Kiprah Tim Social Centre Membantu Masalah Sosial Warga Surabaya

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kiprah Tim Social Centre Membantu Masalah Sosial Warga Surabaya


Social Centre adalah nama komunitas ini. Bermarkas di kantor Kecamatan Pabean Cantian, tim yang terdiri atas TKSK (tenaga kesejahteraan sosial kecamatan), pendamping PKH (program keluarga harapan), Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM), karang taruna, dan pendamping sosial itu menjadi tempat mengadu warga yang membutuhkan bantuan.

ARIF ADI WIJAYA, Surabaya

USIANYA masih sangat muda. Masa depannya mungkin juga masih panjang. Namun, di usia yang saat ini menginjak 19 tahun, Ilham harus kehilangan tangan dan kaki kanannya. Dua tahun silam, tepat pada 23 Juni 2019, tubuhnya terlindas kereta api saat hendak berangkat mengamen dari Perak ke Wonokromo.

Untungnya, ada petugas BPB linmas yang melihat kejadian tersebut. Karena mengaku warga Pabean Cantian, petugas langsung menghubungi tim Social Centre yang memang sudah dikenal kiprahnya dalam membantu warga. Tim yang dikomandani Hari Suryanto alias Koko itu langsung meluncur ke lokasi kejadian.

Tubuh Ilham yang masih berlumuran darah dibawa ke RSUD dr Soetomo agar mendapat perawatan intensif.

Selama ini, Ilham yang merupakan pengamen suka nunut kereta yang melintas di daerah Jalan Johar. Dia bergantungan di kereta yang sedang berjalan. Tujuannya ke Wonokromo. Nahas, malam itu sekitar pukul 19.00, dia terjatuh dan sebagian tubuhnya terlindas kereta.

Koko bersama timnya berusaha mencari tahu keluarga Ilham. Setelah ditelusuri, Ilham ternyata tinggal di Jalan Kalimas Baru II Gang Timur. Menurut keterangan para tetangga, Ilham selama ini berpindah-pindah tempat tinggal. Kadang di rumah neneknya yang juga di daerah Jalan Kalimas Baru. Kadang di rumah orang tuanya yang hanya beda gang dengan rumah neneknya.

Kejadian yang menimpa Ilham pun disampaikan kepada orang tuanya. Bukannya khawatir atau panik, orang tua Ilham justru acuh tak acuh. Seolah tidak peduli dengan anaknya yang sehari-hari mengamen demi mencukupi kebutuhan sendiri. ’’Wes jarno ae, ben mati ae,’’ kata Koko, menirukan jawaban orang tua Ilham ketika itu.

Koko yang juga TKSK kaget mendengar jawaban tersebut. Sebab, kondisi Ilham benar-benar memprihatinkan. Tulang tangan kanannya remuk. Kaki kanannya lumpuh. Dia berharap dengan menyampaikan kabar duka tersebut, orang tuanya mau memberi perhatian. Minimal menjenguk ke rumah sakit.

Dari hasil perawatan intensif di UGD RSUD dr Soetomo, tangan dan kaki kanan Ilham tidak bisa diselamatkan. Keduanya harus diamputasi. Koko bingung masalah administrasinya. Agar masalah cepat selesai dan ditangani, Ilham dicatat sebagai anak telantar. ’’Mau bagaimana lagi. Ini supaya administrasinya cepat selesai,’’ kata Koko.

Pihak rumah sakit menerima surat rekomendasi dari kecamatan. Tim Social Centre bergantian mendampingi proses operasi Ilham sampai tuntas. Hingga akhirnya, tangan dan kaki kanannya benar-benar diamputasi. Kini dia harus menjalani hidup dengan kondisi cacat permanen.

Urusan administrasi rumah sakit selesai. Dengan berbagai cara, Koko mengupayakan agar Ilham mendapat santunan dari Jasa Raharja. Seluruh kebutuhan dokumen dan administrasinya dilengkapi. Satu per satu persyaratan dipenuhi. Akhirnya, bantuan Rp 50 juta dari Jasa Raharja cair.

Ironisnya, orang tua serta saudara Ilham berebut pengakuan. Uang Rp 50 juta yang seharusnya jadi hak Ilham pun jadi rebutan. Tim Social Centre mengambil jalan tengah dengan melakukan mediasi. Koko tidak menjelaskan bagaimana akhir dari uang Rp 50 juta itu. ’’Yang jelas wes beres,’’ katanya.

Meski urusan sudah selesai, tim Social Centre terus melakukan pendampingan. Rencananya, Ilham diikutkan pelatihan supaya bisa bekerja sebagai penyandang disabilitas. ’’Pemkot kan ada programnya. Dulu usianya belum cukup. Sekarang mulai kita pikirkan ke arah sana,’’ kata Koko.

Itu merupakan satu di antara sekian banyak masalah sosial yang diselesaikan tim Social Centre. Tim tersebut sejatinya sudah lama ada. Namun, dulu belum terorganisasi seperti sekarang. ’’Dulu kami tetap kerja tim. Cuma, tidak ada tempat pengaduan seperti sekarang,’’ terangnya.

Karena kiprahnya diakui oleh masyarakat, tim Social Centre mendapatkan perhatian dari pihak kecamatan. Oktober 2020, pihak kecamatan menghibahkan satu ruangannya sebagai base camp tim Social Centre. Di situlah tim yang rata-rata beranggota para pekerja sosial menerima pengaduan warga.

