Masih Pandemi, Rebo Wekasan Gresik pun Digelar Sederhana

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Masih Pandemi, Rebo Wekasan Gresik pun Digelar Sederhana


JawaPos.com– Tradisi Rabu Pungkasan (5/10) atau Rebo Wekasan di Desa Suci, Kecamatan Manyar, Gresik, kembali diselenggarakan tidak seperti biasanya. Maklum, saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19. Tahun ini, merupakan tahun kedua tradisi turun temurun itu digelar sederhana.

Sebelum virus korona mewabah, Rebo Wekasan selalu meriah. Para pedagang, beragam hiburan, hingga permainan anak-anak memenuhi Jalan KH. Syafi’i. Ribuan warga berduyun-duyun datang. Bahkan, dari beberapa luar daerah. Suasana bak pasar malam saja. Selain menikmati beragam dagangan, kuliner, hingga hiburan, pengunjung itu datang bersilaturahmi ke sanak-kerabatnya di Desa Suci.

Keramaian tersebut tidak hanya saat hari H. Tapi, beberapa hari sebelumnya sudah semarak. Saking padatnya, jalan poros utama itupun ditutup untuk kendaraan roda empat. Kendaraan roda dua pun hanya warga ber-KTP Desa Suci yang boleh melintas. Semua kendaraan dialihkan ke jalur alternatif.

‘’Karena masih pandemi, Rebo Wekasan dilaksanakan sederhana. Beberapa kegiatan seperti mengarak tumpeng besar, juga tidak ada. Namun, tidak mengurangi niat dan semangat untuk melestarikan tradisi lelulhur. Warga menggelar istighotash dna doa bersama,’’ kata Kepala Desa Suci Khoirul Dholam.

Ada sejumlah versi cerita ikhwal tradisi tersebut. Dikutip dari laman dinas pariwisata dan kebudayaan (disparbud) Gresik, Rebo Wekasan adalah tradisi sedekah bumi berupa selamatan di sekitar telaga Desa Suci. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Dari cerita tutur, pada hari Rabu terakhir bulan Safar itu, Tuhan mengabulkan permintaan warga Dusun Sumber, Desa Suci. Mereka telah lama menantikan sumber air guna mencukupi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, sumber air itu dapat ditemukan. Nah, pada malam Rabu akhir bulan Safar itu, warga kemudian mengadakan tasyakuran atau selamatan.

Sementara itu, mengutip cerita dari Buku Grisse Tempo Dulu karya Dukut Imam Widodo yang diterbitkan Pemkab Gresik, Rebo Wekasan adalah sebuah upacara unik yang hanya ada di Desa Suci. Wekas berasal dari evolusi kata pamungkas.

Konon, Sunan Giri memerintahkan salah seorang santrinya yang menonjol dan memiliki jiwa kepemimpinan kuat untuk menyiarkan agama Islam di sekitar perbukitan yang agak jauh dari wilayah Giri. Daerah yang dipilih adalah Desa Pelaman, sebuah bukit kapur yang tandus dan gersang.

Langkah pertama yang dilakukan santri Sunan Giri adalah mendirikan masjid di Desa Pelaman. Warga di daerah perbukitan tandus itu tentu sudah mengenal siapa itu Sunan Giri. Warga pun membantu mendirikan masjid. Bahkan, banyak yang di antara mereka memeluk agama Islam.

Tiba-tiba saja di Desa Pelaman terjadi musibah. Terjadi kemarau panjang. Sebetulnya, warga setempat sudah terbiasa menghadapi kondisi alam yang gersang dan tandus. Namun, musim kemarau saat itu jauh lebih panjang. Perlahan-lahan sumber air di wilayah itu mengering. Banyak tumbuhan layu. Warga dan hewan ternak kehausan sepanjang hari. Sumur di masjid Desa Pelaman ikut mengering.

Sang santri itupun menghadap Sunan Giri untuk melaporkan keadaan Desa Pelaman. Akhirnya, Sunan Giri mengunjungi Desa Pelaman bersama sejumlah santrinya. Setiba di Masjid Pelaman, Sunan Giri melihat sumur masjid yang mengering itu. Sunan Giri pun memberikan petunjuk bahwa beberapa ratus meter tidak jauh dari masjid, terdapat sumber yang sangat besar.

Singkat cerita, apa yang dikatakan Sunan Giri adalah benar. Santri dan para pengikutnya menemukan sumber air di wilayah tersebut. Warga pun bersuka ria ketika menemukan air. ‘’Sumber…sumber…’’ Kalimat itulah yang diucapkan santri dan warga. Lalu, Sunan Giri memerintahkan sejumlah santrinya untuk membuat tiga buah kolam besar untuk padusan atau tempat pemadian. Satu khusus untuk laki-laki, satu untuk perempuan, dan satu lagi untuk keperluan ternak.

Kabar penemuan sumber air baru itu juga menyebar kemana-mana. Sumber air itu pun didatangi banyak orang. Masjid yang semua didirikan di Desa Pelaman, akhirnya dipindah juga ke tempat tersebut. Sejak itu, perkampungan tersebut dinamakan Sumber hingga sekarang.

Menurut penanggalan Jawa, hari diketemukannya sumber dan juga selesainya pembangunan masjid jatuh pada hari Rabu pungkasan di bulan Safar. Begitu berartinya sumber air, akhirnya warga merasa perlu untuk mengadakan tasyakuran. Wujud rasa syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan RahmatNya.

Sejak saat itu, konon Sunan Giri juga berpesan agar setiap tahun di bulan Safar, pada tengah malam Rabu pungkasan, diadakan tasyakuran. Masyarakat pun mematuhi wejangan itu dan berlangsung hingga sekarang. Selain mengadakan tumpengan, juga mengadakan salat sunnah bersama-sama. Warga setempat juga menyajikan makan khusus berupa lontong bumbu ladan, serabi, hingga beberapa makanan khas lainnya.


Masih Pandemi, Rebo Wekasan Gresik pun Digelar Sederhana