Pakar Asuransi Sebut JS Saving Plan Seperti Gali Lubang Tutup Lubang

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pakar Asuransi Sebut JS Saving Plan Seperti Gali Lubang Tutup Lubang


JawaPos.com – Kasus korupsi investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menghadirkan saksi ahli Irvan Rahardjo sebagai pakar asuransi pada sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (12/8) kemarin. Dalam kesaksiannya Irvan menilai, kehadiran produk asuransi JS Saving Plan sejak awal bukanlah produk yang patut untuk dijalankan oleh perusahaan asuransi.

“Memang berizin dan boleh dalam aturan, tapi dalam prinsip asuransi itu tidak patut dilakukan. Asuransi itu bukan manajer investasi, tapi manajer risiko,” kata Irvan.

Irvan menjelaskan, kehadiran JS Saving Plan sebagai produk asuransi masuk dalam kategori unit link, namun tidak sepenuhnya produk asuransi unit link. Sebab, terdapat imbal hasil yang besar dan pasti, di mana produk JS Saving Plan memberikan bunga investasi di atas rata-rata suku bunga acuan.

Manajemen lama Jiwasraya mematok keuntungan pasti dari investasi ini di angka 9 persen -13 persen untuk produk ini. Pada saat itu rata-rata acuan suku bunga obligasi di antara 4 persen -7 persen.

“Saving Plan itu bisa dikatakan kesalahan, dalam keadaan menjanjikan imbal yang pasti,” ucapnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun sempat bertanya terkait dengan premi nasabah terbaru yang dibayarkan untuk polis jatuh tempo nasabah yang lain. Irvan menyebut hal itu salah satu yang membuat Jiwasraya runtuh.

Menurutnya, asuransi sebagai industri keuangan dalam melakukan tata kelolanya, dapat menginvestasikan sumber pendapatan dari premi yang dibayarkan nasabah. Namun fluktuasi dari waktu ke waktu harus selalu dilaporkan kepada tertanggung.

“Ia membayar nasabah hari ini dan menunggu besok mengambil premi, itu yang disebut dengan praktek ponzi. Ia baru bisa bayar nasabah pertama kalau ia dapat nasabah berikutnya. Dengan mudah kita katakan gali lubang tutup lubang. Ini tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian,” jelasnya.

Jiwasraya, kata Irvan, seharusnya melakukan praktik bisnisnya dengan melakukan perhitungan sovabilitas sebagai ukuran perusahaan menyelesaikan kewajiban jangka panjang, dan leabilitas untuk kemampuan jangka pendek.

Selain itu, lanjutnya, ada beberapa aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi dan non investasi. Jenis investasi meliputi reksadana, saham, deposito, medium term note dan lainnya dengan mengikuti aturan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam perkara ini, enam terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan investasi saham PT AJS didakwa merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Direktur Utama PT Asuaransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Atas perbuatannya, keenam terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP. Sementara itu, Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro juga turut didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT AJS.

Heru dan Benny Tjokro disebut membelanjakan uang hasil tindak pidana korupsi pada PT AJS tersebut. Atas perbuatannya, Heru dan Benny Tjokro juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.


Pakar Asuransi Sebut JS Saving Plan Seperti Gali Lubang Tutup Lubang