Junta Militer Myanmar Akhirnya Bebaskan Demonstran

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Junta Militer Myanmar Akhirnya Bebaskan Demonstran


JawaPos.com – Suasana di depan penjara Insein, Yangon, Myanmar, penuh haru, Selasa (19/10). Tangis pecah di mana-mana. Bukan karena sedih, melainkan sukacita karena keluarga mereka dibebaskan dari penjara. Jumlahnya mencapai ribuan orang. Mereka adalah para demonstran yang menentang kudeta militer di Myanmar.

”Saya sangat rindu padamu. Saya bangga,” ujar seorang ibu sembari bercucuran air mata saat melihat putranya bebas.

Pemimpin junta militer Min Aung Hlaing pada Senin (18/10) menyatakan bakal membebaskan 5.636 tahanan dalam rangka Festival Buddha Thadingyut. Pembebasan tahanan tidak hanya berlangsung di Yangon, tapi juga di Mandalay, Lashio, Meiktila, dan Myeik.

Begitu informasi tersebut keluar, keluarga orang-orang yang ditahan langsung menunggu di depan penjara. Beberapa orang bahkan datang sejak dini hari. Tahanan keluar dengan menggunakan bus. Beberapa di antara mereka tetap memberikan isyarat tiga jari yang menjadi simbol perlawanan.

Tidak diungkapkan siapa saja yang bakal dibebaskan dan apakah benar jumlahnya ribuan orang. Penduduk pun menanti sambil harap-harap cemas. Tak semua beruntung bisa kembali bertemu dengan keluarga tercintanya. Nwet Nwet San salah satunya. Putranya yang merupakan tentara Myanmar ditangkap setelah melarikan diri dari militer. Di awal kudeta, beberapa polisi dan tentara memilih berpihak pada demonstran setelah melihat kekejian junta militer.

”Dia sudah ditahan selama delapan bulan. Meski sebagian besar yang dibebaskan adalah demonstran, saya dengar yang lain juga dibebaskan. Karena itulah, saya menunggu di sini,” harap Nwet Nwet San seperti dikutip Agence France-Presse.

Selain demonstran, beberapa tahanan politik juga dibebaskan. Salah satunya adalah Juru Bicara Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Monywa Aung Shin pada Democratic Voice of Burma. NLD adalah partai yang digawangi Aung San Suu Kyi. Monywa Aung Shin ditangkap pada 1 Februari lalu, yakni hari pertama kudeta. Dia ditahan bersama tokoh-tokoh prodemokrasi lainnya.

Sejak kudeta, lebih dari 1.100 penduduk sipil tewas dan lebih dari 8 ribu orang lainnya ditangkap. Para aktivis menilai pembebasan itu adalah cara yang digunakan junta militer guna membangun reputasi internasional. Yang terbaru, Myanmar tidak diundang di KTT ASEAN. Keputusan semacam itu tidak pernah diambil oleh ASEAN sebelumnya.

Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews menyambut baik pembebasan tersebut. Namun, dia juga mengkritik bahwa sejak awal seharusnya para demonstran itu tidak ditahan. Tindakan junta militer selama ini juga keterlaluan. ”Junta membebaskan tahanan politik di Myanmar bukan karena berubah pikiran, tapi karena tekanan,” tegas Andrews seperti dikutip NBC News.

Situasi yang tidak kunjung membaik di Myanmar berdampak buruk pada perekonomian negara. Myanmar kini krisis. Pejabat kemanusiaan PBB di Myanmar Andrew Kirkwood mengungkapkan bahwa sebelum kudeta terjadi, PBB memberikan bantuan kemanusiaan untuk menyelamatkan hidup 1 juta penduduk. Bantuan itu ditujukan untuk mereka yang benar-benar di ambang kelaparan. Namun, jumlah tersebut tidak cukup. Di area-area yang terdampak konflik, setidaknya 3 juta penduduk membutuhkan bantuan serupa. Artinya, penduduk yang mengalami kemiskinan naik tiga kali lipat hanya dalam kurun 8,5 bulan. Mayoritas berada di Chin, Kachin, Kayin, Kayah, dan wilayah utara Shan.

Lebih lanjut, Kirkwood menjelaskan bahwa saat ini 20 juta penduduk Myanmar hidup di bawah garis kemiskinan. Itu setara dengan separo populasi di negara tersebut. Tingkat kemiskinan itu tidak pernah terjadi dalam 20 tahun terakhir.

Mereka belum masuk dalam daftar penduduk yang dibantu oleh PBB. ”Krisis yang kita lihat saat ini adalah efek majemuk dari banyak hal,” ujar pejabat yang sudah dua dekade tinggal di Myanmar tersebut seperti dikutip The Straits Times.

Pandemi Covid-19 juga berdampak pada perekonomian. Selain itu, ditambah konflik yang tidak pernah berakhir di Myanmar. Pertempuran antara pemerintah dan beberapa etnis terjadi sejak dulu. Kudeta militer yang terjadi 1 Februari lalu memperburuk situasi. Kirkwood menyebutnya sebagai krisis yang berlapis.


Junta Militer Myanmar Akhirnya Bebaskan Demonstran