Ke Gunung Mencecap Udara Segar, ke Pantai Berburu Sunset

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Ke Gunung Mencecap Udara Segar, ke Pantai Berburu Sunset


Liburan singkat tak melulu harus dihabiskan di tempat liburan yang itu-itu saja. Destinasi terdekat dari tempat tinggal juga bakal seru bila dinikmati dengan cara berbeda.

Misalnya, road trip dengan mengendarai motor ke Malang–Batu.

————————————————————————————————————————

TIM Jawa Pos melakukan road trip selama sehari. Eksplorasi akan berfokus pada dua daerah yang saling berbatasan. Yakni, Kabupaten Malang dan Kota Batu.

Merasakan hawa segar hutan di pegunungan, angin sepoi pantai, hingga ngafe di tempat yang sedang hit.

Perjalanan dimulai pada Rabu (22/9). Tepat pukul 07.00 Jawa Pos sudah tancap gas menuju Malang. Godaan hamparan hijau di Kebun Teh Wonosari, Lawang, Malang, benar-benar menggoda untuk diampiri.

Jaraknya hanya 7 kilometer atau 15 menit ke arah barat dari Pasar Lawang. Rute menuju ke lokasi kebun memang menanjak, tetapi masih ramah untuk kendaraan roda dua. Bahkan untuk kelas 110 cc sekalipun.

Selama perjalanan menuju lokasi, pemandangan Gunung Arjuno terpampang jelas.

Apalagi, saat cuaca cerah tanpa awan, pemandangan utuh lereng hingga puncak segitiga karya alam itu membuat road trip semakin seru. Jangan khawatir bosan, banyak titik yang bisa menjadi spot foto.

Tiket masuk ke kebun teh yang berdiri sejak 1875 tersebut mencapai Rp 14.900 per orang.

Kemudian, ada biaya tambahan parkir Rp 5.000 untuk kendaraan roda dua. Nah, dari sinilah penjelajahan dimulai.

Ada moda transportasi berupa kereta kelinci yang membawa pengunjung keliling kebun ke spot-spot unggulan di kawasan seluas 1.100 hektare tersebut.

Sebuah jembatan kayu mengantar pengunjung serasa melayang di atas hamparan ”karpet” hijau daun teh. Berswafoto dengan latar rimbunnya daun teh, hasilnya autokeren.

Apalagi, momen itu dihabiskan berdua dengan kesayangan atau keluarga.

Menyusuri liku-liku jalanan di tengah kebun teh dengan menaiki motor juga menjadi sensasi tersendiri. Namun, awas, tidak semua jalur ramah bagi kendaraan roda dua ya.

Menikmati embusan angin sejuk, hawa dingin, dan aroma segar dedaunan serasa menghirup aromaterapi.

Mohammad Erik dan Velin menikmati liburan di Kebun Teh, Wonosari, Malang, Rabu (22/9/2021). Vespa matic tenis Sprint mampu melewati medan-medan yang terjal dan ketinggian. Robertus Risky/ Jawa Pos

Kebun teh yang misuwur sejak era kolonial itu juga mempertahankan bangunan masa kolonial yang masih terawat.

Ada bangunan pabrik, mes karyawan, kantor, hingga hotel yang bergaya bangunan lawas masa Belanda menduduki Indonesia dulu. Siapkan pula outfit of the day (OOTD) yang pas untuk berfoto di sini.

Rampung berkeliling, paling enak bersantai dan menikmati sajian teh perkebunan di sana. Tea house Wonosari juga menyediakan teh yang bisa diseduh di rumah. Mulai white tea, black tea, hingga green tea.

Puas memanjakan paru-paru dengan udara sejuk, saatnya turun gunung dan lanjut ke trip berikutnya. Kali ini motor digeber menuju Kota Batu.

Ngopi kekinian di hutan pinus boleh juga. Hutan desitasi itu berada di Dusun Selokerto, Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kota Batu. Kawasan itu biasa dijadikan area berkemah.

Bila hanya ingin jalan-jalan, menarik gas sambil mengikuti liuk jalan tanah di tengah hutan pinus sudah cukup memberikan kepuasan.

