Pandemi Membuat Masyarakat Singapura jadi Tertutup dan Kurang Gaul

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pandemi Membuat Masyarakat Singapura jadi Tertutup dan Kurang Gaul


JawaPos.com – Pandemi Covid-19 mengubah budaya hidup di dunia, termasuk masyarakat Singapura. Akibat pandemi, masyarakat harus membatasi diri bertemu langsung dalam jumlah besar dan lebih banyak bertemu secara virtual. Akibatnya survei menyebutkan mayoritas masyarakat Singapura kini kurang bersosialisasi.

Tercatat bahwa 61 persen dari 1.000 responden mengatakan bahwa mereka sekarang jarang bersosialisasi dengan orang-orang di luar keluarga dekat mereka dibanding sebelum pembatasan diberlakukan pada April tahun lalu. Kemudian 44 persen juga melaporkan bahwa lingkaran sosial mereka di luar keluarga dekat telah menyusut selama setahun terakhir.

Dan, sementara 20 persen mengatakan mereka lebih sering bersosialisasi dengan keluarga dekat mereka saat ini. Sementara, 23 persen mengatakan mereka lebih jarang melakukannya.

Baca juga: Kasus Penularan Covid-19 di Hotel Mewah Orchard Singapura jadi Misteri

Baca juga: Restoran dan Gym di Orchard Road Singapura Dikunjungi Pasien Covid-19

Baca juga: Bandara Changi Singapura Terapkan Sertifikat Kesehatan Bebas Covid-19

Jajak pendapat online terhadap penduduk berusia 16 tahun ke atas yang dilakukan oleh The Straits Times mencatat bahwa 27 persen melaporkan tumbuh lebih dekat dengan keluarga mereka. Sementara 7 persen mengatakan mereka tidak lagi dekat.

Kebijakan semi lockdown dilakukan termasuk larangan makan di restoran, pembatasan orang yang meninggalkan rumah kecuali untuk alasan penting dan penutupan tempat kerja dan sekolah. Pembatasan sejak itu telah dikurangi secara perlahan, meski acara dan festival besar masih belum diperbolehkan.

Dilansir dari Inquirer, Sabtu (10/4), Associate Professor Tan Ern Ser dari Departemen Sosiologi di Fakultas Seni dan Ilmu Sosial Universitas Nasional Singapura mengatakan masyarakat seharusnya tetap memelihara dan memperluas jaringan sosial mereka dengan memanfaatkam seperti dukungan sosial dan berbagi informasi. Namun, dia menambahkan bahwa pandemi telah mengubah situasi dan kondisi.

Beberapa mungkin telah terbiasa untuk tetap berhubungan melalui sarana digital daripada bertemu langsung. Sementara yang lain menjadi lebih sibuk karena meningkatnya beban kerja dan tidak dapat bertemu rekan kerja karena mereka tak ke kantor.

Milieu Insight mengungkapkan sekitar 60 persen orang fokus pada keterampilan atau hobi baru. Orang-orang juga melaporkan peningkatan digitalisasi dalam hidup mereka. Hampir dua pertiga mengatakan mereka sekarang lebih cenderung menggunakan pembayaran tanpa uang tunai dan 46 persen lebih cenderung memesan pengiriman makanan daripada langsung datang ke toko makanan.

Prof Tan mengatakan temuan jajak pendapat bahwa 52 persen dari mereka yang bekerja merasa beban kerja mereka meningkat sejak pemutus sirkuit dimulai dapat disebabkan oleh pengurangan jumlah pegawai atau bekerja dari rumah yang mengaburkan batas antara waktu kerja dan waktu non-kerja. Hal ini dapat mengakibatkan tekanan yang lebih kuat untuk segera membalas email kapan saja sepanjang hari.

“Jika ini berarti tidak ada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan, maka itu adalah hal yang buruk,” kata Prof Tan.

Jajak pendapat tersebut mengungkap sebanyak 36 persen mengatakan kesehatan mental warga memburuk. Kesehatan mental telah menjadi sorotan sejak pandemi dimulai dan survei menemukan bahwa 31 persen melaporkan kesejahteraan mental agak memburuk. Pada Oktober tahun lalu, pemerintah membentuk Gugus Tugas Kesehatan Mental Covid-19 sebagai tanggapan atas kebutuhan warga Singapura akibat pandemi. Pada Maret, diumumkan bahwa satuan tugas akan diubah menjadi platform antarlembaga untuk mengawasi upaya kesehatan mental dan kesejahteraan di luar pandemi.


Pandemi Membuat Masyarakat Singapura jadi Tertutup dan Kurang Gaul