Sajak Novan Leany
Lemang
Menyerbak ke hidungmu;
wangi santan yang dilupakan
dari rasa hambar di pangkal lidah
sebab sungai katamu, sejak lama
memberikan kota tanpa sejarah
Panggil saja aku Lemang,
lahir dari rahim lubang bambu
yang dibedong daun pisang
tatakkan waktu acil jalan Sebatik
yang dikelambui derita
dan mata lentera
Di hulu subuh tahun 90
tatkala perut para perantau
serupa tungku
ciumlah bau hangitku tuan,
saat zaman mendidihkan luka pelan-pelan
macam gemeretak lengan sangkak
menanak beras ketan;
(jangan aku dikitip dengan asinmu)
Dikaukah tepianku?
Minang atau Melayu
yang merentangkan
segala batang dan akar
tumbuh di tubuh
sebagai nyiur tak bertunas
Maka, sebelum ingatan
dibentangkan sebagai kepuhunan
jadikan saja potongan hidupku
santap hantaran panai atau tanaikan
ke surau sunyi, dari
sebat rotan di batis santri
yang tak bisa mengaji
2021
—
Terminal Sungai Kunjang
Sekadar perpisahan
di terminal Sungai Kunjang,
seperti bintang sendiri yang menantang
sorot mata pagi di ubun malam
Kita tahu; kata terakhir dari janji bujang
hanyalah senyum wajah pedagang asongan
yang tidak bisa mudik di hari Lebaran
Lekas kemas kopermu, barangkali
berisi kemeja terakhir, alamat buta,
atau tumpukan map kumal
sebagai musim derita
tanah kelahiran kita
Kata Tuhan, kita perlu percaya
segala puing kesedihan
pasti terhitung dan tercatat
bahkan kalut yang tampak
di saku celanamu, sekalipun
Berangkatlah kamerad,
tidak ada makna lagi yang kau tangkap
selain bus tua yang berangkat dan datang
sebising tangis masa kecilmu di pemakaman
atau bagasi barang yang mulai terbuka
bagai penampungan dingin
romusa Balikpapan
2021
—
Kerbau Kalang
Persetan kemu mereka sayang,
aku pastikan kau selamat
sampai ke kalang
Kusematkan cinta di ujung tandukmu
sembari memburu segala letih penantian
aku penggembala bisu yang menyesatkan
rindu dalam rawa-rawa awakmu
maka, jangan seruduk aku
Di bukit petilasan Melintang pasang
engkaukah yang membenamkan wajah?
Seperti tenggelam dalam keragu-raguan
melarungkan berawai dengan dayung sampan
Siapa yang mengikat betis di pohon dan batu
siapa yang menyemat kepala di dinding rumah kayu
siapa yang menyerat-nyerat kulit di emperan toko baju
O, dosa di tubuh bagai
daun luruh di sungai keruh!
Sesungguhnya kita juga terantuk kaku sayang,
bagai penjelajah terjerat masa lalu
dari mungkar sejarah yang acap kali
mencemooh kampung halaman kita
Umpati aku dalam barisan
bukit timur sayang,
aku pastikan kau selamat
sampai ke kalang
tetapi, sebelum maut mengintai
selami lambung lukaku
dengan kemumu
2021
—
NOVAN LEANY
Lahir di Samarinda, Kalimantan Timur. Pegiat seni dan pencinta kopi. Buku pertamanya Eufolina (2019). Kini bergiat di komunitas Macandahan.
Posting Komentar