Rekomendasi Rujak Sayur Asin Khas Surabaya, Dimodifikasi agar Membumi

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Rekomendasi Rujak Sayur Asin Khas Surabaya, Dimodifikasi agar Membumi


BEBERAPA kuliner Surabaya lahir dari perkawinan ragam budaya yang berbeda. Hasil ”persilangan kuliner” itu berkembang, kemudian menyesuaikan dengan adat dan lidah masing-masing kelompok masyarakat. Hasilnya, sebuah kreasi baru menjadi identitas penganan khas bagi Surabaya.

Rujak sayur asin yang dikenal di Surabaya, misalnya. Rujak sayur asin tersebut aslinya panganan dari Tiongkok dengan bahan dasar sawi asin. Biasanya, sawi asin itu diolah dengan berbagai cara. Dijadikan sup atau tumis. Kemudian, irisan daging babi melengkapi campuran dari hidangan tersebut.

Sawi asin memang memiliki rasa dan tekstur unik. Tetap renyah meski telah difermentasi. Rasa asam dan asin menggugah selera setiap kalangan. Beberapa penjual rujak sayur asin di Surabaya tersebut mengungkapkan, cara makan kalangan Tiongkok biasanya dicocol dengan kecap dan bawang.

Nah, rasa rujak sayur asin itu tak serta-merta diterima lidah masyarakat Surabaya dan Jawa pada umumnya. Rujak sayur asin yang berkolaborasi dengan petis lebih bisa diterima. Dibanding dengan kecap dan bawang.

Proses kreatif panjang akhirnya menelurkan model makanan baru yang dikenal hingga sekarang. Dengan modifikasi komposisi yang murah dan dijangkau masyarakat kelas bawah. Tidak sedikit yang menyebut rujak sayur asin tersebut kimchi ala Suroboyoan. Memang ada kemiripan. Lagi pula, penggunaan sawi putih lebih familier ketimbang jenis sawi pahit.

Sawi putih direndam dalam air garam dan diremas hingga sedikit layu. Kemudian, disimpan dalam air kelapa plus gula dan bawang.

Asinan Queen, Racikan Terbaik setelah Uji Sepuluh Petis

RESEP KHUSUS: Demi menghasilkan cita rasa saat ini, pemilik Asinan Queen melakukan eksplorasi rasa dengan beragam jenis petis. (Alfian Rizal/Jawa Pos)

RUJAK sayur asin perlahan akan menemukan kelasnya sendiri. Meski belum seterkenal olahan khas Suroboyo lainnya, banyak yang berusaha menyajikan menu sehat tersebut naik kelas, bahkan dijajakan di pusat-pusat perbelanjaan.

Salah satu pelopornya adalah gerai yang menyajikan berbagai menu rujak dan asinan di salah satu mal di kawasan Surabaya Barat. Lapak yang ada sejak 2018 itu mengangkat menu rujak sayur asin sebagai salah satu hidangan andalan.

”Menu ini baru kami launching satu bulan yang lalu. Animo masyarakat memang besar. Di hari pertama saja sebanyak 100 pack rujak sayur asin ludes terjual,” ujar pemilik Asinan Queen Merlyn Purnamasari.

Menurut dia, rujak sayur asin merupakan menu yang unik. Bukan sekadar perpaduan berbagai macam bahan dan bumbu. Tetapi, representasi penyatuan budaya yang kental.

”Meski ini menu khas Surabaya, tapi ternyata yang jual cukup jarang. Karena itu, kami ikut ambil bagian melestarikannya dengan bahan kelas premium,” ujat Merlyn.

Meski terlihat sebagai hidangan yang cukup sederhana, Merlyn mengatakan, proses meracik hingga menemukan komposisi yang pas susah-susah gampang. Bahkan, saat itu dia membeli sepuluh petis yang berbeda untuk menemukan rasa pasta petis yang umami.

