Minta Stop Ekspor Sampah Plastik, Nina Berkirim Surat ke PM Belanda

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Minta Stop Ekspor Sampah Plastik, Nina Berkirim Surat ke PM Belanda


JawaPos.com- Aeshnina Azzahra Aqilani, pelajar SMPN 12 Gresik, melanjutkan aksinya untuk mendorong negara-negara maju tidak membuang sampahnya ke Indonesia. Seusai berpidato pada forum Plastic Health Summit di Amsterdam Theather pada 21 Oktober lalu, kemarin (25/10) dia juga berkirim surat kepada Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte serta Menteri Infrastruktur dan Pengelolaan Sumberdaya Air Belanda Barbara Visser.

Isi surat Nina, panggilan akrab Aeshnina Azzahra Aqilani, tentang permintaan penghentian ekspor sampah plastik ke Indonesia. Sebab, Belanda termasuk salah satu negara yang mengekspor sampah plastik ke Indonesia dalam jumlah cukup besar.

Dalam kesempatan itu, Nina diterima oleh Penasehat Internasional Strategis dalam Sirkular Ekonomi Belanda Arnoud Passenier. ‘’Saya menyampaikan tuntutan agar negara-negara Eropa, khususnya Belanda tidak menambah beban Indonesia dalam menangani sampah plastik,’’ ujar Nina kepada Jawa Pos melalui sambungan telepon.

Dia mengatakan, Indonesia bukan tempat pembuangan global. Selain itu, Indonesia belum memiliki kapasitas untuk menyelesaikan atau menangani limbah domestik secara benar. Sejauh ini, hanya sekitar 30 persen saja penduduk yang memiliki akses ke sistem pengumpulan sampah dan fasilitas pengolahan sampah dengan layak.

Nina menambahkan, sampah plastik dari sejumlah negara maju seperti Belanda sudah mencemari lingkungan. Di antaranya merusak ekosistem Sungai Brantas. Dampaknya, mengancam kesehatan masyarakat di Jawa Timur serta berpotensi membahayakan lingkungan masa depan anak-anak. “Tolong hentikan ekspor sampah plastik ke Indonesia dan ambil kembali sampah dari Indonesia. Bantu kami, untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat dan dunia bebas plastik,” ucap Nina yang tinggal di Wringinanom itu.

Surat itu diterima Arnoud Passenier. Dia akan menyampaikannya kepada Perdana Menteri serta Menteri Infrastruktur dan Pengelolaan Sumberdaya Belanda. “Kami telah mengendalikan impor sampah plastik dengan melakukan pengawasan yang ketat di pelabuhan Rotterdam agar tidak ada lagi sampah plastik yang diekspor ke Indonesia,” ungkap Arnoud seperti ditirukan Nina.

Nina menambahkan, dalam pertemuan itu dirinya juga sempat bertanya tentang upaya pemerintah Belanda untuk menjaga sungai bersih. Jawaban Arnoud, pemerintah menyediakan banyak sarana seperti tempat sampah dan pengangkutan sampah yang rutin. Dengan demikian, warga membuang sampah pada tempat-tempat yang disediakan dan tidak membuangnya ke sungai.

Saat ini, Nina masih berada di Belanda. Selain ke Belanda, rencananya dia juga akan Jerman untuk berkampanye tentang bahaya sampah plastik. Nina juga mendapat undangan untuk menghadiri Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) di Glasgow,  Inggris, pada November nanti.

COP adalah forum tingkat tinggi tahunan bagi 197 negara. Agendanya, membicarakan perubahan iklim dan bagaimana rencana negara-negara itu menanggulanginya. COP26 itu menandakan pertemuan ke-26 sejak konvensi PBB itu diberlakukan pada 21 Maret 1994.

 

Berikut isi surat lengkap Nina:

Amsterdam, 25 October 2021

Dear Mr. Mark Rutte, Perdana Menteri Belanda dan Ms. Barbara Visser, Menteri Infrastruktur di Waterstaat

Perihal: Permintaan Penghentian Ekspor Sampah Plastik ke Indonesia

Nama saya Aeshnina Azzahra Aqilani, anda bisa memanggil saya Nina. Saya mengunjungi Belanda untuk menghadiri Plastic Health Summit minggu lalu, yang diselenggarakan oleh The Plastic Soup Foundation.

Saya tinggal di Gresik, Jawa Timur Indonesia tidak jauh dari desa yang menjadi tempat pembuangan sampah plastik impor dari negara maju. Namanya Desa Bangun. Saya menemukan sampah plastik dari Belanda di tempat pembuangan sampah di Desa Bangun. Sampah plastik tersebut diselundupkan ke dalam bal kertas yang diimpor oleh pabrik kertas di Indonesia.

Di Desa Bangun banyak sekali tumpukan plastik asing, warga desa memilah sampah plastik daur ulang dan menjualnya ke pabrik daur ulang plastik, sampah plastik yang tidak bisa didaurulang dijual ke pabrik tahu sebagai bahan bakar. Pembakaran plastik dapat melepaskan gas rumah kaca dan racun dioksin, serta menciptakan abu beracun yang mencemari telur ayam di desa. Sebelum didaur ulang, sampah plastik harus dicuci dengan banyak air tanah dan kemudian air limbah yang tidak diolah dibuang ke sungai. Daur ulang kertas di pabrik kertas juga mencemari Sungai Brantas yang menyediakan air minum bagi 6 juta orang.

Proses pencucian dan daur ulang plastik akan melepaskan mikroplastik dan menyerap racun di sungai. Mikroplastik memiliki ukuran yang sama dengan plankton. Jika ikan memakan mikroplastik maka racun yang menempel pada mikroplastik akan terakumulasi di organ dan daging ikan. Negara-negara maju menyelundupkan sampah plastiknya dalam kiriman paper bales, yang diimpor oleh pabrik kertas Indonesia. Seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Belanda, Italia, dan negara maju lainnya.

Saya yakin Belanda memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyediakan fasilitas yang layak untuk mendaur ulang sampah plastik dibandingkan Indonesia. Jika Anda mengirim sampah plastik ke Indonesia, itu tidak akan diperlakukan dengan baik, karena akan dibuang atau dibakar secara terbuka di desa dekat pabrik kertas. Tolong jangan menambah beban kami, Indonesia bukan tempat pembuangan global dan tidak memiliki kapasitas untuk menyelesaikan masalah limbah kami dan untuk menangani limbah domestik kami dengan benar. Hanya 30% penduduk yang memiliki akses ke sistem pengumpulan sampah dan fasilitas pengolahan sampah yang layak

Sampah plastik Anda sudah mencemari lingkungan saya dan mengancam kesehatan kita dan membahayakan lingkungan masa depan kita Tolong hentikan ekspor sampah plastik Anda ke Indonesia dan ambil kembali sampah Anda dari Indonesia.  Tolong bantu saya untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat dan dunia bebas plastik.

Salam Hormat,

Aeshnina Azzahra Aqilani


Minta Stop Ekspor Sampah Plastik, Nina Berkirim Surat ke PM Belanda