Ruang Pasien, Upaya Menampung dan Mendampingi Pasien yang Berobat

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Ruang Pasien, Upaya Menampung dan Mendampingi Pasien yang Berobat


Tidak ada modal besar. Yang ada hanya doa dan ikhtiar. Masalah pun datang silih berganti. Namun, mereka justru menemukan ketenangan. Yuni Rahayu dan Bambang Kuncoro Yekti memilih membuat yayasan sosial. Namanya Ruang Pasien.

WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Surabaya

Bukan hanya suara tawa. Sesekali juga terdengar suara tangisan anak-anak. Aktivitas pun tidak ada yang berbeda. Rumah di Jalan Rempelas No 7 itu layaknya tempat tinggal pada umumnya. Hanya selalu ada petugas yang berjaga. Siang malam, 24 jam nonstop. Tujuannya, mengantisipasi kejadian buruk.

Meski terlihat ceria, anak-anak di sana berisiko cukup besar. Kematian bisa menghampirinya. Ancaman itu terjadi setiap waktu. Tidak ada yang tahu. Siang sehat, malam sudah kritis dan meninggal dunia. Peristiwa itu terjadi tidak lain karena penyakit yang diderita. Mulai kanker, tumor ganas, hingga leukemia.

Begitu juga yang terjadi di rumah singgah dewasa. Penyakit yang diderita pasien rata-rata berat. Respons telat bisa fatal. Karena itu, tiga ambulans selalu disiagakan di sana.

Bukan hanya untuk urusan pasien. Melainkan juga kepentingan umat lainnya. Mulai membawa jenazah hingga menjemput orang cuci darah. Semua dilakukan untuk urusan kemanusiaan.

Ruang Pasien berdiri bukan tanpa ujian. Rintangannya banyak. Tidak ada modal besar. Semua dimulai dari nol. Namun, keajaiban sering terjadi. Logika pun tidak bisa menangkapnya. Bayangkan, dua rumah singgah didapat bukan dari menyewa atau membeli. Melainkan dari donatur.

Yayasan itu usianya masih muda. Sekitar satu tahun lebih. Juni 2019 dibentuk. Saat itu belum ada rumah. Pasien pun dititipkan di rumah singgah lainnya. Alhamdulilah, pada Oktober ada kabar baik. Seorang donatur menyerahkan dua rumahnya. Tidak sampai di situ. Kejadian di luar nalar terus terjadi.

Perabotan isi rumah terus berdatangan. Mulai kursi hingga lainnya. Semua gratis, bantuan dari donatur. Ruang Pasien dibentuk dari rasa prihatin Ayu dan Bambang. Bertahun-tahun berkecimpung di yayasan kemanusiaan membuat hatinya tergerak. Terutama saat melihat pasien duafa yang bingung tinggal di mana. Sementara itu, pengobatan rutin harus mereka jalani. Jika tidak, nyawanya bisa terancam atau kondisinya semakin memburuk.

Tidak jarang, mereka menemukan kisah miris. Misalnya, ada pasien yang mengemper di rumah sakit. Maklum, mereka berasal dari luar Surabaya, bahkan luar pulau. Misalnya, NTT hingga Kalimantan. Fasilitas kesehatan yang terbatas membuatnya harus dirujuk ke Surabaya. ’’Pasien ini biasanya dirujuk ke RSUD dr Soetomo,’’ kata Founder Ruang Pasien Yuni Rahayu atau yang kerap disebut Ayu.

Situasi ekonomi yang pas-pasan membuat pasien bingung. Termasuk soal tinggal di mana. Jika pulang, biayanya justru tinggi. Begitu pun kalau ngekos. Dilema. Kondisi itu membuat Ayu dan Bambang nekat mendampingi mereka. Bukan hanya masalah tempat tinggalnya, melainkan juga psikisnya. Termasuk saat berobat di rumah sakit.

Guncangan psikis tidak hanya terjadi pada si pasien. Tetapi juga orang sekitarnya. Ekonomi yang sulit berdampak pada masalah yang kompleks. Termasuk soal rumah tangga. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Kondisi itu menjadi beban besar. Karena itu, Ruang Pasien memberikan pendampingan. Tujuannya, keluarga dan pasien tidak putus asa.

Terutama pasien yang menderita tumor ganas dan kanker. Banyak di antara mereka yang belum ikhlas menerima ujian itu. Ayu menyatakan ada yang menangis saat melihat kaca. Perubahan fisik yang tidak normal membuat pasien down. Jika seperti itu, mereka harus ditenangkan. Termasuk keluarganya.

