Bupati Jember Berharap DPRD Teruskan LHP BPK ke Aparat Penegak Hukum

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Bupati Jember Berharap DPRD Teruskan LHP BPK ke Aparat Penegak Hukum


JawaPos.com–Bupati Jember Hendy Siswanto berharap agar DPRD melaporkan temuan BPK ke aparat penegak hukum. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada Rp 107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Jember tahun 2020.

”Kami sudah melakukan konsultasi audit ke BPK Perwakilan Jawa Timur terkait dua persoalan. Yakni dana sebesar Rp 31 miliar terkait dana wastafel yang belum terbayarkan dan dana Covid-19 sebesar Rp107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” kata Hendy seperti dilansir dari Antara di Jember.

Dalam LHP BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jember tahun 2020, ditemukan anggaran bantuan tidak terduga Covid-19 sebesar Rp 107 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pemkab Jember masa pemerintahan Bupati Jember Faida mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk penanganan Covid-19 pada 2020. Jumlahnya mencapai Rp 479 miliar melalui refocusing anggaran belanja tidak terduga (BTT).

Dalam dokumen laporan hasil pemeriksaan BPK menyebutkan, total belanja Satgas Covid-19 mencapai Rp 220,5 miliar. Namun, sebanyak Rp 107 miliar tanpa disertai pengesahan surat pertanggungjawaban (SPJ). Sehingga, kelengkapan SPJ untuk belanja dalam penanganan Covid-19 hanya senilai Rp 74,7 miliar.

”Kalau persoalan Rp107 miliar tidak cepat selesai, Pemkab Jember tetap akan mendapat opini tidak baik, sebaik apapun pekerjaan (pelaksanaan) APBD Tahun Anggaran 2021 yang saya lakukan,” tutur Hendy.

Berdasar data, anggaran sebesar Rp 107 miliar itu meliputi beberapa jenis belanja. Di antaranya belanja honorarium, belanja uang saku, belanja makan minum bantuan sosial, belanja barang pakai habis, belanja modal (alat kesehatan, wastafel), dan belanja bantuan sosial (sembako, uang tunai). Namun penyajian laporan pertanggungjawabannya tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, sehingga dinilai tdak bisa dipertanggungjawabkan.

”Kami tidak mungkin menelusuri dana Rp 107 miliar karena pemeriksaan lapangan pekerjaan belanja wastafel yang menggunakan dana belanja tak terduga (BTT) 2020 sebesar Rp 31,5 miliar yang kini juga menjadi persoalan itu memakan waktu kurang lebih tiga bulan,” tutur Hendy.

Apabila dibiarkan, lanjut dia, dana sebesar Rp 107 miliar itu secara otomatis tercatat dalam neraca sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) APBD tahun anggaran 2021. Padahal uang tersebut tidak ada.

”Untuk bisa mengeluarkan Rp 107 miliar dari neraca APBD Jember, persoalan itu harus diserahkan ke aparat penegak hukum dan mereka yang akan mengambil alih untuk pemeriksaannya,” papar Hendy.

Hendy meminta DPRD Jember sebagai representasi wakil rakyat yang melaporkan persoalan itu kepada aparat penegak hukum secepatnya. Agar dana Covid-19 sebesar Rp 107 miliar itu tidak membebani neraca APBD 2022.

Sementara itu, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi mengatakan hal tersebut sebenarnya sudah jelas dan harus ada yang bertanggung jawab. Sebab, setiap rupiah uang negara harus dipertanggungjawabkan.

”Kami akan segera melaporkan hal itu ke aparat penegak hukum karena kalau dibiarkan berlarut-larut akan membebani neraca APBD Jember dan sampai kapanpun opini BPK terhadap pengelolaan keuangan daerah tidak bisa wajar tanpa pengecualian (WTP),” terang Itqon.

Dia mengatakan, pimpinan DPRD akan meminta pendapat tim ahli terlebih dahulu sebelum melaporkan ke aparat penegak hukum agar langkah yang dilakukan tepat sesuai ketentuan.


Bupati Jember Berharap DPRD Teruskan LHP BPK ke Aparat Penegak Hukum