Hampir setiap hari markas tim Social Centre tidak pernah sepi. Selalu ada yang datang untuk mencari solusi. Misalnya, yang terjadi Februari lalu. Salah seorang ketua RT di daerah Kalimas Baru memberikan informasi. Ada seorang balita berusia 2 tahun yang mengalami kejang.

Orang tuanya bingung ketika hendak membawanya ke fasilitas kesehatan. Sebab, anak tersebut tidak memiliki status kependudukan yang jelas. Kedua orang tuanya belum menikah resmi sesuai aturan negara. Mereka hanya menikah siri berlandasan aturan agama.

Koko langsung meminta rekannya, Yuliati, untuk mengecek kondisi balita malang itu. Kondisinya memang mengkhawatirkan. Tanpa pikir panjang, tim Social Centre membawanya ke RS PHC. Kebetulan, tim Social Centre sudah bekerja sama dengan rumah sakit yang dinaungi salah satu perusahaan BUMN itu.

Karena tidak memiliki dokumen yang menerangkan identitas secara jelas, pihak rumah sakit hanya bisa memberikan pertolongan awal. Oleh RS PHC, sang balita malang itu dirujuk ke RSUD dr Soetomo. ’’Tapi, waktu itu kamarnya masih penuh. Jadi, kami titip di RS PHC dulu selama tiga hari,’’ kata Koko.

Setelah dirujuk ke RSUD dr Soetomo, balita itu mendapatkan penanganan intensif. Namun, ada kendala lain yang muncul. Yakni, soal pembiayaan. Karena tidak memiliki dokumen kependudukan yang jelas, otomatis anak tersebut tidak terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan apa pun.

Lagi-lagi, Koko harus memutar otak. Dengan terpaksa, anak tersebut dibuatkan keterangan dari kecamatan. Isinya menerangkan bahwa balita malang itu adalah anak telantar. Orang tuanya bisa menerima. Yang penting, anaknya bisa segera mendapatkan penanganan medis.

Yang paling sering ditemui adalah masalah orang yang benar-benar ditelantarkan. Di daerah Pabean Cantian, banyak yang bekerja di perkapalan. Rata-rata orang luar kota. Bahkan, tidak sedikit yang berasal dari luar pulau.

Nah, selama bekerja di pelabuhan, mereka menikah dengan warga setempat. Ketika sudah tidak bekerja, sang mertua mengusirnya dari rumah. Kebanyakan yang diusir oleh mertuanya mengungsi ke Masjid Mujahidin di daerah Pabean Cantian. Warga setempat yang melihat adanya orang tidak terurus di belakang masjid pasti melapor ke markas Social Centre. ’’Seperti sinetron. Tapi, itu benar-benar ada di sini,’’ ucapnya.

Kondisi orang yang terusir dari rumah tersebut kadang masih sehat. Ada pula yang sudah sakit-sakitan. ’’Yang kondisinya sakit kita tangani dulu sakitnya. Kalau sudah selesai, kami antar ke liponsos (lingkungan pondok sosial). Karena mereka memiliki prosedur pemulangan orang telantar dari luar kota, bahkan luar pulau,’’ papar Koko.

Bapak empat anak itu mengaku tidak bisa menolak apa pun keluhan warga. Segala macam masalah ditampung dan diselesaikan satu per satu. Jika sudah mentok, tim Social Centre akan berkoordinasi dengan dinas terkait. Atau, Komisi D DPRD Kota Surabaya yang memang membawahkan urusan kesejahteraan masyarakat. Mulai urusan sosial, pendidikan, hingga kesehatan.

Menurut Koko, program-program yang ditinggalkan mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sejatinya sudah bisa mencakup semua kebutuhan masyarakat. Namun, belum banyak yang tahu dan memahami apa saja programnya dan bagaimana cara mengaksesnya.

Nah, tim Social Centre juga memiliki agenda rutin. Turun ke kampung-kampung untuk menyosialisasikan program-program pemerintah. Khususnya yang berkaitan dengan masalah sosial, pendidikan, dan kesehatan. ’’Paling sering kami koordinasi sama Bu Khusnul (ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Red) karena mudah dikontak. Nanti beliau yang menghubungkan ke dinas terkait,’’ katanya.

Secara terpisah, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya Khusnul Khotimah mengatakan, sejatinya unsur yang dimiliki tim Social Centre juga ada semua kecamatan. Namun, tidak ada yang sekompak tim di Kecamatan Pabean Cantian hingga bisa membentuk satu komunitas. ’’Mereka ini tidak digaji lho. Itu yang membuat kita salut dan sudah kami cek ke kecamatan lain memang tidak ada,’’ tuturnya.

Baca Juga: Ditelepon Ratusan Kali sebelum Tabungan Ludes Rp 50 Juta karena OTP

Politikus PDI Perjuangan itu berharap tim Social Centre juga dibentuk di semua kecamatan. Jadi, pelayanan bagi masyarakat kurang mampu untuk akses bantuan sosial bisa lebih maksimal. ’’Kuncinya ada pada keikhlasan dalam membantu warga yang kurang mampu,’’ jelasnya.

Saksikan video menarik berikut ini:


Kiprah Tim Social Centre Membantu Masalah Sosial Warga Surabaya