Sehari Bisa Olah 1–2 Kuintal Sampah di Kampung Organik Tegalsari

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Sehari Bisa Olah 1–2 Kuintal Sampah di Kampung Organik Tegalsari


Tidak hanya melakukan pengolahan sampah, Areya Kesyandria Ali Yasha juga membuat pilot project kampung organik. Berbagai suka duka dan kendala pun dilalui. Salah satunya, banyak warga yang masih enggan diajak untuk mengolah sampah.

KAMPUNG organik dibuat Areya dengan bantuan kader lingkungan. Sampai saat ini, ada 50 warga yang sudah bergabung. Tepatnya di Kampung Dinoyo Tenun, Tegalsari. Puluhan warga tersebut diajak untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.

Areya menuturkan, para warga tersebut mendapat pelatihan. Saat ini mereka diminta mengumpulkan sampah organik rumah tangga. Limbah itu kemudian dibawa ke rumahnya di Jalan Pandegiling. Di sana dia sudah membuat greenhouse sederhana. Tepat di halaman belakang rumahnya.

Meski greenhouse hanya seluas 6 x 6 meter persegi, siswa SMPN 6 Surabaya itu memiliki metode pengolahan sampah yang cukup lengkap. Mulai dengan cara aerob, takakura, hingga maggot. Dalam sehari dia mampu mengolah 1–2 kuintal sampah organik.

Sayang, kadang semua tidak berjalan mulus. Beberapa kendala harus dilalui. ”Salah satunya, banyak sampah yang diterimanya masih tercampur dengan sampah anorganik. Sehingga pemilihan dilakukan kembali. Sebab, hal ini berdampak pada kompos yang dihasilkan,” katanya.

Di samping itu, banyak juga warga yang enggan untuk diajak gabung mengolah sampah. Alasannya pun beragam. Mulai tidak ada waktu hingga ribet karena harus memisahkan jenis sampah. Padahal, cara itu mampu membantu pemkot dalam penanganan sampah.

Agar berjalan dengan baik, dia dibantu kader lingkungan untuk mengambil sampah organik dari warga. Dia pun memberikan kompensasi kepada warga. Areya menyatakan, sampah tersebut ditimbang, dihitung, lalu bisa ditukar dengan sembako. Tentu sudah ada patokan per kilo berapa. ”Sembako bisa diambil sebulan sekali,” ucapnya.

Meski memiliki beberapa metode penguraian sampah, Areya lebih suka menggunakan maggot. Sebab, tidak dibutuhkan waktu lama. Dengan berat 1–2 kuintal sampah organik, penguraian dengan maggot hanya butuh waktu sehari. ”Namun, kompos yang dihasilkan sedikit,” terangnya. Dari 1–2 kuintal sampah yang diolah per hari, hanya dihasilkan 4 sampai 8 kilogram pupuk kompos.

Sementara itu, jika dengan metode penguraian takakura dan aerob, kompas yang dihasilkan cukup banyak. Kurang lebih 70 persen dari jumlah sampah organik yang diurai. Hanya, metode itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Yakni, tiga bulan. Project itu direncanakan terus dikembangkan ke kampung lainnya. Tujuannya, menyerap sampah rumah tangga sehingga bisa dimanfaatkan.

Areya juga membuat pelatihan tentang pengelolaan sampah organik. Termasuk menjadikan greenhouse-nya sebagai tempat edukasi ke masyarakat. Salah satunya, para mahasiswa yang bergerak di bidang lingkungan. Cara tersebut diharapkan memberikan motivasi kepada banyak orang. Dengan demikian, setiap hari jumlah sampah yang dibuang di TPA Benowo selalu berkurang. ”Jarang juga kami melihat rumah yang sampai membuat greenhouse, meski masih sederhana,” kata Irgi Putri, mahasiswa Unesa yang berkunjung ke rumah Areya.

Kader Lingkungan Kampung Dinoyo Tenun Setiawati menuturkan, kerja sama itu terjalin sejak akhir tahun kemarin. Respons warga pun positif. Sebab, mereka juga mendapat sembako. Di samping itu, warga terbantu terkait pengolahan sampah. ”Kalau sampah kering, kami bawa ke bank sampah, sedangkan kalau organik diberi ke Areya,” terangnya.

Baca Juga: Kelepasan Memberikan Kode OTP, Akun Pinjaman Online Jebol Rp 23 Juta

Tak hanya itu, kerja sama lanjutan dilakukan dengan membuat pengolahan sampah organik di kampung. Setiawati menyatakan, nanti warga mendapat pelatihan. Mereka juga diberi bantuan maggot oleh Areya. Tentu itu bisa dilakukan jika sudah diberi bekal dan pelatihan. Termasuk cara agar maggot bisa berkembang biak.

Saksikan video menarik berikut ini:


Sehari Bisa Olah 1–2 Kuintal Sampah di Kampung Organik Tegalsari