Rerie: RUU TPKS Bukan Sebatas Perlindungan Korban Kekerasan Seksual

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Rerie: RUU TPKS Bukan Sebatas Perlindungan Korban Kekerasan Seksual


JawaPos.com – Perjuangan menghadirkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) harus menjadi gerakan bersama semua elemen masyarakat. Tujuannya agar negara mampu melindungi korban kekerasan seksual yang semakin meningkat.

“Mengakhiri kekerasan, menghadirkan payung perlindungan hukum bukan sebatas kampanye tetapi sebuah kerja nyata setiap elemen negara untuk melindungi kelompok masyarakat yang sering menjadi obyek kekerasan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Nasib RUU TPKS di Penghujung 2021 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (8/12).

Menurut Lestari, pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) bukan terkait perlindungan korban kekerasan seksual semata, lebih dari itu sangat terkait dengan hak asasi manusia (HAM).

Sehingga, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, seluruh elemen bangsa harus hadir dengan melakukan kerja nyata dalam mewujudkan aturan hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual. Karena itu, diperlukan kesadaran bersama bahwa terjadi perubahan yang cepat di berbagai sektor kehidupan sehingga perlu kesiapan dari sisi aturan dan aparat untuk mengantisipasinya.

“Harapannya UU TPKS bisa mempersempit gap aturan hukum yang ada agar mampu melindungi korban tindak kekerasan seksual yang semakin meningkat,” ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.

Sememntara itu, pembicara lainnya dalam diskusi tersebut, Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Willy Aditya, mengungkapkan Baleg telah sepakat untuk mengajukan RUU TPKS ke Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU usulan inisiatif DPR. Setelah itu, akan dibahas bersama pemerintah untuk menjadi undang-undang.

“Mayoritas fraksi sudah sepakat agar RUU TPKS di bawa ke Rapat Paripurna. Satu langkah kecil sudah kita lalui, mudah-mudahan dengan sejumlah langkah lagi ke depan bisa segera menjadi undang-undang,” ujar Willy.

Willy juga mengungkapkan, pihaknya siap bila harus membahas RUU TPKS di masa reses, sehingga pada Januari tahun depan RUU TPKS bisa segera menjadi undang-undang.

Merespons hal tersebut, Koordinator Advokasi Nasional Asosiasi LBH APIK Indonesia, Ratna Batara Munti mengungkapkan, ada dinamika pada pembahasan RUU TPKS di Baleg saat ini. Karena ada sejumlah upaya untuk mengarahkan pembahasan soal kekerasan seksual menjadi isu-isu kesusilaan semata.

Ratna berharap para wakil rakyat tidak memasukkan isu-isu yang tidak relevan di luar kekerasan seksual. Sehingga UU TPKS, jelas Ratna, mampu menjadi jawaban atas kekosongan hukum dalam kasus-kasus tindak kekerasan seksual di tanah air.

Hal serupa juga dikatakan, Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen RI, Luluk Nur Hamidah. Menurutnya dalam pembahasan RUU TPKS banyak kepentingan yang menghadang baik dari kepentingan ideologi, kelompok konservatif dan budaya patriarki.

“Para pemangku kepentingan,harus mengedepankan sebesar-besarnya kemaslahatan masyarakat untuk menjadi dasar hadirnya UU TPKS dalam upaya melindungi kelompok masyarakat yang rentan dari ancaman tindak kekerasan seksual,” ujarnya.


Rerie: RUU TPKS Bukan Sebatas Perlindungan Korban Kekerasan Seksual