Pengamat Sebut Kasus BP Jamsostek Beda dengan Jiwasraya dan Asabri

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pengamat Sebut Kasus BP Jamsostek Beda dengan Jiwasraya dan Asabri


JawaPos.com–Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) terkait dengan kasus dugaan korupsi keuangan dan dana investasi. Penurunan nilai investasi saham BP Jamsostek berbeda secara mendasar pada investasi saham di kasus Jiwasraya dan Asabri.

Pengamat Ekonomi Ardo R. Dwitanto pun angkat bicara terkait penyidikan tersebut. Menurut dia, paling tidak ada empat hal yang menjadi pertimbangan. Pertama, emiten-eminten yang sahamnya dibeli BP Jamsostek merupakan emiten-emiten yang juga dibeli para investor saham pada umumnya. Lalu, penurunan nilai investasi saham BP Jamsostek disebabkan risiko pasar.

”Ketiga, risiko pasar yang dialami  BP Jamsostek setelah dilakukan diversifikasi saham mengikuti indeks pasar saham. Dan keempat, penurunan nilai investasi saham BP Jamsostek tidak berdampak pada kemampuan dalam pembayaran klaim,” beber Ardo dalam keterangan tertulis, Rabu (17/3).

Bahkan, lanjut dia, emiten-emiten pilihan dari BPJamsostek merupakan penghuni tetap Indeks LQ45 dan sebagian besar merupakan penghuni indeks saham investasi global. Seperti MSCI Indonesia Index, di antaranya BBCA, BBRI, TLKM, BMRI, ASII, UNVR, BBNI, dan UNTR. MSCI Indonesia Index merupakan indeks acuan bagi investor global ketika berinvestasi saham di Indonesia.

”Dengan kata lain, semua emiten tersebut, pada umumnya, merupakan emiten-emiten pilihan utama para investor karena memiliki kinerja yang bagus, mapan, dan memiliki kapitalisasi pasar saham yang besar atau big caps,” tegas Ardo.

Penurunan nilai investasi saham BP Jamsostek, sambung Ardo, disebabkan risiko pasar. Semua investasi memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu potensi untung dan potensi rugi (risiko). Mengejar potensi untung (return) yang tinggi, berarti harus menerima pula potensi rugi (risiko) yang tinggi. Sebaliknya, potensi untung yang rendah diikuti pula oleh potensi rugi yang rendah.

Ardo menjelaskan, hal itu dinamakan dengan risk-return trade-off. Meskipun terjadi unrealized loss pada investasi saham, secara keseluruhan nilai dana kelola investasi BP Jamsostek meningkat terus sejak 2015. Per Desember 2015, nilai dana investasi BP Jamsostek sebesar Rp 206,05 triliun dan meningkat terus hingga akhir 2020 nilai dana investasinya sebesar Rp 486,38 triliun atau meningkat sebesar 137 persen.

”Ini merupakan bukti bahwa manajemen risiko investasi yang diterapkan BP Jamsostek telah membuahkan hasil portofolio investasi yang tahan uji terhadap stock market crash akibat lonjakan ketidakpastian yang ditimbulkan pandemi Covid-19,” ujar Ardo.

Sebelumnya, Kejagung menaksir kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi BP Jamsostek mencapai Rp 20 triliun. Tetapi hal itu masih dalam penelusuran penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejaksaan Agung.

”Kalau itu kerugian atas risiko bisnis, apakah analisisnya sebodoh itu sampai menyebabkan kerugian Rp 20 triliun?” ujar Direktur Penyidikan Jam Pidsus Kejagung Febrie Adriansyah, Jumat (12/2).

Saksikan video menarik berikut ini:


Pengamat Sebut Kasus BP Jamsostek Beda dengan Jiwasraya dan Asabri