Di Saat-Saat Terakhir, Jawa Timur Tergusur, Gagal Menjadi Runner-Up

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Di Saat-Saat Terakhir, Jawa Timur Tergusur, Gagal Menjadi Runner-Up


JawaPos.com-Hari Kamis (14/10), sampai pukul 20.20 WIB, Jawa Timur (Jatim) masih berada di posisi runner-up. Mereka mengumpulkan 110 emas, 89 perak, dan 88 perunggu.

Hanya unggul satu emas dari DKI Jakarta yang satu setrip di bawahnya dengan 109 emas, 91 perak, dan 100 perunggu.

Namun, semua berubah seusai final basket 3 x 3 putra di GOR SP5 Mimika. Di final, Jawa Barat bertemu DKI Jakarta. Sialnya, DKI Jakarta keluar sebagai juara. Alhasil, torehan emas mereka jadi 110. Sama dengan Jatim. Namun, DKI Jakarta berhak naik ke posisi runner-up. Sebab, mereka unggul dua perak atas Jatim.

Hasil itu membuat KONI Jatim kaget. Sebab, awalnya, mereka mengira Jatim bisa finis sebagai runner-up. Sama dengan torehan di PON XIX 2016. Meski gagal finis kedua, KONI Jatim tetap legawa.

’’Kami menerima hasil ini. Apa pun itu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Sudah berusaha sebaik mungkin. Memang ini hasil akhirnya, ya kami terima,’’ kata Ketua Harian KONI Jatim M. Nabil kepada Jawa Pos.

Ketua Umum KONI Jatim Erlangga Satriagung senada dengan Nabil. Dia tetap mengapresiasi hasil yang diraih. Apalagi, capaian itu diraih dengan cara yang tidak mudah. ’’Karena kami melakukan persiapan dengan banyak keterbatasan,’’ kata Erlangga. Jatim selama ini melakukan puslatda new normal. Semua latihan atlet dipusatkan di KONI Jatim dan Universitas Negeri Surabaya.

’’Tidak ada lawan tanding. Kami sulit mengukur kekuatan calon lawan,’’ sambung Nabil. Sejatinya, ada Pra-PON 2019. ’’Tapi, setelah itu, PON ditunda jadi tahun 2021. Artinya, ada jeda dua tahun. Selama itu, kami tidak bisa tahu kekuatan rival,’’ tambah Nabil.

Capaian tersebut tetap istimewa jika menilik jumlah atlet yang dibawa. Di PON XX 2021, Jatim mengirimkan 543 atlet. Jika dibandingkan dengan DKI Jakarta yang mengirim 750 atlet. Atau, sang juara umum Jabar dengan 770 atlet. Jaraknya sampai 200 atlet.

’’Karena itu, jika bicara efektivitas, Jatim ini paling efektif. Karena dengan jumlah atlet yang lebih sedikit, kami sempat meraih posisi runner-up,’’ jelas Nabil.

Belum lagi soal anggaran yang lebih minim daripada rival. KONI Jatim hanya mendapat dana Rp 218 miliar dari Pemprov Jatim. Bandingkan dengan Jabar yang mendapat Rp 256 miliar. Bagaimana dengan DKI Jakarta? Mereka mengantongi dana Rp 410 miliar. Toh, dengan dana yang lebih sedikit, Jatim tetap mampu finis di posisi tiga besar.

Padahal, belum ada kepastian besaran bonus yang diberikan kepada para peraih medali. Namun, para atlet tetap tampil nothing to lose. Buktinya, ada tambahan lima emas yang diraih. Termasuk dari loncat indah. Gladies Lariesa malah mampu menyumbangkan tiga emas.

’’Alhamdulillah, rasanya tidak menyangka karena saya baru kali pertama ikut PON dan berhasil mengalahkan senior-senior saya,’’ kata siswi SMP Negeri 40 Surabaya tersebut.

Selain itu, beberapa cabor mampu menjadi juara umum. Panjat tebing, misalnya. Mereka jadi juara umum dengan 6 emas, 5 perak, dan 3 perunggu. ’’Alhamdulillah, kami mampu melampaui capain PON 2016 yang hanya dapat tiga emas,’’ kata Dhanu Iswara, ketua umum Pengprov FPTI Jatim.


Di Saat-Saat Terakhir, Jawa Timur Tergusur, Gagal Menjadi Runner-Up