SAR Temukan Medan Magnet Besar di Kedalaman 50–100 Meter

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

SAR Temukan Medan Magnet Besar di Kedalaman 50–100 Meter


JawaPos.com – Tim pencari KRI Nanggala-402 berpacu dengan waktu. Sebab, cadangan oksigen dalam kapal selam yang hilang kontak di perairan Bali sejak Rabu dini hari (21/4) itu terbatas.

Jika dugaan KRI Nanggala-402 mengalami blackout benar, persedian oksigen di kapal selam buatan Jerman itu hanya bisa bertahan selama 72 jam atau tiga hari sejak hilang kontak. ”Sehingga kalau kemarin (Rabu, 21/4, Red) saat hilang kontak jam 3 (pagi), nanti bisa sampai Sabtu (24/4) jam 3 (pagi),” ungkap Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono dalam konferensi pers di Bali kemarin (22/4).

Tim pencari dan penyelamat yang dikirim TNI-AL diperintahkan untuk secepat-cepatnya menemukan KRI Nanggala-402. ”Mudah-mudahan sebelum (oksigen habis) dapat segera ditemukan,” harap mantan panglima komando armada (Koarmada) I itu.

Hingga tadi malam, pencarian terus berjalan. Tidak kurang dari 23 KRI, termasuk 2 kapal selam dan 5 pesawat, dikerahkan. Bukan hanya itu, TNI-AL juga mendapat dukungan dari Polri, BPPT, KNKT, dan Basarnas. ”Kemarin atas izin panglima TNI, kami distres pada negara-negara yang tergabung dalam konferensi kapal selam,” imbuhnya.

Sebagaimana disampaikan Kementerian Pertahanan, beberapa negara sudah merespons. Informasi yang diterima Yudo, Singapura dan Malaysia telah mengirimkan kapal khusus untuk penyelamatan bawah air. Dari Singapura, kapal yang dikerahkan adalah MV Swift Rescue. Kapal tersebut punya peran sebagai submarine support and rescue vessel. Sementara itu, Malaysia mengirimkan MV Mega Bakti yang juga bisa diandalkan sebagai submarine rescue ship. Dua kapal itu sudah berlayar dari negara asal menuju lokasi pencarian di Bali.

Kehadiran kapal-kapal bantuan dari Singapura dan Malaysia diharapkan bisa membantu penyelamatan awak KRI Nanggala-402. Sebab, TNI-AL sejauh ini belum memiliki kapal khusus untuk menyelamatkan kapal selam yang mengalami insiden di bawah laut. ”Itu sudah kesepakatan di dalam konferensi. Jadi, siapa pun yang mengalami kedaruratan, wajib (negara yang tergabung dalam konferensi) memberikan bantuan,” kata Yudo.

Hingga kemarin, kata Yudo, belum ditemukan bukti otentik bahwa kapal tersebut tenggelam. Karena itu, TNI-AL belum mengeluarkan isyarat subsunk yang menandakan KRI Nanggala-402 sudah tenggelam. Isyarat terakhir yang sejauh ini dikeluarkan adalah submiss atau kapal hilang setelah putus kontak.

Yudo tidak menampik bahwa pihaknya sempat mendeteksi pergerakan dari bawah air di lokasi pencarian. Namun, dia memastikan pergerakan yang terdeteksi kemarin bukan KRI Nanggala-402. ”Itu adalah rumpon bawah laut,” kata dia. Kemagnetan kuat yang terdeteksi pada Kamis siang juga masih harus dipastikan KRI Rigel-933. ”Kemagnetan yang tinggi di dalam suatu titik yang kedalamannya kurang lebih 50–100 meter, (posisi) melayang,” tambahnya.

Yudo berharap temuan tersebut merupakan KRI Nanggala-402. Meski sempat menduga kapal selam itu terjebak di kedalaman 500–700 meter, menurut dia, tidak tertutup kemungkinan ada upaya yang dilakukan para prajurit TNI-AL agar kapal itu bisa melayang dan terus naik.

Terkait dengan tumpahan minyak yang ditemukan di lokasi penyelaman KRI Nanggala-402, Yudo menyatakan bisa disebabkan dua hal. Selain keretakan atau kebocoran pada tangki bahan bakar, tumpahan minyak itu bisa disebabkan awak kapal yang sengaja mengurangi muatan. ”Awak kapal mengeluarkan semua benda cair yang ada di kapal, minyak, oli, supaya tetap mengapung. Paling tidak meringankan beban sehingga tetap bisa mengapung,” jelas dia.

