Sekolah Alam Manunggal Berkah, Cara Mendekatkan Bocah ke Lingkungan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Sekolah Alam Manunggal Berkah, Cara Mendekatkan Bocah ke Lingkungan


Interaksi anak dengan gawai meningkat seiring dengan kebijakan belajar di rumah. Ujian sekolah hingga mengumpulkan tugas dimigrasikan ke gawai. Ibu PKK RW 02, Kelurahan Sukomanunggal, punya cara agar anak tak kecanduan gawai. Yakni, membuat sekolah alam dan anak-anak dilibatkan.

DIMAS NUR APRIYANTO, Surabaya

GELAK tawa anak-anak selalu terdengar di belakang SMP Negeri 50 Surabaya setiap Minggu pukul 08.00. Ada interaksi mata yang saling berkait. Bukan hanya tatapan mata yang fokus ke layar gawai, ngomong sendiri, lalu jari-jari bergerak ke sana dan sini.

Selama 1,5 jam belasan anak tampak asyik belajar tentang alam di Sahabat Alam Sukomanunggal. Mulai mengenal jenis tanaman, mengidentifikasi tanaman, hingga cara merawat tanaman dengan baik. Seru sekali! Dunia anak-anak memang mengasyikkan.

Karena itu, sayang sekali jika anak-anak menghabiskan waktu seharian hanya dengan gawai. Mengeksplorasi sekitar sangat penting untuk tumbuh kembang anak. ’’Termasuk bagaimana caranya agar anak bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan,” tutur Eka Yuni Karnifa selaku koordinator Sahabat Alam kepada Jawa Pos.

Nah, ketika ada cinta di dalam hati, tumbuh rasa tanggung jawab. Eka mengatakan, menanamkan nilai tanggung jawab untuk menjaga lingkungan harus dilakukan sejak dini. Anak-anak perlu didekatkan pada alam. Bukan dijauhkan.

Sahabat Alam digagas ketika Eka dan beberapa ibu yang tergabung dalam arisan PKK RW 02 gigit jari setelah mereka melihat bagaimana anak-anak lebih nyaman dengan gawai.

Tiap sore anak-anak duduk di depan rumah sembari memainkan gawai menjadi pemandangan yang selalu ditemui.

Sahabat Alam didirikan setelah bank sampah pertama RW 02 diresmikan pada Maret lalu. Kegiatannya memilah sampah hingga belajar berkebun serta menanam. Sasarannya anak-anak SD. Mulai kelas I sampai VI.

Setiap kegiatan, anak-anak wajib membawa sampah dari rumah. Tidak perlu yang ribet. Jenis sampah apa pun. Misalnya, bungkus permen atau jajanan.

Lahan seluas 1,4 hektare bekas tanah kas desa (BTKD) di belakang SMP Negeri 50 Surabaya menjadi area kerja para peserta Sahabat Alam. Peran sebagai fasilitator di Sahabat Alam diambil oleh ibu-ibu PKK. Peluh keringat mereka menjadi saksi bagaimana hubungan antara alam dan anak-anak kembali dieratkan.

Tak dimungkiri Eka, mengumpulkan perempuan yang sudah berumah tangga itu membutuhkan upaya keras. Tidak segampang seperti saat memasukkan barang belanjaan ke keranjang aplikasi e-commerce di awal gajian. ’’Ibu-ibu yang gabung bantu jadi fasilitator itu kadang 3–4 orang. Ya sesuai dengan kemampuan saja, bisa hadir atau tidak,” jelasnya.

Awal dibentuk, Sahabat Alam hanya diikuti 9–10 anak. Eka dan para fasilitator lainnya tak patah arang. Waktu bergulir, hari berganti. Nama-nama anak baru terus mengisi kolom daftar hadir Sahabat Alam tiap Minggu. Pada 18 April lalu, tercatat 17 anak ikut Sahabat Alam.

Senyum Eka dan tim fasilitator lain merekah. Rasa bangga dan bahagia menggelora. Perempuan kelahiran Surabaya, 14 Juni 1983, itu menaruh asa yang besar kepada Sahabat Alam.

Dia optimistis, Sahabat Alam bisa memberikan kontribusi yang nyata untuk lingkungan sekitar. Terutama RW 02 Sukomanunggal.

Lantas, bagaimana kebutuhan dana untuk operasional Sahabat Alam? Eka menyebutkan, sejauh ini pihaknya mendapatkan dana secara swadaya. ’’Dari nasabah bank sampah juga. Setiap kali nasabah menyetor sampah, ada dana yang disisihkan ke Sahabat Alam. Besar nominalnya tidak ditentukan. Seikhlasnya saja,” terangnya.

Selain beraktivitas dengan menanam dan merawat tanaman di area BTKD, peserta Sahabat Alam juga belajar memanfaatkan sampah untuk kehidupan sehari-hari. Salah satunya menjajal Suroboyo Bus.

Eka menilai, anak-anak perlu mengenal aspek manfaat dari sampah yang lebih luas. Tidak sekadar membuat pupuk atau menanam. Ada cerita yang didengarnya dari salah satu orang tua peserta.

Baca Juga: Sales Bank Duplikasi Rekening dan Pindahkan Saldo Rp 1,6 M

’’Anakku sekarang itu kalau sampah plastik begitu disisihkan. Mainan-mainan plastik di rumah diwadahi, terus dibilang jangan lupa dibawa ke bank sampah. Saya senang sekali dengarnya,” paparnya, lantas tertawa.

Terpisah, Santi, salah satu orang tua peserta Sahabat Alam, menungkapkan, ada perubahan sedikit demi sedikit dalam diri putranya. Salah satunya tidak lagi kecanduan menggunakan gawai.

Saksikan video menarik berikut ini:


Sekolah Alam Manunggal Berkah, Cara Mendekatkan Bocah ke Lingkungan