Tagihan Tidak Disetorkan, Duit Perusahaan Raib Rp 219 Juta

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Tagihan Tidak Disetorkan, Duit Perusahaan Raib Rp 219 Juta


JawaPos.com – Uang selalu menjadi primadona hidup di kota metropolitan seperti Jakarta. Semakin banyak cuan, maka bisa memberikan kehidupan yang layak, plus bisa membuat gaya hidup meningkat. Oleh karena itu, tak sedikit orang gelap mata, menghalalkan segala cara agar pundi-pundi rupiahnya menggunung.

Martha Tri Wahyunintya misalnya. Perempuan kelahiran Kediri, Jawa Timur, 37 tahun silam itu, menyia-nyiakan statusnya sebagai karyawan tetap di PT Pilar Inti Fittindoz Jakarta Barat, demi mendapat uang banyak secara singkat. Padahal jabatannya di perusahaan tersebut sudah cukup bagus yakni sebagai accounting collection atau bagian penagihan.

Dia dengan berani menggelapkan uang perusahaan hingga ratusan juta rupiah, hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya dia harus menuai hasil dari apa yang dia tanam. Yakni mendekam di penjara.

Pangadilan Negeri Jakarta Barat menyatakan Martha terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan dalam Jabatan sesuai dengan Pasal 374 KUHPidana. Dia pun dijatuhi vonis 1,5 tahun.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Martha Tri Wahyuningtyas oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” kata Hakim Ketua Purwanto dalam putusannya.

Hukuman terhadap Martha lebih ringan 4 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kasus ini bermula saat Martha bertugas melakukan pengecekan keuntungan dan kerugian hasil penjualan serta melakukan penyetoran hasil penjualan atau hasil tagihan ke bagian keuangan di PT Pilar Inti Fittindo.

Setiap hari Martha menerima sales invoice dari bagian sales admin. Dia kemudian melakukan pengecekan keuntungan serta kerugiannya. Setelah jatuh tempo pembayaran yang tertera di dalam invoice, Martha akan menyuruh bagian kolektor untuk melakukan penagihan terhadap konsumen.

Pembayaran dari konsumen biasanya berupa uang tunai, giro, cek dan ada yang berupa bukti transfer. Pembayaran konsumen ini selanjutnya dibuatkan tanda terima setoran bukti oleh Martha yang menyatakan bahwa bagian kolektor dalam hal ini Rahmat Sumantri telah menyetor uang tagihan konsumen.

Uang itu kemudian diteruskan oleh Martha ke bagian finansial atau keuangan. Namun mulai dari 06 Januari 2020 sampai dengan 10 Februari 2020 uang hasil tagihan dari Rahmat  tidak setorkan ke bagian keuangan. Uang itu malah dipakai Martha untuk kepentingan pribadi terdakwa.

Johan Tjhin selaku Direktur Utama PT Pilar Inti Fittindo pun mulai mencium gelagat mencurigakan Martha. Pada 16 April 2020 Johan meminta bagian keuangan yakni Cicilia Novianty Halim untuk melakukan audit di data komputer uang masuk dengan uang di rekening perusahaan. Dari sini ditemukan selisih antara uang masuk yang ada di data komputer dengan rekening perusahaan mencapai ratusan juta.

Johan langsung memanggil Martha untuk selanjutnya dilakukan introgasi. Martha pun tak bisa lagi mengelak. Dia mengakui bahwa uang tersebut telah dipakai untuk kepentingan pribadi.   “Bahwa atas perbuatan terdakwa PT Pilar Inti Fittindo menderita kerugian sekitar Rp 219.000.422,” kata Purwanto.

Dalam persidangan, Johan juga memberikan kesaksian dalam kasus untuk. Pada intinya dia membenarkan bahwa Martha adalah pegawainya, yang dia tugaskan sebagai accounting collection. Setiap bulan, Martha diberika gaji Rp 5.266.900.

Kejahatan Martha terbongkar setelah dirinya sendiri yang memerintahkan bagian keuangan untuk melakukan audit. Dan ditemukan selisih keuangan sekitar Rp 219.000.422.

“Atas temuan tersebut langsung memanggil terdakwa dan selanjutnya dilakukan introgasi, dan terdakwa mengakui bahwa Uang tersebut telah dipakai untuk kepentingan pribadi terdakwa,” kata Johan.

Sedangkan Martha di dalam persidangan juga tidak membantah atas kejahatannya. Kesaksi para saksi yang dihadirkan pun tidak dibantahnya. Dia mengakui telah menggelapkan uang konsumen yang ditagih oleh Rahmat pada periode 06 Januari 2020 sampai dengan 10 Februari 2020.

“Uang hasil tagihan dari Rahmat Sumantri tidak setorkan ke bagian keuangan, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi,” kata Martha.

Meskipun tidak didampingi oleh tim kuasa hukum selama persidangan, Martha menyampaikan pembelaan secara lisan. Pada intinya memohon keringanan hukuman dari Majelis Hakim. Dia beralasan sudah mengakui perbuatannya, merasa bersalah, menyesali perbuatannya, berjanji tidak akan mengulanginya lagi, dan belum pernah dihukum.


Tagihan Tidak Disetorkan, Duit Perusahaan Raib Rp 219 Juta