Skema Crowdfunding yang Banyak Dilirik Milenial, Apa Poin Pentingnya?

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Skema Crowdfunding yang Banyak Dilirik Milenial, Apa Poin Pentingnya?


Masa depan skema patungan pendanaan atau crowdfunding memiliki prospek yang cerah. Salah satu lini yang memiliki perkembangan adalah securities crowdfunding (SCF) atau dikenal dengan nama equity crowdfunding.

FOUNDER dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, prospek baik itu ditunjang oleh regulasi yang sudah siap dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meskipun demikian, ada beberapa tantangan dalam bisnis tersebut.

”Soal promosi dan kesiapan pelaku usaha, yakni UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah, Red) atau perusahan rintisan (start-up). Equity crowdfunding ini kan digunakan sebagai salah satu alternatif pembiayaan UMKM. Nah, UMKM yang ingin terlibat tentu harus memiliki beberapa prasyarat,’’ ujarnya kepada Jawa Pos.

Yaitu, pelaku UMKM atau start-up yang ingin terlibat harus memiliki transparansi keuangan, tata kelola yang baik, maupun manajemen yang solid. Kesiapan model bisnis juga harus menarik bagi investor. ”Karena daya tariknya tinggi. Di Australia menjadi salah satu cara bagi industri kecil mendapat dana, khususnya sektor kreatif,’’ imbuhnya.

Selain itu, lanjut Bhima, faktor ketahanan UMKM atau start-up amat penting bagi sebuah equity crowdfunding untuk menyalurkan dananya. Investor juga tentu mempertimbangkan faktor tersebut. Pertimbangan jenis sektor yang dipilih dan model bisnis amat menentukan kelangsungan usaha yang akan didanai investor.

”Hanya 30 persen start-up yang mampu bertahan di tahun ketiganya. Jika ada perusahaan rintisan yang ada di sektor yang persaingannya rendah. Misalnya, sektor kesehatan atau pendidikan, itu akan lebih menarik bagi investor,’’ tuturnya.

Salah satu equity crowdfunding yang naik daun adalah LandX. Founder dan CEO LandX Andika Suntoro Putra menuturkan, selama pandemi Covid-19, pihaknya justru mendapat angin segar dari para investor milenial. ”Menurut beberapa penelitian, minat anak muda, terutama dari kalangan milenial, yang berinvestasi terus meningkat di saat pandemi. Kontribusi user LandX yang berusia 17–24 tahun 42 persen dari total user (investor, Red),’’ ucapnya.

Andika menjelaskan, beberapa hal menjadi pemicunya. Di antaranya, banyaknya waktu luang, ditambah lagi dengan naiknya kesadaran milenial untuk berinvestasi, serta berbagai kemudahan dalam melakukan investasi menggunakan teknologi.

”Mereka mulai berpikir untuk punya tabungan, mencari, dan memilah informasi mengenai investasi dan memutuskan untuk membeli karena harganya yang cukup terjangkau. Dengan berinvestasi mulai 1 juta rupiah di LandX, misalnya, mereka sudah dapat memiliki saham sebuah perusahaan dan mendapatkan keuntungan dari bisnis yang berisiko rendah,’’ paparnya.

Andika melanjutkan, LandX sangat ketat dalam menyeleksi perusahaan rintisan atau UMKM yang akan dibiayai dari uang para investor. Mereka harus sudah memiliki prospek kinerja dan pertumbuhan yang positif. ”Serta aset dasar properti yang bernilai tinggi,’’ katanya.

Dia mencontohkan salah satu usaha yang didanai LandX. Yaitu, Yellow Carwash yang merupakan sebuah chain car wash dengan teknologi modern. Usaha tersebut telah memiliki 8 outlet dengan lahan milik sendiri yang tersebar di seluruh Indonesia.

David Jandry, investor di LandX, mengatakan cukup tertarik memiliki saham di Yellow Carwash. ’’Dividen yang lumayan dan secara resmi mereka memiliki underlying asset berupa tanah (properti, Red) yang mereka pergunakan untuk operasional usaha,’’ kata pria 28 tahun itu.

Dengan begitu, sebagai investor, David merasa aman. Sebab, saham bisnis yang dipilihnya itu memiliki risiko relatif rendah. Menurut dia, hal tersebut adalah bagian dari mitigasi risiko yang diambil Yellow Carwash dalam memberikan kenyamanan berinvestasi kepada para investornya. 


Skema Crowdfunding yang Banyak Dilirik Milenial, Apa Poin Pentingnya?