Song of Hyena (SoH), Film Lokal dari Sineas dan Komunitas Lokal

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Song of Hyena (SoH), Film Lokal dari Sineas dan Komunitas Lokal


Berkreasi di tengah pandemi bukan hal mustahil. Itu dibuktikan oleh para kru dan pemain yang terlibat dalam film Song of Hyena. Mereka mencoba membangkitkan ekosistem film lokal Surabaya melalui kanal digital pada Juli 2021. Kini film itu telah ditonton lebih dari 175 ribu kali.

HANAA SEPTIANA, Surabaya

SEORANG wanita berjalan di trotoar sambil merekam video dengan ponsel yang digenggamnya. Lalu, seorang pria mendekatinya dan berusaha merebut ponsel tersebut. Wanita itu pun refleks melawannya, namun tampak sia-sia.

Kemudian, datang seorang wanita lain yang mencoba melawan penjambret tersebut secara fisik. Wanita itu pun berhasil.

”Makasih ya. Mbak enggak apa-apa kan? Mau saya panggilkan polisi?” tanya korban kepada wanita yang membantu melawan penjambret. ”Urus diri kamu sendiri,” kata wanita yang menyelamatkannya.

Suasana dan dialog tersebut adalah cuplikan film series Song of Hyena. Itu merupakan karya sineas-sineas muda asal Surabaya dalam rumah produksi Kreasitama Indonesia. Film itu menceritakan wanita bernama Hana. Dia memiliki visi untuk memberantas gembong kejahatan yang menjadi dalang pembunuhan keluarganya.

Film tersebut berupa series dengan genre action, drama, dan romansa. Terdapat tiga episode dalam seri pertama. Tiap episode ditayangkan seminggu sekali di kanal YouTube Kreasitama. Mulai awal hingga pertengahan Juli 2021. Masing-masing berdurasi 25 hingga 35 menit.

Sinema itu mengambil lokasi syuting yang tersebar di sekitar Surabaya. Dengan latar suasana kehidupan para pemuda di kota metropolis. Model sekaligus mahasiswa asal Surabaya, Sausan Sabrina, menjadi pemeran utama dalam film tersebut. Dia memerankan Hana, sosok wanita tangguh dengan berbagai kemampuan fisik.

Ada juga dua perempuan lain yang memiliki ketangguhan fisik seperti pemeran utama. Mereka turut mewarnai sosok perempuan tangguh dan genre laga yang dibawa dalam film tersebut. Adegan fisik pun diperlihatkan sebagian besar pemainnya di sepanjang film tersebut.

Penulis naskah dan sutradara Ryo Maestro menjelaskan makna ceritanya. Menurut dia, Song of Hyena mengangkat nilai-nilai pemberdayaan perempuan. Di antaranya, keberanian, ketangguhan, dan kesempatan bersuara. Ketiganya ditampilkan melalui akting para pemeran utama.

Nilai itu diangkat karena dianggap sesuai dengan era sekarang yang mengutamakan kesetaraan gender. Nah, genre laga dipilih karena terinspirasi Surabaya. ”Surabaya itu keras. Jadi, kami pikir cocok dengan genre ini,” ujar pria 38 tahun itu.

Ryo mengatakan bahwa seluruh pemeran dan kru film merupakan orang asli Surabaya. Bahkan, 60 persen dari mereka belum pernah terjun secara profesional di dunia film. Namun, Ryo optimistis mereka bisa berusaha dengan baik. Terbukti, mereka cukup puas dengan hasilnya.

Proses pembuatan film itu berangkat dari keinginan berkarya di tengah pandemi. Ryo dan kawan-kawan melihat potensi lokal bisa hadir dan berkarya di tengah kesulitan tersebut. Harapannya, menjadi oase untuk keadaan itu.

Dia pun menggandeng sineas, aktor, dan komunitas lokal. Mulai kru, pemain, hingga pemain pengganti. Salah satunya Act Think Club yang mewadahi pemuda Surabaya untuk membangun iklim keaktoran. Ada juga komunitas Fight Art Stunt Team yang bergerak dalam menciptakan koreografi pada film action. Komunitas itu juga berdiri di Surabaya. Mereka kerap membantu film action yang syuting di Jawa Timur.

Kali ini Fight Art Stunt Team membuat seluruh adegan fisik dan peralatan keamanan untuk para pemain. Mereka juga mengajari para pemain untuk beradegan bela diri. ”Pemain utama SoH Sausan Sabrina juga kami ajari dari nol,” kata founder Fight Art Stunt Team Igar Gusti.

Menurut Ryo, industri film lokal di Surabaya kurang berkembang. Sebab, tidak banyak film yang dihasilkan dalam setahun. Hanya sekitar 30 film. Padahal, potensinya ada. Hal itu dapat dilihat dari para seniman, komunitas, dan talent yang tersedia. Dia dan rekan sesama sineas pun berusaha mewadahi hal itu. Yakni, melalui film seri SoH.

Kanal digital dipilih sebagai wadahnya. Sebab, selama pandemi, bioskop dirasa semakin sulit untuk diakses. Terlebih, Ryo dan rekan-rekannya ingin film tersebut lebih dekat dengan masyarakat. Yang bisa ditonton dan diakses kapan saja.

”Kami juga merasa kanal digital menjadi era baru perfilman di Indonesia, terlihat dari produksi film setahun ke belakang,” jelas dia saat ditemui Senin (11/10)

Mereka pun berharap agar film itu bisa diterima di ranah lokal maupun nasional.

Ryo juga menanggapi rencana pembuatan seri film selanjutnya. ”Rencananya akhir tahun,” papar pria asli Surabaya itu.


Song of Hyena (SoH), Film Lokal dari Sineas dan Komunitas Lokal