Kisruh POP Kemendikbud, Din Syamsuddin: Sebaiknya Dihentikan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kisruh POP Kemendikbud, Din Syamsuddin: Sebaiknya Dihentikan


JawaPos.com – Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai kontroversi setelah mundurnya Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan PGRI dalam program tersebut. Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, Mendikbud Nadiem Makarim tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang sejarah pendidikan nasional Indonesia dan peran organisasi-organisasi kemasyarakatan khususnya keagamaan dalam gerakan pendidikan nasional.

“Muhammadiyah dan NU adalah pelopor pendidikan di Indonesia. Mereka bersama yang lain adalah stake holder sejati pendidikan nasional. Sementara, yayasan atau foundation seperti Sampurna atau Tanoto hanyalah pendatang baru, yang setelah menikmati kekayaan Indonesia baru berbuat atau memberi sedikit untuk bangsa,” kata Din, Rabu (29/7).

“Jadi kalau mereka (Sampurna dan Tanoto) yang dimenangkan atau dilibatkan dalam POP sungguh merupakan ironi sekaligus tragedi,” sambungnya.

Din berujar, kesalahan mutlak bukan pada Nadiem. Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bertanggung jawab karena telah mengangkat Nadiem yang lebih banyak berada di luar negeri yang akhirnya membuat Nadiem tidak cukup memiliki pengetahuan dan penghayatan tentang masalah dalam negeri.

“Sebaiknya program itu dihentikan. Lebih baik Kemendikbud bekerja keras dan cerdas mengatasi masalah pendidikan generasi bangsa akibat pandemi Covid-19. Karena menurut seorang pakar pendidikan, menimbulkan the potential loss bahkan generation loss (hilangnya potensi dan hilangnya generasi),” tegas Din.

Din memandang, seharusnya Pemerintah memikirkan sistem belajar yang saat ini banyak menggunakan internet. Sehingga membebaskan kuota internet agar anak-anak bangsa bisa belajar dalam jaringan atau jarak jauh.

“Kemendikbud memaksakan belajar daring atau jarak jauh tapi tidak menyiapkan infrastruktur untuk itu. Anggaran yang diklaim untuk penanggulangan Covid-19 tidak dialokasikan untuk membantu anak-anak rakyat yang terpaksa belajar dari rumah dalam keterbatasan dan kekurangan,” tandasnya.

Nadiem sendiri telah meminta maaf kepada NU, Muhammadiyah dan PGRI soal kisruh Program Organisasi Penggerak (POP). Dia mengharapkan, ketiga organisasi besar tersebut bersedia memberikan bimbingan dalam melaksanakan programnya.

“Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala keprihatinan yang timbul dan berharap agar tokoh dan pimpinan NU, Muhammadiyah, dan PGRI bersedia untuk terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program yang kami sadari betul masih belum sempurna,” ucap Nadiem.

Nadiem menyebut, niat awal dari program POP Kemendikbud adalah bermitra dengan para penggerak pendidikan untuk selanjutnya menemukan inovasi yang dipelajari pemerintah. Tujuan akhirnya adalah agar program yang tepat bisa diterapkan dalam skala nasional.

“Hanya satu misi program kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk mendidik penerus negeri ini,” cetus Nadiem.


Kisruh POP Kemendikbud, Din Syamsuddin: Sebaiknya Dihentikan