Buronan Bebas Keluar Masuk Indonesia, Moral Aparat Dipertanyakan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Buronan Bebas Keluar Masuk Indonesia, Moral Aparat Dipertanyakan


JawaPos.com – Polemik buronan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra turut melibatkan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses pelariannya. Mulai dari lurah hingga jenderal di bareskri polri. Bahkan tidak menutup kemungkinan juga ada peran dari oknum-oknum di Kejaksaan Agung.

Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji menyebut, siapapun pihak yang membantu Djoko Tjandra dapat dikategorikan menghalangi proses penegakan hukum atau obstruction of justice.

Pasalnya, Djoko Tjandra sempat membuat e-KTP untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke PN Jakarta Selatan. Bahkan, Kepala Biro Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo diduga mengeluarkan surat jalan, jenderal bintang satu itu pun telah dicopot dari jabatannya.

“Memang perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice dan pelecehan terhadap pelaksanaan sistem peradilan pidana,” kata Indriyanto dikonfirmasi, Minggu (19/7).

Indriyanto mengharapkan, semua pihak yang turut terlibat dan membantu pelarian Djoko Tjandra dapat diproses untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sehingga, hal ini dapat membuat efek jera terhadap siapapun yang membantu.

“Semua pihak terkait yang membantu langsung atau tidak langsung bertanggung jawab secara etika dan hukum,” cetus Indriyanto.

Indriyanto juga menduga, skandal Djoko Tjandra terjadi karena merosotnya integritas moral aparat penegak hukum. Menurutnya, tidak masuk akal jika skandal ini hanya akibat kelalaian.

“Ini kesadaran pelanggaran etika dan hukum. Perbaikan Integritas moral penegak hukum dikembalikan kepada peningkatan sistem edukasi moral integritas dan individual moral penegak hukum,” tandasnya.

Untuk diketahui, Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejagung pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan agar Djoko dibebaskan dari tuntutan, karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Tak puas putusan hakim, Kejaksaan Agung mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Bahkan, uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar harus dirampas negara. Imigrasi kemudian mencegah Djoko keluar negeri. Namun, Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya.

Kejaksaan kemudian menetapkan Djoko sebagai buronan. Namun, hingga kini Djoko Tjandra belum berhasil ditangkap oleh Korps Adhyaksa


Buronan Bebas Keluar Masuk Indonesia, Moral Aparat Dipertanyakan