Kapal Joko Tole Bertahan Arungi Penyeberangan Ujung–Kamal

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kapal Joko Tole Bertahan Arungi Penyeberangan Ujung–Kamal


Kapal Motor (KM) Joko Tole pernah berjaya pada zamannya. Meski penumpang sepi karena terdampak pembangunan Jembatan Suramadu, kapal motor pertama di jalur penyeberangan Ujung–Kamal itu tetap beroperasi. Joko Tole jadi tempat rekreasi plus nostalgia.

EKO HENDRI SAIFUL, Surabaya

”Trett…..” Suara suling kapal itu terdengar lantang di Pelabuhan Ujung. Kapal Joko Tole merapat pelan-pelan. Penumpang yang sudah lama menunggu bergegas mendatangi dermaga. Mereka berebut menuju tempat duduk favorit.

Seluruh penumpang masuk geladak kapal dengan girang. Ada yang langsung mengambil uang dan mendatangi pedagang asongan. Yang lainnya memilih bersantai sambil menikmati musik dangdut pantura.

”Alhamdulillah, hari ini penumpang lumayan banyak,” kata Sri Rahayu, salah seorang pedagang di Kapal Joko Tole. Perempuan itu mengaku sudah 31 tahun berjualan di atas kapal.

Banyak kesan yang diingatnya tentang kapal milik PT Dharma Lautan Utama (DLU) tersebut. ”Dulu, kopi racikan saya selalu laris dibeli. Seluruh area geladak penuh sesak penumpang,” tambah Rahayu.

Dia mengungkapkan, penumpang kian berkurang pasca Jembatan Suramadu dioperasikan. Kondisi itu sempat membuat syok masyarakat di kawasan pelabuhan.

Pendapatan berkurang, sebagian pedagang memilih gulung tikar.Bukan hanya pedagang asongan. Berkurangnya pengguna penyeberangan juga menyulitkan pemilik toko. Kehidupan mereka berbalik 180 derajat. Banyak pertokoan yang kosong karena ditinggal penyewanya.

Jawa Pos sempat mengikuti perjalanan Kapal Joko Tole menuju Madura, Senin (18/10). Perjalanan ke Pulau Garam itu ditempuh selama 25 menit. Tidak langsung kembali ke Pelabuhan Ujung. Kapal harus ngetem di Dermaga Kamal untuk menunggu penumpang.

Sedihnya, selama 30 menit parkir, tak banyak penumpang yang masuk ke kapal. Taksirannya hanya 20 orang atau seperenam dari kapasitas total kapal. Kebanyakan yang naik adalah pedagang yang sudah menjadi pelanggan tetap. Kalaupun ada masyarakat umum, biasanya mereka sengaja ikut untuk bernostalgia.

Jumlah penumpang kapal berbeda dibandingkan sebelum Suramadu dibangun. Pada era 1980-an, kapal yang setiap hari wira-wiri selalu disesaki penumpang. Sebab, kapal penyeberangan Ujung–Kamal jadi satu-satunya alat transportasi warga Madura saat ingin bepergian ke Jawa.

Dulu, ada 15 kapal yang beroperasi setiap hari. Jumlah armada berkurang seiring dibangunnya Jembatan Suramadu. Saat ini hanya ada dua kapal yang beroperasi. Joko Tole salah satu angkutan yang masih setia menemani perjalanan masyarakat. ”Ini kapal pertama kami (PT DLU, Red). Jadi, benar-benar bersejarah,” kata Suhartono, nakhoda Kapal Joko Tole.

Dia menjelaskan, memang ada banyak perubahan terkait Joko Tole pada masa lampau dan sekarang. Jumlah ABK-nya terus berkurang. Begitu pula mesinnya.

Kapal Joko Tole memang masih terlihat kukuh. Geladaknya yang terbuat dari baja juga cukup kuat. Benda-benda lawas di anjungan masih terlihat bersih. Misalnya, kemudi kayu berdiameter 50 cm yang sudah tak dipakai di kapal modern.

Karena jumlah penumpang terus menurun, kata Suhartono, Joko Tole sudah berubah jadi angkutan serbaguna. Tidak lagi secara khusus melayani penyeberangan. Kapal juga disewakan untuk kepentingan wisata.

Peminatnya cukup banyak. Tak sedikit rombongan turis yang memanfaatkan kapal untuk keliling dan melihat Jembatan Surmadu. Mereka juga menggelar acara di tengah laut. ”Geladak kapal yang berisi kursi-kursi kami sulap jadi panggung. Kami ingin memberikan kesan yang indah untuk penumpang,” ungkap Suhartono yang memilih tinggal di sekitar Dermaga Kamal demi Joko Tole.


Kapal Joko Tole Bertahan Arungi Penyeberangan Ujung–Kamal