Petis udang asli, menurut dia, berhasil memenangkan posisi untuk bahan kondimen utama. Lalu, ditambah dengan kacang yang ditumbuk kasar. Bukan halus karena untuk menciptakan rasa dan pengalaman mengunyah yang berbeda. Gigitan kacang yang pecah memberikan kejutan gurih.

Nah, bedanya di rujak sayur asin kreasi Merlyn tersebut, petis tidak dibuat terlalu padat. Sebagai pengganti air untuk pengencer memanfaatkan air acar. Selain membantu mengatur tekstur petis agar tidak terlalu pekat, justru melengkapi spektrum rasa.

Ada gurih, manis, dan sedikit asam yang tipis di sana. Apalagi saat berbaur bersama sawi, tahu, dan acar. Sangat pas disantap saat siang hari.

”Rata-rata pembelinya merata ya. Dari berbagai rentang usia. Terkadang orang tua mengajak anaknya beli. Katanya nostalgia makanan lawas dulu,” ujarnya. Rujak sayur asin Merlyn itu juga dibanderol Rp 25 ribu per porsi.

Rujak Sayur Asin 5+2, Kacang Utuh Pemberi Kejutan

MENETAP: Rujak sayur asin 5+2 milik Sutopo ini selalu diserbu penggemarnya. Kacang yang tak diulek menjadi ciri khas rujak sayur asinnya. (Alfian Rizal/Jawa Pos)

KAWASAN Jalan Diponegoro terkenal sebagai salah satu lokasi yang gampang untuk menemukan kuliner rujak sayur asin. Salah satu rekomendasi jajanan jadul tersebut adalah milik Sutopo.

Sudah 21 tahun pria 60 tahun itu melakoni pekerjaan sebagai penjual rujak sayur asin. Dimulai dari jualan keliling pada 2000. Sutopo melintasi kawasan Kebraon, Waru, hingga Gunung Anyar.

Menurut Sutopo, dirinya berjualan panganan itu karena mengikuti jejak keluarga istrinya. Meski jajanan tersebut tidak seterkenal lontong balap atau penampilannya tidak semeriah rujak cingur, tapi dengan memakan rujak sayur asin itu, para pelanggan bak naik mesin waktu. Bernostalgia dengan dekade yang lalu.

Ya, kekuatan wisata kuliner bukan melulu soal rasa. Indra pengecap akan membangun imaji dapur oma, meja makan keluarga, atau kelezatan olahan ibu begitu merasai kuliner tertentu.

”Jualan di kawasan Pondok Tjandra yang rata-rata Tionghoa. Katanya ini (rujak sayur asin, Red) panganan lawas, dari situ akhirnya merembet ke tetangga yang lain,” kata Sutopo.

Mulai 2006, Sutopo memutuskan untuk tidak berkeliling dan berjualan menetap di Jalan Diponegoro. Lapak rujak sayur asin Sutopo pun dilabeli rujak sayur asin 5+2.

Menurut Sutopo, 5+2 menghasilkan angka tujuh. Dalam filosofi Jawa, tujuh atau pitu memiliki arti pitulungan. Artinya, ada harapan besar untuk selalu mendapat pertolongan dari Yang Maha Kuasa.

Sutopo menggunakan petis udang. Lalu, ditambah dengan bumbu racikan tambahan agar rasanya lebih mantap. Kemudian, proses memasak dengan durasi hingga satu jam untuk menghasilkan pasta yang tanak dan aroma yang maksimal. Saat disajikan, pasta petis itu diulek bersama rajangan cabai dan bawang putih goreng.

Tidak lupa, kucuran hitam manis kecap manis melengkapi rasanya. Kemudian, potongan sawi asin, acar mentimun, dan tahu goreng memenuhi atas bumbu. Sentuhan terakhir kerupuk udang nan renyah hampir menutupi seluruh permukaan rajangan bahan tadi.

Menyantap rujak sayur asin milik Sutopo, lidah dikejutkan dengan gigitan kacang tanah utuh. Serasa pecah dan menambah spektrum gurih saat disantap. Membaur bersama lembutnya tahu dan sawi fermentasi yang kecut asin.

