Kirsuh POP, PII Desak Negara Tetapkan Darurat Pendidikan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kirsuh POP, PII Desak Negara Tetapkan Darurat Pendidikan


JawaPos.com – Kisruh program organisasi penggerak (POP) Kemendikbud belum mereda. Elemen bangsa dan pendidikan terus mengkritik program di kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu.

Terbaru kritikan dari Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII). Dalam waktu dekat organisasi tersebut melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) terkait polemik POP.

“Bagaimana seleksinya, apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini. Kami melihat pelaksana yang ditunjuk bukan yang selama ini kami kenal dan diketahui sepak terjangnya,” ujar Ketua Umum PB PII retoris Husin Tasrik Makruf Nasution mempertanyakan dalam keterangannya, Selasa (28/7).

Menurut dia, kompetensi pelaksana POP yang disetujui Kemendikbud tersebut, kiprahnya di pendidikan apakah sebaik dari NU, Muhammadiyah, dan PGRI.

“Di tengah kesulitan siswa mendapat fasilitas dan akses pembelajaran. Negara malah membiayai program yang tidak menunjukkan keberpihakan. Sikap kami tegas, agar program tersebut dibatalkan,” tandas Husin.

Husin menerangkan, program tersebut tidak menjadi solusi shortcut pada permasalahan yang dihadapi para guru dan murid saat ini. Padahal presiden telah berulangkali agar kebijakan yang dilakukan harus extraordinary.

Husin menilai Mendikbud Nadiem Makarim saat ini masih menjalankan program seperti biasa. Hampir di semua ditjen masih menjalankan program yang tidak berorientasi pada permasalahan inti. Salah satunya program POP.

Lebih jauh Husin mengatatakan, Persekjen No. 3 Tahun 2020 yang menjadi dasar program POP bertentangan dengan Permendikbud No. 33 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana) pasal 11. Dalam keadaan bencana, tidak ada kewajiban Kemendikbud meningkatkan kapasitas guru, yang ada adalah memberikan bantuan pemulihan warga Satuan Pendidikan yang terkena Bencana agar dapat kembali ke dalam kehidupan normal,” jelas Husin.

Pihaknya merasa miris karena di semester awal tahun ajaran baru 2020/2021 terdapat hambatan yang nyata dan masih dialami banyak siswa. Mulai dari tidak memiliki gawai pintar (smartphone) secara pribadi dan tidak ada akses internet, bahkan belum teraliri listrik.

Dia menyebut, saat ini terdapat lebih dari 46 ribu sekolah yang tidak dapat menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Itu mayoritas terjadi di daerah pelosok, pegunungan, khususnya di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan.

Keterbatasan terhadap akses internet, listrik, tidak punya smartphone atau komputer membuat pembelajaran dilakukan dengan metode guru berkunjung ke rumah siswa atau luring. Tetapi metode itu tidak efektif, sebab jumlah guru tak memadai jika harus melayani semua siswa satu per satu.

“Ini problem nyata, telah diakui oleh kemendikbud sendiri di banyak kesempatan. Lalu solusinya tidak pernah terdengar ada kebijakan extraordinary,” tandasnya.

Untuk itu, pinta Husin, negara punya tanggung jawab memenuhi hak warga negara di bidang pendidikan sebagaimana yang diamanahkan di UUD 1945.

“Jangan dibiarkan loss generasi. Ada ribuan saudara kita para pelajar yang tinggal di pelosok desa, kondisinya kurang beruntung. Mereka tidak mengikuti kegiatan belajar secara layak,” terangnya. Husin mendesak pemerintah menetapkan darurat pendidikan.

Penanggung Jawab Satgas Covid-19 PII Sureza Sulaiman menambahkan, masalah utama yang sedang dihadapi bangsa ini adalah tingginya ketimpangan ekonomi dan pendidikan di tengah masyarakat. Hal itu menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran bagi peserta didik. “Peran Kemendikbud, harus lebih extraordinay dalam merespons persoalan,” tandasnya.

Sureza usul, pemerintah mengeluarkan perpres tentang alokasi khusus anggaran darurat pendidikan selama wabah Covid-19. Kemudian kemendikbud dan dinas pendidikan mendata dan merelokasi anggaran untuk menyelesaikan permasalahan kendala yang dialami para guru dan siswa.

Kondisi darurat di sektor pendidikan ini tambahnya belum mendapat perhatian masyarakat luas jika dibandingkan dengan isu ekonomi akibat pandemi. Masih banyak pemangku kepentingan di sektor pendidikan yang belum sepenuhnya menyadari bahwa penutupan kegiatan sekolah berimbas pada terbatasnya pembelajaran bagi murid dalam kondisi yang kurang beruntung.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

 

 


Kirsuh POP, PII Desak Negara Tetapkan Darurat Pendidikan