Gemercik suara arus sungai terdengar jelas. Sesekali, burung berkicau di atas kepala sambil terbang berganti dahan.

Siapkan memori kamera yang cukup. Jangan sampai menyesal karena harus melepas salah satu momen saat melintas di point of view yang menggugah mata.

Jika mujur, seperti yang dirasakan tim Jawa Pos, pengunjung bisa bertemu dengan kedai kopi Volkswagen (VW) Combi yang sedang buka lapak di tengah hutan pinus.

Kedai tersebut memang mengusung konsep nomaden cafe. Berpindah dari satu tempat indah ke lokasi seru lain di kawasan Kota Batu dan Malang. Seperti di film Filosofi Kopi.

Secangkir kopi arabica honey process dengan biji dari Buleleng mulai membasahi lidah dan tenggorokan.

Kafein dari kopi dengan notes rasa buah dan aroma yang woody dinikmati di tengah alam terbuka. Ranting yang bergesekan karena angin seperti bertepuk tangan ikut merayakannya.

Road trip seperti ini yang membuat lelah perjalanan terbayar impas. Meski, waktu yang singkat dengan moda transportasi yang paling fleksibel.

Hari masih siang. Gelap masih jauh. Trip dilanjutkan agak jauh ke Malang Selatan. Menjelajah pantai yang berbatasan dengan Samudra Hindia.

Di Malang, banyak pantai yang berpasir putih dan perairan yang jernih. Namun, pada masa pandemi Covid-19, beberapa pantai sementara waktu tidak menerima kunjungan wisata.

Misalnya, Balekambang, Goa Cina, hingga Kondang Merak.

Beruntung, kami masih kebagian Pantai Ngliyep. Pantai itu masuk wilayah Kecamatan Donomulyo.

Waktu perjalanan mencapai 2,5 jam dari pusat kota. Tantangannya adalah akses yang sempit. Di beberapa titik, jalan masih bergelombang.

Rambu jalan juga minim. Tantangan semakin menjadi-jadi karena jalur menuju Ngliyep juga dilalui truk bermuatan berat seperti pasir dan tebu.

Pantai Ngliyep memang istimewa. Topografinya merupakan gabungan tiga unsur. Hutan tropis, pantai berpasir putih, dan tebing batu. Keunikan itu menghadirkan sejuta hiburan bagi pengunjung.

Eksplorasi dimulai dari Bukit Kombang, sebuah bukit berbatu yang konon menjadi petilasan Nyi Roro Kidul. Lalu, Pantai Pasir Panjang dengan hamparan pasir putih yang menawan.

Pos pandang Teluk Putri mengajak kita melihat area Pantai Ngliyep dari ketinggian. Pantas saja jika pantai itu dinamai ngliyep yang berarti membuat suasana santai dan menjadi ngantuk.

Mau kulineran? Sederet warung dengan menu seafood siap menyambut. Tempat itu pun pantas menyandang predikat sebagai salah satu titik pandang sunset terbaik di Malang.

Saat awan cerah, matahari bak tenggelam di ujung tombak sebuah pedang. Tepat di ujung Pasir Panjang yang melengkung.

Masih kurang puas? Bermalam di Pantai Ngliyep menjadi pilihan lain. Bisa menyewa penginapan atau mendirikan tenda.

Tidak perlu repot bawa dari rumah. Sebab, banyak warga yang menyewakan peralatan di sana. Malamnya, pengunjung yang menginap bisa menikmati gurita hasil tangkapan warga yang biasa berburu di sela karang saat air surut.

Gurita segar itu dilego Rp 50 ribu–Rp 70 ribu per kilogram. Tinggal menyulut api unggun dan menikmati vibes bermalam di pantai.

Jika tidak, banyak pilihan tempat menginap lain di Batu dengan jarak tempuh sekitar 2,5 jam. Nah, saat perjalanan malam, pastikan performa kendaraan prima.

Mulai rem hingga lampu. Sebab, mayoritas jalur yang dilalui jauh dari permukiman. Tenang saja, jalur Pantai Ngliyep adalah jalur utama. Tidak pernah sepi.


Ke Gunung Mencecap Udara Segar, ke Pantai Berburu Sunset