Usai Diperiksa KPK, Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Pilih Bungkam

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Usai Diperiksa KPK, Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Pilih Bungkam


JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelesaikan pemeriksaan terhadap Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid pada Jumat (1/10) malam. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahun 2021-2022.

Abdul Wahid keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan sekitar pukul 21.24 WIB, Jumat (1/10). Dia yang terlihat memakai setelan kemeja putih, celana hitam, serta kopiah memilih bungkam dari pertanyaan awak media.

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Abdul Wahid diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka Direktur CV Hanamas,
Marhaini.

“Pemanggilan dan pemeriksaan saksi untuk tersangka MRH dkk. Bertempat di Kantor KPK, Jl Kuningan Persada Kav. K4, atas nama Abdul Wahid, Bupati HSU Kalsel,” kata Ali dalam keterangannya, Jumat (1/10).

KPK baru menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada 2021-2022.

Ketiga tersangka itu yakni pelaksana tugas (Plt) Kadis PU pada Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara Maliki, serta dua pihak swasta Marhaini selaku Direktur CV Hanamasa dan Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru. KPK menduga, Maliki menerima komitmen fee 15 persen dari pengadaan barang dan jasa di Kalimantan Selatan pada 2021-2022.

Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang kepada Direktur CV Hanamas, Marhaini dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi. Terdapat dua proyek yang diduga dimainkan oleh Maliki. Proyek itu yakni terkait dengan rehabilitasi jaringan irigasi Desa Kayakah senilai Rp 1,9 miliar. Serta, rehabilitasi jaringan irigasi Desa Karias Dalam senilai Rp 1,5 miliar.

Maliki juga diduga mengatur pemenang proyek. Padahal, terdapat banyak peserta lelang yang ingin mengikuti pengadaan jaringan irigasi tersebut. Perusahaan Marhaini dan Fachriadi yang sudah memenangkan proyek harus langsung membayar komitmen fee yang ditetapkan oleh Maliki.

Maliki diduga telah menerima uang selama dua kali, dari kedua penyuap itu melalui ajudannya. Sejumlah Rp170 juta dan Rp 175 juta dalam bentuk tunai.

Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.

Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 64 KUHP Jo Pasa 65 KUHP.


Usai Diperiksa KPK, Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Pilih Bungkam