasar baru seperti itu bisa jadi masa depan perusahaan travel. ”Orang tua sempat ragu, ’ngapain sih’,” ucap Eugene menirukan orang tuanya.

Namun, Eugene meyakinkan bahwa menjaga perusahaan harus dilakukan dengan inovasi. Tak bisa hanya diam di tempat dan menunggu. Eugene memutuskan untuk belajar membuat aplikasi. Bisa dibilang, belajar sendiri justru lebih murah daripada mencari vendor desain hingga developer aplikasi.

Eugene akhirnya menemukan partner yang tepat untuk membangun aplikasinya sendiri. ”Kami bertiga bagi tugas untuk bikin aplikasi. Aku lebih banyak fokus ke perkembangan produknya,” imbuh perempuan 25 tahun itu. Perkembangan produk yang dilirik memang tidak sepenuhnya mudah.

Sentuhan personal dari pemandu tur tak bisa sepenuhnya dihilangkan. ”Namanya dunia hospitality ya, yang dicari kan pelayanan dengan sentuhan personal,” papar perempuan yang tinggal di kawasan Surabaya Barat tersebut.

Sentuhan personal itu bisa disisipkan melalui pengingat-pengingat kecil dari aplikasi. Perkiraan cuaca pada hari wisata diikuti dengan pengingat membawa jas hujan atau memakai baju yang nyaman. Detail-detail tersebut cukup bikin pusing, lho.

Sisi pengembangan pilihan wisata juga dilakukan Eugene dan tim Travelite. Sebelumnya, mereka lebih banyak fokus di perjalanan luar negeri. Namun, pandemi membuat perjalanan ke luar negeri sangat terbatas. ”Akhirnya sekarang kami justru mengembangkan yang di dalam negeri,” terangnya.

Lokasi-lokasi hidden gems atau yang belum terkenal mulai digarap. Hal tersebut mengikuti minat pelancong yang mulai bergeser. Mereka memilih pergi ke lokasi yang menyenangkan, tapi tetap sepi supaya menurunkan risiko penularan Covid-19.

Suasana segar menjadi tujuan utama, tanpa harus berkerumun dengan banyak orang tak dikenal. ”Seperti sekarang Bali Utara makin dilirik, belum seramai Bali Selatan, tapi punya pesona juga,” paparnya. Pulau Menjangan termasuk salah satu lokasi hidden gems miliknya.

Alumnus Universitas Ciputra itu juga sedang membangun konsep kerja sama dengan fotografer lokal. Sesi foto saat liburan di media sosial sudah menjadi barang wajib. Adanya fitur fotografer bisa menjadi nilai tambah untuk perusahaannya.

”Selama pandemi seiring menunggu klien banyak lagi, harus dimanfaatkan untuk mengembangkan produk,” ucap perempuan yang juga bekerja sebagai dosen praktisi itu.

Pengembangan tersebut tentu tetap diajukan Eugene ke orang tuanya. Bagaimanapun, ayah dan ibunya yang membangun perusahaan sejak titik nol. ”Jadi ya tidak semua pasti gol,” ucap Eugene, kemudian tertawa. Ada beberapa ide yang memang harus dicari jalan tengahnya atau bahkan tak dilakukan saat ini.

”Bagiku, mereka juga rem penyelamat,” sambungnya. Kadang beberapa ide pengembangan tersebut belum punya konsumen yang kuat. Mengeluarkan modal yang besar, tapi belum tampak banyak peminatnya.

Baca Juga: Mengenang Dokter Agus, Sosok Berjasa bagi Pasien Kembar Siam

Ada pula beberapa ide yang dicari jalan tengahnya, seperti pengelolaan digital marketing. Eugene menyadari orang tuanya belum banyak menyelami dunia digital untuk mengetahui dampaknya pada pembelian produk. Tapi, Eugene tetap berusaha mengembangkannya meski dengan pembiayaan yang terbatas dari sana-sini.

”Yang penting, kita jalan terus meski pandemi seperti bikin kita berhenti,” tuturnya. Tapi, pengembangan produk tak perlu harus menunggu dunia berjalan lagi. Selama seseorang mau berinovasi, dunia pun ikut berjalan dengannya. 


Eugene Tandean Berani Ubah Usaha Travel Orang Tua Sesuai Kondisi Zaman