Sempat jadi DPO, KPK Malah Hentikan Jeratan BLBI ke Sjamsul Nursalim

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Sempat jadi DPO, KPK Malah Hentikan Jeratan BLBI ke Sjamsul Nursalim


JawaPos.com – Obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sempat dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 2 September 2019. Pasangan suami istri itu sempat tidak kooperatif saat dipanggil KPK dalam kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Keduanya resmi menyandang sebagai tersangka korupsi BLBI pada Senin (10/6). Penetapan tersangka terhadap bos Gajah Tunggal itu merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi yang telah menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.

Perbuatan Syafruddin diduga telah memperkaya Sjamsul dan istrinya sebanyak Rp 4,58 triliun. Praktik korupsi ini berawal pada 21 September 1998, BPPN dan Sjamsul melakukan penandatanganan penyelesaian pengambilalihan pengelolaan BDNI melalui Master Settlement Acquistion Agreement (MSAA).

Dalam MSAA itu, disepakati bahwa BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan Sjamsul sebagai pemegang saham pengendali sepenuhnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya baik secara tunai ataupun berupa penyerahan aset.

KPK menduga, jumlah kewajiban Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNl adalah sebesar Rp 47,258 triliun. Kemudian kewajiban itu dikurangi dengan sejumlah aset milik Sjamsul senilai Rp 18,850 triliun, termasuk di antaranya, pinjaman kepada petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Aset senilai Rp 4,8 triliun ini dipresentasikan Sjamsul seolah-olah sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah.

Namun, setelah dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi atas hasil FDD dan LDD tersebut. BPPN kemudian mengirimkan surat yang intinya mengatakan Sjamsul telah melakukan misrepresentasi.

KPK menduga, pada 30 April 2004, BPPN menyerahkan pertanggungjawaban aset pada Kementerian Keuangan yang berisikan hak tagih utang petambak PT DCD dan PT WM yang kemudian oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu diserahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PT. PPA). Selanjutnya pada 24 Mei 2007, PPA melakukan penjualan hak tagih hutang petambak plasma senilai Rp 220 miliar. Padahal nilai kewajiban Sjamsul yang seharusnya diterima negara adalah Rp 4,8 triliun.

Sehingga, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 4,58 triliun. Meski demikian, dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) memutus lepas jeratan hukum terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung. Padahal oleh pengadilan tingkat pertama pada PN Tipikor Jakarta dia divonis 13 tahun penjara dan pada pengadilan tingkat banding PT DKI Jakarta divonis 15 tahun penjara.

Perkara BLBI yang menjerat Syafruddin merupakan representasi dari KPK untuk menjerat Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, tetapi perlawanan KPK dalam mengajukan peninjauan kembali (PK) kandas. Upaya hukum luar biasa itu ditolak MA.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, pihaknya tidak mempunyai upaya hukum lain untuk menindaklanjuti perkara BLBI. Sehingga meminta pendapat dari ahli, sebagai upaya menindaklanjuti perkara BLBI.

“Keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/4).

Bahkan penetapan DPO terhadap pasangan suami istri itu sempat memunculkan isu agar keduanya menjalani persidangan secara inabsensia. Tetapi hal ini hanya sebatas isu.

KPK kini justru menerbitkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) untuk pertama kalinya, setelah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Terlebih Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim bukan merupakan unsur penyelenggara negara atau keduanya merupakan pihak swasta. Alasan ini sehingga KPK menerbitkan SP3.

“KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi sedangkan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku penyelenggara negara, maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim,” pungkas Alex.


Sempat jadi DPO, KPK Malah Hentikan Jeratan BLBI ke Sjamsul Nursalim