Bukti Pendirian RSUD dr Soetomo Ditemukan di Kliping Koran

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Bukti Pendirian RSUD dr Soetomo Ditemukan di Kliping Koran


RSUD dr Soetomo memperingati usia 83 tahun hari ini. Namun siapa sangka, tanggal kelahiran 29 Oktober 1938 itu tidak semudah melihat tetenger dan prasasti yang biasa ada pada bangunan. RSUD dr Soetomo sampai harus membentuk tim khusus untuk menemukan fakta hari lahirnya fasilitas medis terbesar di Indonesia Timur itu.

GALIH ADI PRASETYO, Surabaya

TIDAK ada tetenger, prasasti, bahkan informasi akurat yang tercatat tentang hari berdirinya RSUD dr Soetomo. Informasi yang ada hanya sepenggal, bukan cerita utuh yang bisa dibaca ulang.

Hal itu tentu membuat fasilitas kesehatan tersebut seperti kehilangan identitas. Sementara itu, rumah sakit lain yang dibangun pada era kolonial meninggalkan catatan lengkap. Ada tetenger dan prasasti soal hari, bulan, dan tahun kapan dibangun.

Rumah sakit seperti RKZ, RS William Booth, hingga RS Darmo memiliki tetenger. Yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi. Sudah lumrah saban tahun diperingati.

”RSUD dr Soetomo bukannya tidak memiliki hari yang ditetapkan tanggal lahir. Saat itu yang tercatat adalah masa di mana nama RS Umum Pusat (RSUP) menjadi RSUD dr Soetomo. Tepatnya pada 20 Mei 1964,’’ ujar Dr Urip Murtedjo SpB(K)KL PGD Pal-med.

Jika dihitung, usia RSUD dr Soetomo masih sangat pendek. Padahal, angka itu tidak sesuai dengan fakta saat awal pembangunan. Tidak mau berdiam diri saja.

Tepatnya, 5 Februari 2007 diputuskan membentuk tim pencari fakta tentang hari kelahiran RSUD dr Soetomo. Ketua dan inisiatornya adalah Dr Urip Murtedjo SpB(K)KL PGD Pal-med.

”Pencarian pun segera kami lakukan. Salah satunya, mengecek fisik bangunan. Biasanya, ada salah satu bagian atau sudut yang ditulis tahun berapa bangunan itu dibuat. Tim bahkan sampai naik ke atap gedung,’’ kata alumnus FK Universitas Airlangga angkatan 1970 itu.

Mulai rusuk bangunan, tembok, lonceng, hingga mesin generator, semua dicek. Hasilnya nihil. Tidak ada petunjuk yang mengarah ke sana sama sekali.

Maklum saat proses pembangunan, suasana Surabaya sedang genting. Bahkan, bangunan yang rencananya menjadi rumah sakit militer dan mem-back up kerja RS CBZ atau RS Simpang itu diambil alih saat masa pendudukan Jepang. Wajar saat difungsikan Jepang, unsur seperti pencantuman tahun tidak ada.

”Pencarian terus dilakukan. Arsip-arsip lama dibuka. Ketemu tentang buku rincian biaya pembangunan gedung baru atau nieuwe Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ) yang menjadi cikal bakal RSUD dr Soetomo sekarang. Sayangnya, di catatan itu tidak tercantum tanggal persis,’’ ujarnya.

Namun, temuan itu memberikan harapan dan mempersempit peta tahun pencarian. Yakni, antara tahun 1937–1938. Sekaligus menekankan bahwa ada arsip yang memuat pembangunan nieuwe CBZ.

”Kalaupun tidak ketemu, kami rencanakan untuk terbang ke Belanda mencari bukti otentik. Namun, sepertinya usaha kami dibukakan jalan. Yakni, pertemuan dengan Ir Oerip Soedarman,’’ terang pria kelahiran Surabaya itu.

Oerip membantu pencarian bukti melalui koleksi arsip dan buku di kantor gubernur. Rata-rata koleksi di sana adalah buku dan kliping koran berbahasa Belanda. Inilah keahlian Oerip. Dia menguasai bahasa Belanda.

Sepekan lamanya setiap lembaran buku dan kliping dibuka. Urip, Oerip, dan Dr Sunarso Suyoso begitu tekun menatap tulisan pada kertas yang mulai menguning. Hingga akhirnya petunjuk pun didapat.

”Ternyata, ada koran yang memberitakan pemancangan tiang pertama pembangunan nieuwe CBZ. Ada tiga koran, yakni Soeara ’Oemoem, Sin Tit Po, dan De Indische Courant. Ketiganya kompak menulis 29 Oktober 1938 sebagai hari bersejarah dimulainya pembangunan gedung RSUD dr Soetomo,’’ ungkap pria 70 tahun tersebut.

Bahagia tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Perjuangan hampir enam bulan membuahkan hasil. Hingga akhirnya digelarlah seminar tentang hari lahir RSUD dr Soetomo.

Tahun 2007 menjadi awal dan kali pertama hari jadi RSUD dr Soetomo dirayakan. Meriah dengan digelarnya pertunjukan wayang orang. Pemainnya berasal dari kalangan dokter. Termasuk Urip yang memerankan Antareja, putra sulung Bimasena.

”Mungkin mencari hari jadi tampak biasa saja. Namun, dari umur itulah kita bisa memaknai bahwa yang tua ini harus lebih modern. Harus bisa menjadi acuan bagi yang lain, apalagi di usia sekarang yang sudah menginjak 83 tahun,’’ papar pria yang pernah menjabat kepala IRD RSUD dr Soetomo itu.


Bukti Pendirian RSUD dr Soetomo Ditemukan di Kliping Koran