Esthy Wika Berjuang Merawat Anak Penyandang Disabilitas dengan Buku

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Esthy Wika Berjuang Merawat Anak Penyandang Disabilitas dengan Buku


Berbagai potongan cerita merawat sang buah hati dikumpulkan Esthy Wika. Mulai kisah sedih hingga yang senang. Bahkan, kini telah lahir dua buku. Ada pesan yang sangat dalam bagi para orang tua. Yakni, harus menerima dan mensyukuri segala ketetapan dari Ilahi.

WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Surabaya

PENGALAMAN dan cerita sehari-hari Esthy Wika tak hilang begitu saja. Semua dituangkan dalam tulisan. Entah buku diari atau di blog. Dia melakukannya sejak lama. Yakni, enam tahun lalu. Tepatnya mulai 2014 hingga 2020. Bukan tanpa alasan, semua itu dilakukan agar bisa dikenang. Bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga kedua anaknya.

Memiliki dua buah hati dengan usia sepantaran tentu tidaklah mudah. Apalagi satunya lahir dengan kebutuhan khusus. Esthy dianugerahi dua buah hati. Laki-laki dan perempuan. Usianya hanya terpaut setahun. Anak pertamanya mengalami ganguan pendengaran atau tuli. Satu anak lagi normal.

Adnan Kenzie adalah anak pertama Esthy. Dia penyandang disabilitas sejak dilahirkan. Gangguan pendengaran itu baru diketahui enam bulan setelah lahir. Berbagai upaya dilakukan. Termasuk menjalani terapi. Baik di Surabaya maupun ke Lawang, Malang.

Perjuangan itu dijalani hampir tiga tahun. Semua dilakukan demi Kenzie agar bisa berbicara. Hal tersbut tidak mudah. Sebab, Esthy juga memiliki buah hati yang masih kecil. Yakni, Uma Aathifah. Adik Kenzie.

Sayang, ikhtiar itu tidak membuahkan hasil. Sebab, kondisi emosional Kenzie belum stabil. Dia akhirnya disekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Karya Mulia, Wonokromo. ’’Pernah di SLB Sidoarjo, tapi dia enggak mau,’’ ucap Esthy kemarin siang (13/4).

Rumahnya di Gedangan, Sidoarjo, membuat perempuan alumnus Unair itu harus naik turun angkot. Hal tersebut tidak membuatnya patah semangat. Hingga akhirnya pada 2018 dia mengikuti seminar. Pesertanya anak tuli berprestasi.

Dalam kesempatan itu, dia mendapat jejaring yang banyak. Bahkan hingga dari kota-kota di seluruh Indonesia. Kedekatan dengan para orang tua yang memiliki anak tuli membuatnya bergerak. Yakni, membuat buku antologi tuli. Isinya tentang kumpulan kisah orang tua yang memiliki anak tuli.

Dengan judul Membersamaimu, buku setebal 201 halaman itu bercerita perjuangan orang tua dalam merawat anaknya yang mengalami tuli. Buku tersebut kemudian dirilis pada 2020. Berbagai cerita dari para orang tua itu sengaja dibukukan. Tujuannya, saling menginspirasi. Sebab, hal tersebut sudah menjadi ketetapan Ilahi.

Tak berhenti di situ, Esthy mencoba bercerita dari sudut lain. Yaitu, dari sisi anaknya yang normal. Dia menyatakan, orang sering kali berfokus pada anaknya yang berkebutuhan khsusus. Padahal, ada juga yang tak kalah menarik dari sisi para saudaranya yang terlahir normal.

Cerita sedih, senang, lucu, hingga menginspirasi sering terjadi. Termasuk soal penerimaan melihat saudaranya yang lahir tuli. Penggalan cerita itu sebenarnya ditulis sejak 2014. Hanya belum dirangkai menjadi alur cerita yang baik. Kisah-kisah tersebut ditulis dari apa yang dilakukan Kenzie dengan Uma.

Meski usia Uma masih 10 tahun, dia kerap melontarkan pertanyaan kepada Esthy yang kadang sulit dijawab. Misalnya, mengapa kakaknya terlahir dengan tuli. Atau, sampai kapan kondisi itu dialami kakaknya. ’’Dia sampai nge-list pertanyaan,’’ kata Esthy.

Bukan hanya itu, cerita yang kadang membuat pilu juga kerap terjadi. Misalnya, Uma pernah malu ketika Esthy mengajak Kenzie ke sekolahnya. Situasi itu memerlukan pendekatan. Terlebih selisih umur keduanya tidak terpaut jauh.

Begitu pula saat Kenzie diperlakukan kurang baik oleh temannya. Melihat itu, Uma kerap pasang badan. Dia membela kakaknya. Misalnya, saat Kenzie hendak dipukul oleh teman-temannya. Meski seorang cewek, Uma berani berhadapan dengan teman kakaknya. ’’Saya hanya pantau dari jauh, namanya anak kecil,’’ terangnya.

Ada kisah yang membuat Esthy mengelus dada. Saat itu, Uma pulang ke rumah dan menangis. Dia menangis karena kakaknya di- bully oleh teman-temannya. Waktu itu, Kenzie dibilang punya bahasa planet. Maklum, komunikasinya dengan bahasa isyarat.

Yang bikin menyentuh, dia menangis bukan karena malu atas kondisi kakaknya. Tapi, merasa kasihan lantaran kakaknya di-bully. Kisah seperti itu dituangkan dalam bukunya yang kedua. Judulnya Dubidubiuma. Buku itu baru dirilis Februari kemarin.

Ada pesan yang disampaikan Esthy. Yakni, hidup tak hanya diisi kisah sedih. Tapi, juga kadang lucu dan membuat tertawa. Harapannya bisa menginspirasi banyak orang. Selain itu, dijadikan kenangan buat anaknya nanti. Dia pun memberi tahu kedua anaknya. Bahwa bukunya adalah menceritakan mereka berdua.

Bahkan, sampul buku kedua sengaja dibuat oleh Uma. Cara tersebut merupakan bentuk apresiasi. Buku setebal 135 halaman itu juga bercerita bagaimana lucunya komunikasi kedua anaknya. Meski si Uma belum mengerti bahasa isyarat, mereka berdua tetap bisa bercanda. Bahkan hingga berantem.

Kondisi itu juga membuat Uma memahami kehidupan lebih dewasa. Tak jarang, dia memberikan semangat kepada bundanya. Terlebih saat kakaknya sedang marah. Pengalaman demikian yang diangkat Esthy dalam bukunya. Pada intinya, bukan hanya dia yang diharuskan menerima garis takdir yang ada. Melainkan juga orang di sekitarnya. Termasuk keluarganya.

Baca Juga: Vaksin Sinovac Terbukti Semakin Manjur jika Jarak Dua Dosis 21 Hari

Dia menuturkan, jalan mereka berdua ke depan masih panjang. Untuk menuju itu, setidaknya mereka bisa membaca buku tersebut. Bagaimana masa kecilnya dan kenakalannya dulu. Begitu juga soal menghadapi bully dari temannya. Sehingga nanti bisa lebih kuat. Intinya, semua manusia tak luput dari kekurangan. Bedanya, kekurangan penyandang disabilitas terlihat.

Saksikan video menarik berikut ini:


Esthy Wika Berjuang Merawat Anak Penyandang Disabilitas dengan Buku