Dilansir Radar Bali, Kapuspen TNI Mayjen Achmad Riad yang mewakili Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa pencarian dilakukan di posisi 60 mil sebelah utara perairan Laut Bali.

Sejauh ini, ada beberapa temuan. Di antaranya, tumpahan minyak dan bau solar di beberapa lokasi yang berbeda. Temuan tersebut terlihat secara visual yang pertama oleh heli Phanter AS4201 di posisi 07°49 menit 24 detik Lintang Selatan, 114°50 menit 58 detik Bujur Timur dengan radius area seluas 150 meter.

Kemudian, KAL Bawean juga mendapatkan temuan, tapi lokasinya tidak dilaporkan. Selanjutnya, kapal jenis Fregat KRI Raden Edi Martadinata (REM) 331 menemukan tumpahan minyak di posisi 07°51 menit 92 detik Lintang Selatan, 114°51 menit 77 detik Bujur Timur dengan luas area kurang lebih sama 150 meter.

Selain itu, KRI REM melaporkan secara lisan telah terdeteksi kotak pergerakan di bawah air dengan kecepatan 2,5 knot. ”Kontak tersebut hilang begitu cepat sehingga belum cukup data untuk mengidentifikasi kontak yang dimaksud sebagai kapal selam,” kata Achmad Riad di Base Ops Ngurah Rai kemarin.

Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang juga hadir di Bali menyatakan bahwa pencarian dilakukan secara intensif. Langkah lain yang dilakukan pemerintah tentu saja evaluasi. Pihaknya bersama TNI tengah menyusun masterplan untuk 25 tahun ke depan. Termasuk di dalam masterplan tersebut adalah alat utama sistem persenjataan (alutsita) TNI.

Prabowo mengakui, kondisi saat ini sudah mendesak untuk dilakukan modernisasi alutsista. ’’Dan kami yakin, saya yakin, bahwa dalam waktu dekat kelengkapan kita bisa modernisasi untuk tiga matra,’’ tuturnya. ’’Kami merumuskan pengelolaan pengadaan alutsista untuk lebih tertib, lebih efisien. Tapi, memang perlu meremajakan alutsitsa kita,’’ tambahnya. Termasuk kapal selam.

Peremajaan itu penting lantaran tidak sedikit alutsista yang saat ini digunakan TNI sudah berusia tua dan perlu diperbarui. Tidak jarang prajurit TNI-AL terpaksa menggunakan alutsista yang mestinya sudah harus diremajakan. ’’Karena mengutamakan pembangunan kesejahteraan, kami belum modernisasi (alutsista) lebih cepat,’’ ucapnya.

Dalam buku Alutsista dan Poros Maritim Dunia yang ditulis mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan dan Sekjen Kemenhan Agus Setiadji dijelaskan bahwa rata-rata galangan kapal di dunia mendesain kapal dengan daur hidup atau lifetime antara 25 tahun sampai 30 tahun. Bila dihitung sejak pertama bergabung ke jajaran Satuan Kapal Selam TNI-AL pada 1981, KRI Nanggala-402 sudah berumur 40 tahun. Meski dinyatakan layak dan siap beroperasi, angka tersebut mesti menjadi pertimbangan matang dalam operasi-operasi TNI-AL.

Baca juga: KRI Nanggala-402 Terjebak di Lubuk Sedalam 700 Meter

Pakar teknik kelautan Daniel Rosyid menyatakan, hilangnya kapal selam KRI Nanggala-402 bisa terjadi karena beberapa faktor. Yaitu, lokasi yang sebetulnya tidak layak untuk dijadikan tempat latihan. Pasalnya, Selat Bali memiliki arus yang sangat kuat. Juga terdapat palung sedalam 700 meter lebih. Sedangkan KRI Nanggala-402 didesain hanya mampu menyelam sedalam 250-an meter. ’’Memang lokasinya terpencil, tapi saya kira harus cari daerah lain yang memang cukup aman untuk latihan,’’ tutur Daniel.

Dia memaparkan, perairan yang hendak dipilih sebagai tempat latihan harus terbebas dari segala aktivitas lintas pelayaran. Juga pipa bawah laut yang bisa menghambat proses latihan.

Saksikan video menarik berikut ini:


SAR Temukan Medan Magnet Besar di Kedalaman 50–100 Meter