Simplifikasi Tarif CHT Berpotensi Ciptakan Persaingan Tidak Sehat

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Simplifikasi Tarif CHT Berpotensi Ciptakan Persaingan Tidak Sehat


JawaPos.com – Berbagai kalangan mendorong pemerintah agar melakukan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai rokok. Tujuannya, sebagai upaya memaksimalkan penerimaan cukai rokok sekaligus melindungi pabrikan rokok skala kecil (home industry).

Peneliti senior Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Bayu Kharisma mengatakan, apabila diterapkan, yang akan terjadi adalah persaingan usaha yang tidak sehat. Itu mengingat perusahaan rokok legal yang kecil akan mengalami kesulitan bersaing dengan perusahaan rokok besar.

Menurutnya, jumlah 10 layer tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang ada saat ini sudah moderat, yaitu sigaret kretek mesin (SKM) 3 layer, sigaret putih mesin (SPM) 3 layer dan sigaret kretek tangan (SKT) atau sigaret putih tangan (SPT) 4 layer. Adanya simplifikasi yang tujuan awalnya untuk penyederhanaan administrasi perpajakan, dan juga upaya meningkatkan penerimaan negara justru sebaliknya.

“Semakin berkurangnya penjualan rokok dan banyak perusahaan khususnya pabrikan rokok kecil yang legal akan gulung tikar terutama posisi sigaret kretek tangan (SKT) yang kehilangan pangsa pasarnya dan juga dikhawatirkan memperburuk tingkat pengangguran,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (2/10).

Bayu menjelaskan, volume produksi rokok perusahaan yang terkena dampak simplifikasi (golongan II layer 1 dan 2) akan mengalami penurunan produksi bahkan penutupan pabrik. “Dengan adanya penurunan volume produksi bahkan penutupan pabrik menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK),” imbuhnya.

Bayu juga mewanti-wanti bahwa dampak simplifikasi tarif cukai dari sisi tax avoidance dapat mengurangi peluang tax avoidance akan tetapi dapat memperbesar peluang tax evasion. “Jika direalisasikan, kebijakan ini akan berpotensi merugikan bagi pendapatan pajak negara,” katanya.

Bagi perusahaan golongan II layer 1 dan 2, untuk mempertahankan margin keuntungan yang sama, dengan adanya simplifikasi karena tarif cukai lebih tinggi harus menaikan volume produksinya dan penjualannya menjadi beberapa kali lipat dari sebelum simplifikasi diberlakukan.

“Dengan demikian, sangat kontraproduktif dengan tujuan dipungut cukai yaitu pengendalian konsumsi rokok,” tegasnya.

Masalah lain yang berpotensi timbul akibat simplifikasi, kata Bayu, adalah terbentuknya pasar rokok ilegal. Ketika konsumen beralih ke rokok murah yang tidak membayar cukai dan pajak lainnya.

“Preferensi konsumen akan beralih ke rokok lain yang lebih murah (rokok ilegal) yang justru akan merugikan negara,” ujarnya.

Dengan demikian, Bayu memberikan dua rekomendasi untuk pemerintah agar tidak menjalankan kebijakan simplifikasi tarif cukai. Pertama, dari sisi penerimaan negara, wacana simplifikasi karena berpotensi secara negatif menurunkan penerimaan negara.

“Kebijakan simplifikasi perlu dikaji secara matang dan hati-hati bahkan tidak perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kebijakan struktur tarif cukai yang ada,” jelasnya.

Kedua, dari sisi persaingan usaha, wacana simplifikasi berpotensi akan mendorong ke arah monopoli, dan akan menyebabkan rokok ilegal semakin marak. “Kebijakan cukai dan struktur tarif cukai yang ada saat ini perlu dipertahankan sebagai bagian keberpihakan pemerintah pada industri rokok secara nasional (bukan pada perusahaan rokok golongan 1 saja),” pungkasnya.


Simplifikasi Tarif CHT Berpotensi Ciptakan Persaingan Tidak Sehat