Tambang Batu Giok Lebih Mematikan dari Korona, 170 Tewas Tertimbun

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Tambang Batu Giok Lebih Mematikan dari Korona, 170 Tewas Tertimbun


JawaPos.com – Myanmar cukup berhasil mengatasi wabah Covid-19. Hingga saat ini hanya ada 313 kasus positif dan tak ada lagi penularan baru. Sementara kasus kematian hanya 6 jiwa. Namun, justru ada hal lain yang lebih mematikan di Myanmar dibanding virus Korona. Yakni tambang batu giok.

Maklum saja, lokasi tambang batu giok di Myanmar longsor dan menimbun para penambang. Setidaknya 170 penambang tewas tertimbun longsoran. Harapan mereka untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik dengan menjual batu giok justru berakhir pahit.

Dilansir dari Al Jazeera, Senin (6/7), salah satu istri dari penambang yang tewas, Aye Mon, 30, ditinggal sendirian dengan seorang putri berusia dua tahun. Suaminya dan adik laki-lakinya tewas tertimbun tanah longsor tambang batu giok.

Adiknya, Shwe Moe Tun, 22, telah melakukan perjalanan lebih dari 600 km (370 mil) dari desanya di Monywa ke daerah Hpakant di negara bagian Kachin di Myanmar utara demi mengubah nasib dengan menambang batu giok. Namun, Tuhan berkehendak lain.

“Suami saya telah bekerja di bisnis penambangan giok selama lebih dari 10 tahun. Tapi, ini pertama kalinya untuk adik saya. Itu adalah hari kerja keduanya di tambang,” kata Aye Mon kepada Al Jazeera.

Setidaknya 40 penambang batu giok yang tewas dalam bencana di tambang Wai Khar dimakamkan pada Sabtu (4/7). Sementara 77 lainnya dikebumikan di kuburan massal pada hari (3/7). Korban meninggal lainnya dikremasi menurut tradisi Buddha.

Korban tewas akibat tertimbun longsor di area tambang batu giok di Myanmar dikuburkan secara masal (YE AUNG THU / AFP)

Operasi penyelamatan masih berlangsung pada hari keempat, Minggu (5/7). Longsor terjadi ketika hujan lebat membanjiri area tambang. Kondisi itu membuat gelombang besar ari bercampur lumpur yang mengakibatkan tanah longsor dan mematikan.

“Suami saya dan saudara laki-laki saya dikuburkan bersama. Saya tidak memiliki apa pun untuk bergantung dalam hidup saya. Yang tersisa hanyalah putri saya yang baru berusia dua tahun,” kata Aye Mon.

Untuk mencari batu giok, sebuah batu yang diekspor melintasi perbatasan ke Tiongkok, para migran dari seluruh Myanmar melakukan perjalanan ratusan kilometer ke Hpakant. Harapan mereka bisa menemukan potongan batu giok. Akibat peristiwa memilukan itu, tambang Wai Khar kini telah ditutup secara resmi.

Penambang Ilegal

Industri batu giok sebagian besar dikendalikan oleh perusahaan yang terkait dengan militer kuat di Myanmar. Perdagangan permata bernilai miliaran Dolar AS per tahun itu memang sangat menggiurkan.

Win Kyaw, 44, bekerja sebagai penambang batu giok ilegal selama 20 tahun dan berhasil menemukan potongan-potongan yang hanya bernilai USD 10 hingga USD 15. Dia mengatakan putranya, Kyaw Myat Moe, 20, yang tewas tertimbun tanah longsor, telah berhasil menemukan dua potongan besar tetapi diambil paksa militer.

“Anak saya mendapat dua batu besar tahun lalu tetapi sekelompok tentara dari tentara Myanmar mengambilnya. Jika kami menemukan batu besar, mereka (tentara) selalu datang dan memintanya,” beber Win Kyaw seperti dilansir Al Jazeera.

Pada hari nahas itu, Win Kyaw telah meminta putranya untuk tidak ikut. Dia sendiri memiliki beberapa urusan lain sehingga tidak pergi. Setelah dia mendengar berita tentang tanah longsor, Win Kyaw bergegas ke lokasi dan menemukan mayat putranya yang tertimbun lumpur. “Dia adalah putra semata wayang kami,” isaknya.

Terlepas dari risiko dan bahayanya, ribuan pekerja, termasuk Win Kyaw, tidak kapok dan masih siap untuk kembali ke tambang. Tentunya demi mencari batu-batu berharga. Harapannya untuk menjadi kaya secara instan alias memperbaiki kehidupan.

Saksikan video menarik berikut ini:


Tambang Batu Giok Lebih Mematikan dari Korona, 170 Tewas Tertimbun