OTT KPK Jangan Sampai seperti Dua Kasus Sebelumnya

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

OTT KPK Jangan Sampai seperti Dua Kasus Sebelumnya


JawaPos.com – Setelah kinerja penindakan disorot banyak pihak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya kembali melakukan operasi tangkap tangan. Tidak tanggung-tanggung, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka.

Dua di antaranya adalah Bupati Kutai Timur (Kutim), Kalimatan Timur (Kaltim), Ismunandar, dan istrinya, Encek Unguria R., yang menjabat ketua DPRD setempat.

Selain Ismunandar dan istrinya, KPK juga menetapkan tiga orang lain sebagai tersangka penerima suap. Yakni, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim Musyaffa, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Aswandini, serta Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah. Kemudian, sebagai pemberi suap, KPK menetapkan dua rekanan sebagai tersangka, yakni Aditya Maharani dan Deky Aryanto.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan, penetapan tujuh tersangka itu merupakan tindak lanjut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Kamis (2/7) di beberapa tempat di Kutim, Jakarta, dan Samarinda. Total, ada 16 orang yang diamankan dalam operasi senyap itu. Ismunandar dan istrinya ditangkap di Jakarta.

Dari OTT tersebut, KPK menemukan uang tunai Rp 170 juta, beberapa buku tabungan senilai Rp 4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp 1,2 miliar. ”Secara simultan, tim KPK yang berada di area Jakarta dan Sangatta (ibu kota Kutim, Red) juga turut mengamankan pihak-pihak lain,” kata Nawawi dalam konferensi pers kemarin (3/7).

KPK menemukan indikasi penerimaan suap terkait dengan proyek infrastruktur di Kutim. Para rekanan diduga telah memberikan uang kepada bupati pada 11 Juni lalu. Perinciannya, Aditya selaku rekanan dinas PU memberikan Rp 550 juta. Sementara itu, Deky (rekanan dinas pendidikan) memberikan Rp 2,1 miliar. Uang tersebut diberikan melalui Suriansyah dan Encek.

Untuk diketahui, Aditya telah menjadi rekanan sejumlah proyek PU. Di antaranya, pembangunan embung Desa Maloy, Kecamatan Sangkulirang, senilai Rp 8,3 miliar (dikerjakan oleh CV Permata Group), pembangunan rutan Polres Kutim senilai Rp 1,7 miliar (CV Bebika Borneo), dan peningkatan jalan Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar (CV Bulanta).

Kemudian, proyek optimalisasi pipa air bersih PT GAM senilai Rp 5,1 miliar dan pemasangan lampu Jalan APT Pranoto senilai Rp 1,9 miliar (PT Pesona Prima Gemilang). Sementara itu, Deky mengerjakan proyek di dinas pendidikan senilai Rp 40 miliar. ”Jadi, rekanan ini telah mengerjakan proyek di Kutai Timur,” jelas mantan ketua Pengadilan Negeri (PN) Samarinda itu.

Nawawi menambahkan, uang pemberian rekanan tersebut dimasukkan Musyaffa ke beberapa rekening. Yakni, Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 400 juta, Bank Mandiri Rp 900 juta, dan Bank Mega Rp 800 juta.

Sebagian uang digunakan untuk membayar mobil Elf di Isuzu Samarinda pada 23-30 Juni sebesar Rp 510 juta. Juga membeli tiket pesawat ke Jakarta Rp 33 juta dan hotel Rp 15,2 juta.

Selain pemberian itu, KPK juga mengindikasikan adanya transaksi suap yang berupa tunjangan hari raya (THR) pada 19 Mei lalu. THR dari Aditya diberikan kepada bupati, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini, masing-masing Rp 100 juta. Dan, Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar sebagai calon bupati (cabup) Kutim tahun ini.

Diduga, uang itu diberikan karena Ismunandar menjamin anggaran rekanan tidak mengalami pemotongan. Kemudian, Encek selaku ketua dewan melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang proyek. Musyaffa sebagai orang kepercayaan bupati juga melakukan intervensi dalam penentuan pemenang itu.

Kemudian, Suriansyah mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin. Besarnya 10 persen dari jumlah pencairan. ”Dan ASW (Aswandini, Red) mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang,” imbuh Nawawi.

Untuk kepentingan penyidikan, enam tersangka langsung ditahan. Sedangkan tersangka Deky dalam perjalanan menuju KPK tadi malam.

OTT itu juga mendapat perhatian besar karena dilakukan setelah ada pemberitaan mengenai dugaan pelanggaran kode etik oleh ketuanya. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menegaskan, perlu ada perhatian lebih dari KPK untuk menuntaskan permasalahan yang sudah ada lebih dulu.

Kurnia menegaskan, ICW mengapresiasi OTT yang dilakukan terhadap bupati Kutai Timur dan istrinya. Tapi, perlu diperhatikan juga kelanjutan OTT itu. Jangan hanya ramai di awal, seperti yang terjadi pada dua OTT besar terdahulu.

”Dua tangkap tangan sebelumnya justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat,” jelas Kurnia kemarin.

Dua OTT yang dimaksud adalah kasus yang melibatkan mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Harun Masiku. Juga kasus di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diduga melibatkan rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Untuk kasus pertama, tidak ada kejelasan terkait dengan Harun Masiku hingga sekarang. Sementara itu, kasus rektor UNJ malah dilimpahkan ke kepolisian.

”Wajar jika publik meragukan keseriusan pimpinan KPK dalam menangani perkara yang melibatkan kepala daerah itu,” lanjut Kurnia. KPK harus memberikan kejelasan informasi juga kepada publik soal perkembangan kasus. Yang ada sekarang, KPK terkesan menutup-nutupi perkembangan perkara.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

 

 


OTT KPK Jangan Sampai seperti Dua Kasus Sebelumnya