Abi Rekso: Mas Nadiem Melihat Sekolah Jangan dari Jakarta Saja

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Abi Rekso: Mas Nadiem Melihat Sekolah Jangan dari Jakarta Saja


JawaPos.com – Setelah Presiden Jokowi mengeluarkan ancaman rombak susunan kabinet ( reshuffle), Mendikbud Nadiem Makarim terus mendapat kritikan atas kinerjanya. Sekjen Pergerakan Indonesia Abi Rekso menyebut Nadiem Makarim selaku mendikbud tidak mempunyai spirit pedagogi.

“Pendidikan itu nafas bernegara. Jika seorang menteri tidak punya spirit pedagogi, maka masa depan generasi penerus tergadai. Sudah semestinya Mas Nadiem berpedoman pada prinsip Tut Wuri Handayani sebagaimana yang diajarkan Ki Hajar Dewantara” ungkap Abi Rekso kepada JawaPos.com, Sabtu (4/7).

Di sisi lain, kata Abi Rekso, sebetulnya tidak semua kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim itu buruk. Contoh, kebijakan Permendikbud No. 44 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). PPDB tersebut baca niatnya baik. Bertujuan untuk membangun iklim proses belajar mengajar dengan lingkungan tempat tinggal.

“Tetapi, menterinya tidak punya spirit pedagogi. Mas Nadiem menilai fasilitas sekolah dan kompetensi tenaga didik sudah setara semua,” katanya.

“Sebagai seorang pendidik, seharusnya Mas Nadiem melihat sekolah jangan dari Jakarta saja. Sesekali lihat ke Barus, Atambua atau Parepare. Bagaimana kondisi geografis masih sulit untuk menerapkan permen tersebut secara sempurna” tegas Abi Rekso.

Di sektor birokrasi, terdapat kelemahan dalam utilitasi birokrasi pada lingkungan Kemendikbud. Nadiem Makarim dilihatnya belum singkron dengan kementerian yang dipimpin. Cenderung memiliki karakter kepemimpinan yang elitis.

“Tugas Menteri Pendidikan itu berat. Selain mencerdaskan bangsa juga turut mendidik dan mengayomi birokrasi di bawahnya. Tolong jangan disamakan dengan mengelola ojek online” tandasnya.

Sebelumnya Nadiem Makarim meluncurkan program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Program tersebut menjadikan perguruan tinggi sebagai tempat bebas berinovasi dalam sistem pendidikan. Salah satu tujuannya menciptakan sosok sarjana unggul.

Dikatakan Nadiem, cita-cita dari program Merdeka Belajar itu yakni melahirkan enam karakter sarjana unggul. Pertama, integritas, spiritualitas, moral serta akhlak. Kedua, terkait prinsip kebhinekaan atau saling toleransi terhadap diversitas (perbedaan).

“Ketiga, kemandirian, apakah dia orang yang bisa belajar seumur hidup, apakah dia tidak harus didorong terus untuk mengambil inisiatif secara mandiri, bisa mengambil insiatif, apakah dia inisiatifnya tinggi mencari ilmu secara otomatis dengan dirinya,” jelas Nadiem dalam webinar Tantangan Mewujudkan Kampus Merdeka, Jumat (3/7).

Keempat, prinsip gotong royong. Pada prinsip itu para lulusan dipersiapkan memiliki kemampuan bekerja dalam satu tim yang mumpuni. Kemampuan sarjana menolong sesama seberapa besar dan skill kolaborasi.

Selanjutnya adalah sifat kritis atau mampu menerjemahkan apa yang dimaksud oleh lawan bicaranya dengan tepat. Kemampuan itu masih sulit didapatkan oleh para lulusan baru.

Terakhir adalah lulusan dengan kreativitas yang baik, mulai dari kemampuan beradaptasi, bereaksi terhadap masalah atau berinovasi untuk membuka jalan baru dalam bidang pekerjaannya serta kemampuan improvisasi dalam memecahkan masalah yang tengah dihadapi.

Enam profil tersebut yang merupakan lulusan ideal dari sarjana yang dipersiapkan lahir di Indonesia. Karakter-karakter tersebut sangat dibutuhkan negara untuk masa depan. Apalagi saat ini tengah memasuki era disrupsi.


Abi Rekso: Mas Nadiem Melihat Sekolah Jangan dari Jakarta Saja