IDI Sebut 3 Syarat Berhasilnya Layanan Telemedicine Selama Pandemi

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

IDI Sebut 3 Syarat Berhasilnya Layanan Telemedicine Selama Pandemi


JawaPos.com – Pemerintah sejak awal pandemi menyarankan agar masyarakat agar berobat melalui digital. Khususnya bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit komorbid. Konsep telemedicine atau pengobatan digital jarak jauh bertujuan untuk mencegah penularan virus Korona terutama pada kelompok rentan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terus mendukung hal itu agar pelayanan kesehatan bisa diakses tanpa harus datang ke pelayanan kesehatan.

Telemedicine diyakini sebagai sebuah terobosan dalam pelayanan kesehatan. Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan Surat Edaran terkait praktik telemedicine. Meski begitu masih ada beberapa kendala di lapangan, dan dibutuhkan rasa percaya dari pasien kepada petugas layanan kesehatan telemedicine.

Dalam Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, ada tiga hal penting yang perlu ada dalam konsep digital health. Pertama, infrastruktur internet harus memadai. Tenaga kesehatan juga harus melakukan kolaborasi dengan startup, komunitas faskes, dan farmasi dalam satu ekosistem digital.

Kedua, integrasi telemedicine yaitu pelayanan kesehatan yang terkomputerisasi serta tenaga medis yang menguasai dan paham akan literasi teknologi. Ketiga, electronic medical record yaitu sistem informasi terintegrasi kerahasiaan pasien.

Daeng melanjutkan, saat ini belum ada regulasi khusus soal telemedicine. Yang menjadi pegangan saat ini adalah Surat Edaran Menteri Kesehatan dan juga Konsil Kedokteran. Karena itu, IDI berharap pemerintah segera membuat aturan permanen terkait telemedicine.

“IDI mendorong seluruh perhimpunan untuk menentukan pelayanan apa yang pantas secara etik dan hukum yang bisa dilakukan telemedis,” katanya dalam webinar Tantangan Pelayanan Kesehatan di Masa Depan yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata, Sabtu (22/8).

Misalnya, tindakan yang memerlukan pemeriksaan dengan alat tertentu, tindakan gawat darurat tidak bisa dilakukan telemedicine. Hal yang ringan seperti pengiriman data, konsultasi mungkin bisa dilakukan.

“Perhimpunan kedokteran diharapkan bisa memetakan dan memberi masukan ke pemerintah sebagai regulator untuk memutuskan mana yang memungkinkan dan mana yang tidak,” kata Daeng.

Dalam survei Katadata, kunjungan lewar aplikasi telemedicine juga melonjak 600 persen di masa pandemi. Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri Kesehatan Alexander Ginting mengatakan, telemedicine bisa digunakan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Masyarakat tidak harus datang ke RS untuk melakukan tes Covid-19.

“Kami meminta bantuan dari Ikatan Dokter Indonesia dan juga asosiasi untuk menyosialisasikan praktik telemedicine ini ke seluruh Indonesia. Kami juga minta startup telemedicine untuk tidak hanya fokus di pulau Jawa dan Sumatera. Telemedicine harus menjangku seluruh masyarakat terutama yang berada di wilayah tertinggal,” kata Ginting.

Ginting menambahkan, Kementerian Kesehatan sudah membangun ekosistem digital antara lain dengan membuat aplikasi yang bisa menghubungkan RS rujukan dan puskesmas. Aplikasi itu juga bisa memberikan informasi tak hanya tentang orang yang sakit tetapi juga jumlah tempat tidur yang tersedia. Namun, ekosistem yang dibangun Kemenkes tak cukup karena harus dibantu sektor swasta.

“Karena itu, Kemenkes mengimbau startup telemedisin untuk tidak hanya fokus di pulau Jawa dan Sumatera tapi juga di daerah terpencil dan terbelakang,” tegas Ginting.

Saksikan video menarik berikut ini:

 


IDI Sebut 3 Syarat Berhasilnya Layanan Telemedicine Selama Pandemi