Untuk memaksimalkan rasa, saat menyantap rujak sayur asin, aduklah secara merata. Air dari sayur asin hingga acar mentimun akan menabur dan lebih nikmat. Cara makannya gunakan kerupuk sebagai pengganti sendok.

Sutopo menyebut kacang utuh di pasta petis miliknya tidak akan ditemui di pedagang lain. Itu yang menjadi ciri khas miliknya. Katanya lebih mantap jika kacang itu tetap dikunyah utuh.

”Pernah mencoba juga dengan kacang dihaluskan. Tapi pembeli malah kurang cocok,” terang bapak tiga anak itu. Seporsi rujak sayur asin Sutopo dipatok dengan harga Rp 13 ribu. Jam operasional rujak sayur asin Sutopo mulai pukul 11.00 hingga 17.00 WIB.

Rujak Sayur Asin Mbah To, Kualitas Petis dan Sayur Penentu Rasa

PANTANG DILEWATKAN: Rujak sayur asin Mbah To yang berlokasi di Kebonsari punya pelanggan setia yang beragam latar belakangnya. (Alfian Rizal/Jawa Pos)

PAKEM penyajian rujak sayur asin hanya berkutat pada tiga jenis isian. Sawi asin, acar mentimun atau krai, dan tahu. Modifikasi rasa terletak pada racikan bumbu petisnya. Ibaratnya cita rasa bumbu merupakan identitas masing-masing penjual.

Misalnya, rujak sayur asin Mbah To. Penjual yang mangkal di kawasan Kebonsari itu berjualan panganan tersebut sejak 1987.

Karto atau Mbah To bukan orang Suroboyo. Tempat tinggalnya di Pacet, Mojokerto. Jarak puluhan kilometer itu dilahap Mbah To saban hari demi memuaskan pelanggannya. Kata salah satu pelanggannya, rujak sayur asin Mbah To terlalu istimewa untuk dilewatkan.

Mbah To menyebut kunci kelezatan rujak sayur asin terletak pada kualitas sawi dan petis yang digunakan. Mengutak-atik bahan bakal mengubah rasa. Daripada harus kehilangan pelanggan, kualitas komponen penting itu tidak pernah diturunkan.

Dalam sepekan, Mbah To hanya jualan lima hari. Kamis dan Jumat libur. Pada waktu liburnya tersebut, Mbah To memanfaatkannya untuk menyiapkan berbagai bahan. Misalnya, asinan sayur dan petis. ”Semua saya masak sendiri. Jadi, bikin hanya untuk jualan selama lima hari, setelah lewat waktu itu pasti ganti yang baru,” kata Mbah To. ”Ndak mau saya kalau pakai bahan lama,” tambah Mbah To.

Mbah To mengatakan, semua proses dilakukan dia dan istrinya sendiri. Termasuk, mencari sawi putih dari petani langsung. Selama lima hari jualan, minimal butuh 100 kg sawi untuk diasinkan. Begitu juga dengan petis yang butuh minimal 5 kilogram. Jumlah itu bisa lebih kalau sedang ada pesanan.

”Petis saya ini pakai petis udang Sidoarjo, petis dari Madura tidak cocok. Ini masih ditambah bumbu lagi, lalu plus kacang giling biar makin mantap,” ujar Mbah To.

Selain bumbu petis yang berbaur sempurna dengan kacang, ciri khas rujak sayur asin Mbah To ada pada sayur yang masih kriuk meskipun sudah lewat tiga hari masa fermentasi. Aroma bawang goreng menguar kuat dan sangat harum. Rasa kecut asin sayur sangat pas dan tidak berlebihan.

”Saya buka mulai pukul 11.00. Biasanya sampai pukul 14.00 atau 15.00 sudah habis. Dan per bungkus cuma Rp 10 ribu,” ujar pria 56 tahun itu.


Rekomendasi Rujak Sayur Asin Khas Surabaya, Dimodifikasi agar Membumi