Pemeriksaan Harus Lebih Masif Lagi

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pemeriksaan Harus Lebih Masif Lagi


DUA pekan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi Jawa Timur (Jatim), provinsi penyumbang kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia. Ketika itu Jokowi memberikan ultimatum atau target untuk dapat mengendalikan Covid-9 kepada Jatim dalam 14 hari.

Khususnya Surabaya Raya.

Waktu 14 hari dianggap sebagai masa inkubasi dari Covid-19. Kala itu ada optimisme bahwa Jatim bisa mengendalikan kasus. Sebab, Jatim, khususnya Surabaya, telah melakukan pemeriksaan masif jika dibandingkan dengan sebelumnya. Sebab itu, penemuan kasus juga makin besar.

Dari sana kemudian diharapkan dapat dilakukan penanganan secara tepat dan cepat. Dan, saya pribadi melihat Surabaya sudah melakukan pemeriksaan masif, tracing yang agresif, dan penanganan kasus yang bagus.

Berdasar standar World Health Organization (WHO), satu kasus ditemukan, harus dilakukan tracing ke kontak dekat setidaknya 30 orang. Karena itu, banyak kasus ditemukan tanpa gejala atau orang tanpa gejala.

Jadi, ketika bisa menjaring kasus sebanyak-banyaknya, secara logika sumber penularannya bisa ditangani. Harapannya, tidak menjadi sumber penularan baru.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan jumlah kasus tidak malah menurun. Pada 9 Juli, penemuan kasus baru di Jatim justru mencapai 550 orang. Dan, itu merupakan kasus tertinggi di Jatim. Padahal, setelah mendapat kunjungan Jokowi, kasus di Jatim sempat rata-rata 300-an.

Menurut saya, selama dua pekan ini, Jatim masih belum mampu mengendalikan kasus baru. Jokowi sendiri ketika itu bukan meminta memberhentikan kasus. Melainkan, meminta agar kasus yang tadinya melonjak bisa melandai.

Paling tidak tetap konsisten. Namun, kenyataannya hal itu tidak bisa terjadi dalam dua pekan terakhir ini.

Meski begitu, kasus Covid-19 di Jawa Timur, khususnya di Surabaya, harus bisa dilihat lebih luas lagi. Saat ini berkembang informasi Covid-19 menular melalui udara.

Tapi, itu masih dalam tahap investigasi. Jika persebaran virus bisa melalui udara, kasusnya bakal jauh lebih banyak lagi.

Saya melihat Surabaya sudah melakukan pemeriksaan secara masif. Namun, kemasifan dalam pemeriksaan itu dilakukan ketika akhir-akhir masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau pada saat masa PSBB transisi.

Nah, jika kemasifan masuk ke PSBB atau new normal, itu kurang cukup. Sebab, sekarang aktivitas masyarakat tidak lagi dibatasi. Jadi, pemeriksaan Covid-19 harus lebih dimasifkan lagi.

Dalam fase sudah menghadapi era new normal, pemerintah tidak lagi bisa memberlakukan PSBB. Padahal, berdasar evaluasi perjalanan Covid-19, secara epidemiologi, setelah PSBB jilid ketiga berakhir, kondisi masih belum aman. Namun, pemerintah sudah melonggarkan PSBB. Dan, memutuskan tidak memperpanjang PSBB.

Dari sisi epidemiologi, kondisi Surabaya Raya saat itu belum aman. Namun, pemerintah memiliki pertimbangan lain. Yakni, melihat dari sisi ekonomi.

Itu sejatinya tidak hanya terjadi di Surabaya, tetapi juga seluruh daerah di Indonesia. Apalagi, melihat karakteristik masyarakat yang banyak bekerja di sektor informal dengan mendapatkan upah harian.

Jadi, saat ini mau tidak mau kita semua bisa menghadapi new normal. Masyarakat harus ekstrapatuh dalam menerapkan protokol kesehatan.

Jika mau tetap bekerja, syarat utama harus mematuhi protokol kesehatan Covid-19 agar tidak tertular. Masyarakat harus melakukan intervensi pada diri sendiri.

Sementara itu, pemerintah masih harus melakukan pemeriksaan secara masif. Bahkan, kemasifan tersebut harus lebih ditingkatkan lagi.

Meskipun dicap sebagai zona merah, masyarakat akan jauh lebih waspada. Itu lebih baik daripada orang yang berada di zona hijau karena pemerintah setempat tidak melakukan pemeriksaan masif. Padahal, bisa saja kasusnya lebih banyak jika dibandingkan dengan Surabaya.

Pemeriksaan masif tersebut bisa dengan cara memperbanyak laboratorium mobile. Sebab, masyarakat terkadang malas diminta datang untuk rapid test dan lebih menyukai jemput bola.

Pemerintah juga tetap harus memberikan fasilitas pemeriksaan gratis. Dan, harus memastikan pula fasilitas kesehatan bisa mencukupi.


*) Epidemiolog Universitas Airlangga

**) Disarikan dari wawancara dengan wartawan Jawa Pos Septinda Ayu Pramitasari

Saksikan video menarik berikut ini:

 


Pemeriksaan Harus Lebih Masif Lagi