Maya Devi Kusumadjaja, Top 60 Dedicated Teacher Awards 2021

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Maya Devi Kusumadjaja, Top 60 Dedicated Teacher Awards 2021


Saat ingin membenahi pendidikan, benahilah dasarnya dulu. Begitu menurut Maya Devi Kusumadjaja, pembimbing penelitian siswa untuk lomba dari IPH Schools. Lewat ketelatenannya membimbing murid-murid di sekolah dasar hingga menengah ke atas itu, dia berhasil masuk Top 60 Dedicated Teacher Awards 2021 dari total 13 ribu guru di 112 negara.

MARIYAMA DINA, Surabaya

”Dulu Bu Maya yang bikin aku menang. Sekarang gantian aku yang membuat Bu Maya menang,” tiru Maya menceritakan antusiasme murid-muridnya menulis esai tentangnya. Maya memang bukan wali kelas yang selalu dekat dengan murid-muridnya setiap hari. Bukan pula guru yang selalu memberikan nilai-nilai tinggi di setiap rapor mereka.

Namun, perempuan kelahiran 27 Februari 1967 itu telah banyak membantu murid-muridnya meraih juara dalam penelitian. Mengajari mereka berpikir kritis sejak belia hingga membuat mereka bisa memutuskan apa yang menjadi passion-nya dalam mempelajari sesuatu.

Murid-murid yang telah dibimbingnya dalam membuat sebuah penelitian di IPH Schools tempatnya mengajar sejak 2006 itu mengantarkannya masuk dalam Top 60 Dedicated Teacher Awards 2021. Award yang diadakan Cambridge University Press tersebut menjadi salah satu penghargaan yang membanggakan. Sebab, hanya murid-murid yang pernah diajar sang guru yang bisa merekomendasikannya untuk masuk dalam nominasi. Mereka harus menulis esai sepanjang 150 kata mengenai pengalaman selama dibimbing guru tersebut.

Esai itu juga harus ditulis dalam bahasa Inggris karena skalanya adalah internasional. Dan, untuk bisa masuk dalam top 60, dia harus mengalahkan ribuan guru lainnya dari 112 negara di dunia. ”Dari top 60 itu, nanti keluar enam juara pada akhir April nanti,” jelasnya.

Namun, esai tentang 60 guru yang terpilih sudah pasti masuk dalam e-book yang dikeluarkan Cambridge University Press. ”E-book itu nanti ibaratnya kayak profil guru-guru yang sudah terpilih. Tapi, tulisannya dari esai yang ditulis murid kita tadi,” katanya.

Tujuannya, bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi guru-guru lain di seluruh dunia. Di antara empat murid Maya yang mengirim esai, Edward Pandji terpilih untuk menuliskan profil Maya. Di esai tersebut, siswa yang masih duduk di bangku kelas XII itu menceritakan bahwa pandangannya soal sains berubah saat dibimbing Maya. Dari yang awalnya hanya belajar untuk mendapatkan nilai bagus sampai memahami. Bahkan, lewat sains, dia menjadi orang yang bisa berguna bagi orang lain.

”Saya sebenarnya enggak menyangka anak-anak bisa nulis kayak gitu,” ungkapnya. Maya sangat terharu dengan setiap tulisan yang dikirimkan murid-muridnya tersebut. ”Memang, kalau apa yang dirasakan kemudian ditulis dengan jelas dan bisa dibaca kayak gini, bikin sangat terharu,” terangnya.

Lebih haru lagi saat perempuan lulusan S-2 Sekolah Tinggi Teologi Bethany itu baru bisa membaca tulisan anak-anak didiknya tersebut setelah tulisan mereka di-submit. Sebab, memang dia tidak tahu apa yang mereka tuliskan sebelum namanya masuk dalam top 60. Bahkan, awalnya dia tidak tahu soal ajang tersebut.

Cerita bermula saat kepala sekolah mereka membagikan informasi tersebut kepada murid-muridnya. Untuk bisa masuk dalam top 60 pun, dia tidak pernah menyangka. ”Sebenarnya saya bisa baca esai anak-anak aja sudah seneng banget,” kata ibu tiga anak tersebut. Sebab, dia jadi menyadari bahwa kerja kerasnya selama ini ternyata memang sangat berarti bagi mereka.

Maya yang memang hanya berfokus membimbing siswa melakukan penelitian mengakui bahwa memberikan bimbingan selama penelitian itu lebih berat daripada mengajar salah satu mata pelajaran di kelas. ”Soalnya, lewat penelitian, saya juga harus bisa membimbing anak-anak buat berpikir kritis dan saintifik,” ujarnya. Padahal, mereka masih anak-anak SD, SMP, dan SMA.

Baca Juga: Baru Mulai Vaksinasi Lansia dengan Sinovac, Tiongkok Disebut Main Aman

Namun, itulah tantangan yang sangat disukainya. Dari penelitian pertama ke penelitian berikutnya, cara berpikir anak-anaknya sudah langsung berubah. ”Lebih kritis lagi meski penelitiannya tidak berat,” ungkapnya. Dari situ, secara tidak langsung, Maya berhasil mencapai apa yang diharapkannya saat memutuskan untuk tidak menjadi dosen lagi. Yakni, membenahi pendidikan dari dasar. 

Saksikan video menarik berikut ini:


Maya Devi Kusumadjaja, Top 60 Dedicated Teacher Awards 2021