Cegah Mudik, Sosiolog UI Minta Pemerintah Konsisten Tegakkan Aturan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Cegah Mudik, Sosiolog UI Minta Pemerintah Konsisten Tegakkan Aturan


JawaPos.com – Pemerintah diminta konsisten dalam menegakkan aturan untuk mencegah masyarakat melakukan mudik. Pemerintah melarang mudik bagi seluruh kalangan masyarakat, mulai dari karyawan BUMN, swasta, pegawai negeri sipil, anggota TNI-Polri, pekerja formal maupun informal, hingga masyarakat umum, karena semuanya dalam upaya pengendalian penyebaran Covid-19.

“Sanksi hukum itu saya pikir kalau memang diberlakukan dengan konsekuen, konsisten itu, ya itu bisa. Problemnya itu kan problem yang ada di Indonesia itu selalu mengenai konsistensi antara aturan dan implementasi daripada aturan tersebut,” ujar Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Nadia Yovani dihubungi, Kamis (21/4).

Nadia menilai aparat di lapangan tidak boleh mengambil ekses dari sanksi yang diberlakukan pemerintah atau harAa konsisten, dia yakin bisa mengurungkan niat mudik.

Menurutnya, sanksi sosial bagi pemudik yang nekat merupakan salah satu hal yang bisa dilakukan kalau memang kulturnya sudah terbentuk.  Karena kalau misalnya semuanya masih mengaminkan bahwa mudik lebaran itu memang perlu untuk dilakukan, bagaimana mau melakukan sanksi sosial.

“Sanksi sosial yang bisa dilakukan paling di sosial media dengan meng-highlight tindakan-tindakan nekat dari pemudik misalnya,” imbuhnya.

Dia juga mengatakan, netizen Indonesia akan memberikan komentar negatif terhadap mereka yang nekat mudik. “Komentar Negatif Netizen itu sebenarnya sudah merupakan bentuk sanksi sosial sebenarnya dengan kita hidup di era digital seperti ini. Tapi seharusnya yang diutamakan lebih kepada sanksi yang diberlakukan oleh pemerintah ketika warga masyarakat melanggar, tindakan ini,” katanya.

Dijelaskan Nadia, semua tahu bahwa mudik itu adalah aktivitas rutin yang dilakukan bertahun-tahun. Dia berpendapat, sebuah aktivitas sosial yang dilakukan secara rutin itu bisa dibilang sebagai budaya.

“Kalau kita bilang budaya itu dia sudah inheren kayak tertanam dalam dirinya dia. Kayak kita makan saja, bahwa sehari tuh makan tiga kali tuh, itu adalah keharusan, atau sehari dua kali kalau kebiasaan sehari dua kali. Atau kalau enggak makan nasi itu enggak afdol. Jadi, dia itu levelnya sudah sampai seperti itu, dia inheren di dalam pikiran manusia Indonesia itu sudah tertanam dan entah kenapa itu wajib untuk dilakukan,” jelasnya.

Dirinya berpendapat, untuk mengubah kultur seseorang mengenai mudik itu bisa dilakukan dengan pendekatan secara top down atau institusional aproach kelembagaan.

Baca Juga: Wisnu: Saya yang Merancang dan Menciptakan Logo Demokrat

Baca Juga: Reformasi ASN, Naik Pangkat Tiap Dua Tahun dan Usia Pensiun Ditambah

“Harusnya ketika sudah ada prosedur untuk pembatasan untuk mudik atau larangan mudik di lebaran tahun ini, itu juga Xdisertai dengan prosedur yang jelas, aturannya juga klir, nah sanksinya juga jelas,” katanya.

Dia menilai perlunya sanksi yang bisa membuat orang sadar bahwa Pandemi Covid-19 belum tuntas.


Cegah Mudik, Sosiolog UI Minta Pemerintah Konsisten Tegakkan Aturan