Seorang pasien didampingi dua anggota keluarga. Mereka tinggal di rumah singgah hingga waktu yang belum ditentukan. Bergantung perkembangan si pasien. Bahkan ada yang sudah satu tahun. Yang jelas, setiap pagi pasien harus kontrol ke rumah sakit. ’’Jadi, hari Senin‒Jumat mereka rutin kontrol,’’ ujar Bambang yang juga founder Ruang Pasien.

Setiap pagi keluarga dan pasien berkumpul. Mereka menunggu ambulans yang membawanya ke RS. Begitu pun saat pulang. Mereka juga dijemput petugas. Itulah yang membuat rasa kekeluargaan terbentuk. Tidak jarang, mereka seperti saudara. Saling memiliki. Saling menghibur saat susah hingga berbagai tip kesehatan.

Selain dari keluarga duafa. Syarat lain singgah di Ruang Pasien adalah tidak menderita penyakit menular. Selain itu, mereka wajib bersedekah sesama pasien.

Cara itu merupakan bentuk ikhtiar penyembuhan. Pendekatan spiritual dan religius menjadi yang utama. Begitu pun soal toleransi. Semua bisa masuk. Yang penting taat dan rajin beribadah.

Hingga kini, Ruang Pasien sudah menampung puluhan pasien. Baik anak maupun dewasa. Fasilitas pendampingan, tempat tinggal, antar jemput, hingga nutrisi tidak dipungut biaya alias gratis. Hanya, kebutuhan makan mereka disubsidi bahan pokok. Lauknya terserah.

Biasanya, sesama penghuni urunan. Belanja dan masak bareng. Namun, mereka sering juga tiba-tiba mendapat kiriman makanan. Dari mana, pengurus pun tidak tahu. Yang jelas, ada paketan makanan yang datang ke rumah singgah. Begitu juga bantuan lainya. Sering kali datang secara misterius.

Para pasien biasanya tahu Ruang Pasien dari para tenaga medis. Mereka kerap ditanya rencana tinggal di mana. Jika bingung, perawat dan tim medis memberikan kontak pengurus. Dalam waktu singkat, mereka dijemput dan dibawa ke rumah singgah.

Selain minim dana, perjuangan mendirikan Ruang Pasien memang cukup berat. Ayu dan Bambang sama-sama mendapatkan ujian berat. Usaha Bambang bangkrut. Sementara itu, Ayu diuji urusan rumah tangga. Hatinya pun kacau. Sempat merasa tidak adil. Ujiannya terlalu berat.

Namun, hatinya pun mantap mengabdikan diri untuk sesama. Bahkan, mereka merasa tenang. Selalu bersyukur. Masalah yang dihadapi tidak seberapa dibanding para pasien yang tentu lebih berat. Ayu pun memutuskan tinggal di rumah singgah. Harapannya ada kedekatan emosional.

Perempuan asli Balikpapan itu mulai bercerita. Ada kekuatan besar dari kegiatannya berbagi. Masalah yang menimpanya menjadi ringan. Matanya mulai memerah. Dia mengingat betul bagaimana awal untuk bisa bangkit. ’’Memang tidak mudah, tapi Allah selalu memberikan jalan,’’ ucapnya.

Kepercayaan itu juga ada di benak Bambang. Usahanya bangkrut, tetapi tidak membuatnya berhenti berbagi. Bahkan, mobilnya sempat dijadikan operasional antar jemput pasien. Saat itu belum ada ambulans. Di luar dugaan, bantuan terus mengalir. Hingga akhirnya punya tiga ambulans.

Menurut Ayu, jika dipikir secara akal memang sulit. Sebulan setidaknya butuh Rp 20 juta. Biaya itu digunakan untuk operasional. Namun, setahun berjalan, Ruang Pasien tidak pernah kekurangan dana. Kalaupun pernah, hanya soal kebutuhan bahan pokok. Namun, saat injury time selalu ada bantuan yang datang. Dari mana saja.

Ada konsep yang wajib dilakukan. Yakni, sedekah. Ruang Pasien rutin berbagai ke yayasan lain. Meski kadang stok bahan sedang pas-pasan. Itulah yang diterapkan dengan para pasien. ’’Intinya harus percaya sedekah itu membuka rezeki,’’ kata Bambang.

Saksikan video menarik berikut ini:


Ruang Pasien, Upaya Menampung dan Mendampingi Pasien yang Berobat